Oleh Eleine Magdalena, Penulis buku-buku renungan best seller
Berikut kesaksian seorang ibu yang mengalami perjumpaan kasih dengan Tuhan yang telah menyelamatkan keluarganya.
TEMPUSDEI.ID (13/12/21)-Kasih dan pertolongan Tuhan yang saya alami telah mengubah hidup saya dan keluarga. Awalnya saya sudah hampir merasa putus asa menghadapi kesulitan dalam keluarga. Suami terlibat narkoba, berjudi, terlibat hubungan dengan banyak wanita, dan juga kesulitan dalam keuangan.
Saya dan suami termasuk orang-orang gila kerja. Apa pun kami kerjakan termasuk membuka tempat hiburan malam. Kami tergiur dengan keuntungan yang bisa diperoleh. Dari sinilah awal timbulnya masalah yang bertubi-tubi dalam keluarga kami. Ternyata banyak uang tidak selalu membawa kebaikan. Yang kami kejar mati-matian, yaitu uang demi kemapanan hidup malah hampir menghancurkan kami.
Karena bisnis hiburan yang kami jalani ini, kami banyak bergaul dengan orang-orang kalangan ber-duit yang dapat membeli apa saja. Termasuk membeli narkoba, wanita, dan berbagai kesenangan lain. Berjudi dan minum-minuman keras termasuk satu paket pelepasan dari stres akibat bekerja berlebihan mengejar kekayaan. Uang berlimpah dengan mudah dibuang untuk mengejar kesenangan yang berujung pada kesengsaraan.
Suami makin lama makin dalam terseret pergaulan seperti ini. Saat itu situasi keluarga kami benar-benar seperti neraka. Suami selalu pulang dalam keadaan emosi tidak stabil karena obat, kalah judi, dan wanita. Suami tidak berfungsi sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab, melindungi, dan memberi rasa aman. Justru sebaliknya ibarat monster bagi orang-orang di rumah. Saya benar-benar sudah tidak tahan dan ingin lari meninggalkan suami. Apalagi saya mempunyai bisnis sendiri, mampu menghidupi diri sendiri dan anak-anak.
Untunglah, waktu itu saya sudah lebih dekat dengan Tuhan dan mempunyai teman-teman dalam Komunitas Tritunggal Mahakudus. Lewat doa-doa dan pengajaran yang saya terima dalam KTM (Komunitas Tritunggal Mahakudus), iman saya makin ditumbuhkan. Saya dikuatkan menjalani hari demi hari yang penuh tekanan itu.
Dalam keadaan seperti itu seorang teman mengajak saya mengikuti camp Wanita Bijak. Awalnya terasa berat sekali untuk memutuskan pergi. Saya berpikir tidak mungkin camp Wanita Bijak yang hanya empat hari bisa mengubah keadaan dan melepaskan saya dari jerat masalah yang serumit ini. Apalagi suami, yang saya pikir sebagai sumber masalah tidak mengikuti retret ini. Jadi percuma saja.
Namun, karena teman saya sangat telaten dan tidak henti membujuk saya untuk ikut bahkan mengaturkan pendaftaran, akhirnya saya ikut juga karena sungkan.
Sejak sesi awal hati saya sudah mulai terbuka. Kesaksian yang saya dengar menyadarkan saya betapa pentingnya menghormati suami dalam keluarga. Saya menyadari selama ini saya pun telah banyak berbuat salah. Kurang menghargai suami, terlalu dominan dalam kehidupan berkeluarga, dan saya bahkan ingin menjadi kapten dalam rumah tangga. Pintu maaf di hati saya mulai terbuka. Dalam permasalahan rumah tangga tentu bukan melulu satu pihak yang bersalah.
Akhirnya, dalam sesi-sesi selanjutnya saya dikuatkan untuk mempertahankan dan membangun rumah tangga saya kembali. Tentu bukan dengan kekuatan sendiri, tetapi dengan melakukan Firman Tuhan dalam kehidupan berumah tangga sehari-hari. Dengan bantuan doa-doa para tim, saya mendapat rahmat dan kekuatan yang baru. Saya bertekad untuk membuka lembaran baru yang dimulai dari diri sendiri. Saya meminta kepada Tuhan untuk diberi hati yang rela mengampuni, tulus melayani dan mengasihi tanpa syarat. Saya ingin di sisi suami yang saat ini sedang terpuruk dan bukan malah meninggalkannya.
Semua ini benar-benar karena rahmat Tuhan dan kuasa doa. Tanpa Tuhan rumah tangga kami sudah hancur. Akhirnya, setelah masuk KTM (Komunitas Tritunggal Mahakudus) pada tahun 1997 dan mengikuti camp Wanita Bijak, saya dikuatkan terus untuk mengampuni suami dan berusaha mengasihinya dengan lebih tulus.
Sekali lagi karena kuasa Tuhan, akhirnya suami juga mengalami pertobatan dan pemulihan secara luar biasa. Ia dilepaskan dari ketergantungan pada obat-obat terlarang dalam waktu hanya satu bulan setelah menjalani perawatan di panti rehabilitasi pada tahun 1999. Dan, pada tahun 2000 suami saya mau dibaptis menjadi Katolik.
Ini benar-benar saya syukuri sebagai anugerah Tuhan yang sangat besar dalam kehidupan kami sekeluarga. Hutang perusahaan pelan-pelan dapat dilunasi hingga saat ini kami sudah bisa membangun bisnis kami kembali.
Sekarang, saya dan suami terus menerus melayani Tuhan bersama-sama. Kami merasakan tangan Tuhan selalu menyertai kehidupan keluarga kami. Ada damai sejahtera di hati dan dalam keluarga. Segala hormat, puji, dan kemuliaan hanya bagi Tuhan.* (Seperti dikisahkan oleh seorang ibu kepada Eleine Maghdalena)