Oleh Romo Albertus Herwanta, O. Carm
Banyak orang agak alergi dengan yang berbau radikal. Apa pasal? Karena banyak gerakan radikal revolusioner yang berujung pada situasi destruktif. Menyajikan situasi yang jauh lebih buruk daripada yang hendak diperbaruinya.
Hanya sedikit yang yakin bahwa perubahan radikal revolusioner itu bisa dilakukan tanpa konflik dan pertumpahan darah.
Presiden Nelson Mandela mengubah politik Afrika Selatan secara revolusioner tanpa pertumpahan darah. Sang Guru Kehidupan membalikkan arah dunia tanpa huru-hara.
Dia bersabda, “Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya. Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.” (Mrk 2: 21-22).
Sabda-Nya menegaskan bahwa pembaruan sejati tanpa kekerasan bisa dilakukan tatkala orang melepaskan seluruh mentalitas lama dan mengenakan semangat hidup-Nya.
Itu tidak bisa hanya ditempelkan pada mentalitas lama yang formalistis seperti puasa yang dihayati kaum Farisi dan pengikut Yohanes Pembaptis. Puasa mereka hanya untuk memenuhi hukum.
Sang Guru menghendaki agar orang berpuasa untuk bisa mendekat kepada Allah dan memiliki relasi yang baik dengan sesama. Di sana hukum terpenuhi. Orang mengalaminya ketika berada bersama Dia, karena Dialah hukum yang utuh. Di sana orang mengalami pembaruan yang radikal.