Wed. Oct 30th, 2024

Hari Guru Nasional, Momentum Transformasi Layanan Guru

Kristoforus Dowa Bili

Kristoforus Dowa Bili, S.Pd., M.Pd, Dosen PGSD STKIP Weetebula & Dosen Magang 2021 di Universitas Negeri Surabaya

Perkembangan teknologi yang masif dan kian pesat menuntut guru melakukan perubahan dalam melayani siswa!

TEMPUSDEI.ID (25/11/210)-Guru Indonesia semakin mendapatkan perhatian pemerintah, terutama pengakuan legalitas formal. Hal ini jelas melalui Kepres No. 78 Tahun 1994, yang ditetapkan pada tanggal berdirinya PGRI sebagai Hari Guru Nasional (HGN). Penetapan ini pun ditegaskan lagi lewat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Pada 25/11/21, Indonesia memperingati HGN; serentak seluruh tanah air hingga pelosok negeri. Para guru hendaknya memaknai HGN, 25 November 2021 ini, sebagai kesempatan merefleksikan jalan panjang melayani siswa baik secara individu maupun secara kelompok dalam konteks kolaborasi.

Bagi penulis, para guru di mana pun berada, perlu mengambil waktu sejenak melihat kembali pelayanan kepada siswa selama satu tahun terakhir.

Guru harus inovatif dan kreatif. (ilustrasi)

Empat Poin Pokok

Sebagai bahan refleksi, berikut empat poin pokok yang menggelisahkan dan diharapkan adanya perbaikan.

Pertama, usia emas Indonesia kurang lebih 23 tahun lagi, yaitu 17 Agustus 2045, Indonesia akan mencapai usia 100 tahun. Usia 100 tahun seringkali kita sebut sebagai pesta emas; usia kejayaan, usia kesejahteraan lahir dan batin. Tak ada lagi orang yang hidup pada usia emas. Namun, penuh dengan potensi minimalis atau tinggal dalam “kebodohan” dan “kemiskinan”.

Pertanyaan sederhana adalah apakah pada usia emas Indonesia merdeka, generasi akan benar-benar berada dalam kejayaan dan kesejahteraan? Nampaknya, penulis masih meragukan hal ini, jika sektor pendidikan belum menjadi perhatian prioritas setiap individu, setiap keluarga, para guru, para wakil rakyat, dan para pemimpin terutama pemerintah daerah dan pemerintah. Padahal, kata-kata bernas Nelson Mandela terpajang di mana-mana bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh, yang dapat digunakan untuk mengubah dunia.

Tokoh lain seperti H.A.R Tilaar & Riant Nugroho, juga menegaskan bahwa “pendidikan dijadikan sebagai alat utama untuk memberantas kemiskinan, (2009: 333), termasuk kebodohan. Dalam konteks guru, untuk menyiapkan generasi emas, siswa-siswi yang saat ini sedang berada pada jenjang SD, SMP, dan SMA, perlu betul-betul dibantu secara optimal agar mampu memiliki kompetensi sesuai jenjangnya. Misalnya, untuk jenjang sekolah dasar, siswa SD harus lancar membaca.

Jangan sampai terdapat siswa SD yang lulus, tetapi belum atau bahkan tidak lancar membaca. Jika masih ada lulusan SD yang belum bahkan tidak lancar membaca, hal ini miris dan perlu membangun kolaborasi berbagai pihak untuk menyelesaikannya.

Kedua, semboyan  pendidikan yang dicetuskan K.H. Dewantara Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberikan teladan), Ing madya mangun karsa (di tengah membangun/merangsang kemauan), Tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan/motivasi), (Samho, B., 2013: 87) perlu menjadi bahan internalisasi para guru bahwa peran guru sangat strategis.

Guru dituntut untuk menjadi teladan; teladan dalam tutur kata, sikap, dan perilaku. Guru dituntut untuk mampu membangun kemauaan agar siswa aktif melakukan suatu hal tanpa disuruh atau diperintah. Guru dituntut untuk selalu memberikan dorongan/motivasi terbaik kepada siswa.

Cara-cara konvensional seperti: memelotototi, membentak, memarahi, mencubit, bahkan memukuli siswa perlu segera ditinggalkan, karena zaman terus berubah. Pilihan menjadi guru yang memberikan teladan, membangun karsa/kemauan, dan memotivasi siswa patut diinternalisasi dan diimplementasikan hari demi hari.

Ketiga, satu frasa dalam lagu Indonesia Raya yang terus mengiang dalam pikiran penulis adalah: “Bangunlah jiwanya, bangunlah raganya!” Frasa ini seperti arahan sekaligus perintah bagi para orang dewasa untuk membantu anak dalam mem-”bangun jiwanya!” dan mem-“bangun raganya!”.

Membangun jiwa berarti membangun psikis anak dan membangun raganya berarti membangun fisik anak. Demikian halnya dengan guru di sekolah dan di manapun saat berjumpa dengan siswa, guru perlu menjiwai peran sebagai pembangun jiwa/psikis dan raga/fisik siswa.

Bagaimana caranya? Dalam konteks membangun jiwa/psikis siswa, maka guru perlu menampilkan wajah yang tidak menakutkan siswa, guru perlu belajar dan membiasakan diri untuk selalu melihat sisi positif siswa dan memujinya.

Jika siswa selalu mendapatkan pujian untuk setiap hal baik yang ia lakukan, maka jiwa/psikis siswa akan terus terbangun, bertumbuh secara baik bahkan lebih maksimal. Kemudian dalam konteks membangun raga, guru perlu memberikan dan mengondisikan kesempatan kepada siswa untuk secara leluasa dan bebas beraktivitas fisik seperti bermain, berlari, dan sebagainya agar pertumbuhan fisik termasuk motorik siswa mengalami perkembangan yang relevan dengan usianya.

Keempat, soal kualitas guru. Hemat penulis, guru perlu terus menerus memotivasi diri untuk mengembangkan kompetensi diri melalui beberapa cara berikut ini: guru perlu terus menerus membaca buku dan berbagai sumber lain yang relevan dengan bidang keguruan; guru perlu mengambil kesempatan untuk mengikuti berbagai seminar/pelatihan/magang/workshop baik daring maupun luring untuk menyimak berbagai informasi perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat mendukung tugas sebagai guru.

Untuk hal ini, guru perlu memberikan diri berada pada berbagai group media sosial karena guru dapat menerima-membagi informasi yang sesuai dengan kebutuhan.

Para guru perlu terus menerus belajar teknologi. Era digital masa kini, menuntut para guru memelajari,  menguasai, dan menggunakan teknologi dalam berbagai aktivitas, termasuk dalam proses pembelajaran.

Guru ditantang untuk bisa melepaskan cara-cara manual sehingga bergeser ke arah penggunaan teknologi, seperti: penggunaan laptop, LCD, googling, dan menyajikan media audio-visual dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, cara-cara konvensional yang dipraktikkan oleh para guru hendaknya mulai tergantikan dengan mengedepankan penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran; guru harus meningkatkan pendidikannya hingga S1 atau S2, minimal, (Mustafah, J.: 2011: 121).

Untuk studi S2, para guru dapat memanfaatkan berbagi peluang beasiswa termasuk mendorong pemerintah daerah untuk mengalokasikan beasiswa studi lanjut.

Inilah saatnya guru berubah demi transformasi layanan terbaik guru bagi para siswa, khususnya dalam menyiapkan generasi emas, 2045.

Akhirnya, untuk para guru Indonesia, selamat merayakan Hari Guru Nasional, 25 November 2021!

 

Related Post