Simply da Flores, Harmony Intitute
TEMPUSDEI.ID (31/12/21)-Zaman digital diwarnai dengan kecanggihan teknologi informasi. Banyak fenomena yang bisa didiskusikan, sebagai dampak dari kemajuan Iptek tersebut. Dampak positif dan negatif bagi manusia, karena berbagai faktor internal diri manusia, maupun dari kemajuan teknologi digital tersebut.
Dari sekian bidang kehidupan yang menjadi fakta pengaruh teknologi digital, khususnya teknologi informasi, saya mensinyalir adanya kelahiran sebuah fenomen dalam diri manusia. Menurut saya, sedang dan akan lahir “religiositas personal”.
Manusia, Homo Religiosus
Ada label Homo Religiosus pada manusia; aspek atau dimensi spiritual dalam kodrat manusia. Manusia memiliki pengalaman akan hal rohani, karena manusia juga adalah makhluk rohani dalam raganya yang jasmaniah.
Seorang filsuf dan teolog Eropa, Paul Ricoeur, menjelaskan tentang pengalaman religius manusia dengan ungkapan pengalam paradoxal. Maksudnya, ada pengalaman spiritual di mana manusia mengalami hal yang begitu menggentarkan sehingga menakutkan (tremendum), sekaligus pada saat yang sama, hal tersebut sedemikian mempesona sehingga begitu menarik (fascinosum).
Hal tersebut, pengalaman paradox itu, membuat manusia sujud hormat sekaligus memuji dan bersukacita. Maka lahirlah berbagai bentuk perilaku dalam tradisi individu maupun kelompok yang disebut ritual. Ritual sebagai ungkapan spiritualitas atau religiositas manusia; baik personal maupun komunal.
Ritual dan kepercayaan kepada “Wujud transenden” – hal yang tremendum dan fascinoscum tersebut, ada dalam tradisi adat budaya suku bangsa, maupun dalam tradisi agama.
Ada penegasan soal pengalaman spiritual manusia, baik secara personal maupun komunal. Maka, manusia disebut homo religiosus, makhluk spiritual. Aspek spiritual menjadi bagian kodrat manusia.
Sebuah Upaya Pembebasan
Teknologi informasi digital telah membuka berbagai tabir dan tembok yang disakralkan oleh tradisi budaya. Sebut saja soal seksualitas. Dahulu hal itu terbatas untuk orang dewasa, tetapi sekarang remaja dan anak pun dapat mengakses dengan sarana informasi digital secara bebas. Hal yang sama dalam hal spiritual di adat budaya dan agama.
Berbagai hal yang dianggap sakral dan tabu dalam hal agama, sekarang dipublikasi luas dalam media informasi. Siapa yang memiliki atau mampu mengakses alat – sarana informasi digital, dapat mengetahui hal yang dahulu dikhususkan bagi kalangan sangat terbatas di lingkungan adat budaya dan agama.
Ada fenomena yang dilahirkan oleh teknologi informasi digital seperti kebebasan bicara dan mengungkapkan pendapat. Segala hal dapat diketahui, dipertanyakan dan bisa dikomentari dengan bebas merdeka, termasuk hal ajaran iman, Kitab Suci dan Tuhan Allah sekalipun.
Ada lagi fenomena perdebatan tentang ajaran agama antar nara sumber dari agama yang berbeda. Ada berbagai media sosial yang mempublikasikan dan memang sangat banyak pemirsanya. Media sosial lainnya mempropagandakan kebenaran mutlak agamanya dan mengkafirkan ajaran agama lainnya.
Dari semua fenomena tersebut, sebagai hasil dari kemajuan teknologi informasi digital, saya mensinyalir bahwa sudah dan sedang lahir sebuah fenomena baru, yakni adanya religiositas personal. Ada banyak pribadi yang memutuskan untuk menjalani dimensi spiritualitas dengan prinsip tidak mengganggu orang lain dan tidak masuk dalam organisasi keagamaan apa pun.
Pilihan menghidupi spiritualitas pribadi itu, karena mengetahui berbagai belenggu organisatoris dan aturannya, perilaku para pemimpin organisasinya yang dirasakan tidak layak dipanuti, serta berbagai macam masalah kemanusiaan yang ditimbulkan atas nama Tuhan dan agama. Misalnya terorisme, ujaran kebencian, radikalisme, fitnah dan pengkafiran, serta berbagai bentuk disharmoni sosial karena tidak ada saling menghormati. Apalagi atas dasar agama dan nama Allah. Juga kontamisasi agama dan adat budaya dengan kepentingan bisnis dan politik.
Bagi pribadi yang memilih menghidupi Religiositas Personal tersebut, jika kondisi sosial memaksa, maka akan menggunakan kamuflase dan manipulasi administratif dengan pengakuan sebagai anggota organisasi agama tertentu. Misalnya kalau di KTP harus mencatat adanya agama. Namun, jika aturan di wilayah yang tidak perlu mencatat soal agama, maka itulah pilihan yang dihidupi.
Wujud dan ciri pribadi yang memilih Religiositas Personal adalah anti kekerasan dan menjunjung tinggi humanisme universal dan sangat peduli lingkungan hidup. Wujud ideal kehidupannya adalah harmoni dengan dirinya, harmoni dengan sesama dan alam lingkungan. Itulah bentuk pembebasan diri yang diperjuangkan. Baginya, urusan spiritual adalah hal privat, dan uang penting amal perbuatannya yang baik dan benar dalam kehidupan bersama dan di tengah lingkungan alam semesta.
Menurut saya, religiositas personal menjadi salah satu bentuk kritik terhadap belenggu organisasi agama dan tradisi adat budaya, serta wibawa para tokoh pemimpinnya, yang zaman ini semakin jauh dari marwahnya. Sudah dipublikasi berbagai bentuk penyelewengan yang selama ini tertutup atau tabu dibicarakan. Namun, sekarang diberitakan bebas di media informasi digital setiap hari.
Pilihan lain manusia zaman now, mungkin atheis, tidak beragama, apatis, multi label agama asal untung dan aman. Inilah beberapa fenomena dampak kemajuan teknologi informasi digital, yang saya tenggarai dan sinyalir terjadi.
Semoga menjadi bahan sharing dan refleksi, untuk masing-masing kita membuat pengamatan lalu menjadi input bagi pilihan kehidupan pribadi, di tengah derasnya arus informasi dari kemajuan teknologi digital zaman now.