Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Serikat Redemptoris
TEMPUSDEI.ID (9/1/22)-Ada hal yang menarik dari kisah pembaptisan Yesus: Pertama, kisah kelahiran Yesus hanya ada pada dua Injil (Matius dan Lukas), sedangkan pembaptisan Yesus ada pada keempat Injil. Ini sama dengan kisah sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus.
Kedua, pembaptisan sebagai tradisi, juga menjadi tradisi tertua selain perjamuan kudus. Di luar dua kisah ini, pembaptisan dan sengsara-wafat-kebangkitan Yesus, hanya kisah “memperbanyak roti dan ikan-memberi makan banyak orang” yang sungguh tercatat dalam keempat Injil.
Apa yang sesungguhnya terjadi dalam peristiwa pembaptisan Yesus? Peristiwa ini sangat bernada simbolis. Ada tiga komponen kunci untuk bisa memahaminya: langit terbuka, Roh Allah dan burung merpati.
Dalam pikiran kosmologi Yahudi, ada paham tentang 3 lapisan dunia. Dunia atas yaitu surga, dunia tengah yakni manusia dan ciptaan lain, dan dunia bawah yaitu orang mati. Bagian atas adalah tempat berdiamnya Allah dan semua makhluk surgawi-malaikat dan para kudus.
Ketika Yohanes tampil sebagai nabi di tepi sungai Yordan, mengajak orang untuk bertobat dan dibaptis, surga telah tertutup selama ratusan tahun. Tertutup artinya apa?
Selama ratusan tahun tidak ada nabi di Israel. Selama beberapa generasi tidak ada orang yang memberi kesaksian kenabian sejak tumbangnya monarki pada tahun 587 SM.
Jika tidak ada nabi, itu berarti tidak ada komunikasi antara manusia dengan Allah atau Yahwe selama itu. Satu-satunya mediator antara Allah dan manusia-orang Yahudi adalah nabi. Tidak ada yang lainnya. Diam-Nya Allah selama ratusan tahun benar-benar menimbulkan tanda tanya bagi bangsa Israel.
Karena itu, ketika Lukas menulis bahwa langit terbuka saat Yesus dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan, hal itu menandai sebuah peristiwa khusus dalam sejarah pewahyuan.
Terbukanya langit berarti bahwa Allah sekali lagi mengawali komunikasi dengan umat manusia. Dia pada akhirnya menjawab doa dan harapan umat manusia sejak zaman Yesaya dan Pemazmur. Allah secara aktif terlihat lagi dalam kehidupan umat manusia melalui seorang yang dipilihnya secara khusus.
Roh Allah nampak dalam rupa burung merpati dan terbang di atas kepala Yesus di atas permukaan air. Gambaran ini mengingatkan kita akan dua kisah dalam Perjanjian Lama:
Pertama, dalam Kejadian 1:1-2 yang berbicara tentang Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air saat penciptaan awal. Sekarang Yesus, atau saat pembaptisannya, merupakan sebuah kreasi baru dari dunia yang baru. Dunia lama dianggap sudah berlalu.
Di sini pembaptisan Yesus bisa dimengerti sebagai awal hidup yang baru bagi manusia.
Selain itu, penampakan Roh Allah dalam rupa burung merpati juga mengingatkan kita akan kisah air bah dan nabi Nuh: “Ia menunggu tujuh hari lagi, kemudian dilepaskannya burung merpati itu dari bahtera. Menjelang waktu senja pulanglah burung merpati itu kepada Nuh, dan pada paruhnya dibawanya sehelai daun zaitun yang segar. (Kej 8:10).
Ini juga menggambarkan awal kehidupan baru setelah bencana yang memusnahkan semua ciptaan lainnya, kecuali yang ada dalam bahtera.
Oleh karena itu Pembaptisan Yesus oleh Yohanes ini mempunyai kuasa intrinsik untuk pengampunan dosa, bahkan pengampunan dosa asal, karena merupakan sebuah penciptaan baru.
Ini dikatakan oleh Yesaya: Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit dan bumi yang baru, hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati” (Yes 65:17)
Pembaptisan Yesus tidak hanya dilihat sebagai sesuatu yang terjadi pada diri Yesus melainkan apa yang hendak disampaikan kepada kita dengan peristiwa ini.
Di Sungai Yordan sebuah awal baru terjadi. Sebuah penciptaan baru terlaksana. Di situ juga Allah turun menyatakan diri serta menyatakan siapa Yesus agar siapa pun yang menerima pembaptisan seperti Yesus menerima hidup baru dalam dirinya.
Seekor anak harimau ditemukan sendirian oleh sekelompok sapi. Dia diambil oleh mereka dan diajar makan rumput oleh sapi-sapi. Dia berlaku persis layaknya seekor sapi.
Suatu ketika sekelompok harimau menyerang sapi-sapi itu dan mereka semua lari terbirit-birit. Anak harimau seolah cuek, dia tetap makan rumput tanpa rasa takut. Harimau tua itu heran. Dia mengambil anak harimau itu dan membawanya ke kolam yang bening lalu berkata: “Nih, lihatlah dirimu dan aku! Engkau adalah harimau seperti aku. Jangan berlagak bodoh menganggap dirimu seekor sapi!”
Sering-seringlah bercermin di air bening. Ini mengingatkan pembaptisan kita sekaligus mengingatkan siapa diri kita. Kita bukan sapi, apalagi unta.
Salam hangat dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba “tanpa wa”.