Oleh Febry Silaban, Penulis buku YHWH
Bagi umat Katolik, hari Minggu Paskah adalah puncak peringatan liturgi Gereja. Hari Raya Kebangkitan Tuhan ini adalah hari raya dari segala hari raya. Hari itu menjadi hari yang amat istimewa karena Yesus telah bangkit dari kematian. Yesus telah mengalahkan dosa dan maut dengan kebangkitan-Nya.
Berbagi sukacita Paskah tentu bisa melalui hal yang sederhana, salah satunya saling memberi ucapan “Selamat Paskah” kepada sesama yang merayakan. Zaman sekarang sudah maju, tidak menggunakan kartu ucapan lagi, melainkan cukup dengan mengirimkan pesan teks via WA, FB, Twitter, IG, dan platform media sosial lainnya.
Nah, yang ingin dibahas di sini adalah ucapan Paskah dalam bahasa Inggris. Bukan hal yang baru kan bahwa zaman sekarang, greetings atau pun bentuk ucapan hari-hari khusus disampaikan dalam bahasa Inggris. Apalagi tujuannya kalau bukan biar gaya atau keren-kerenan?
Seperti biasa, menjelang hari Paskah, muncul broadcast (brodkes) atau pesan di WhatsApp atau FB dari golongan tertentu yang aktif pada tuduhan musiman mereka, yakni “Jangan mengucapkan Happy Easter karena itu diambil dari nama dewi pagan, Ishtar”.
Tudingan musiman itu mereka terus gemakan setiap menjelang peringatan Jumat Agung hingga hari Paskah ini, dan sudah berlangsung beberapa tahun ini. Maka, jika kita sebagai Kristiani/Katolik yang waras, jangan mudah termakan provokasi mereka. Mari kita cek dan ricek. Mari kita filter dulu.
Pesan brodkes tersebut terjadi barangkali akibat si penulis gosip di brodkes itu “kurang wawasan”, dan “kurang baca ensiklopedia”, serta “buta huruf dan gramatika Ibrani”.
Pesan brodkes memang biasanya dibuat untuk menebar gossip, dan yang menerimanya juga asal kirim saja, lantas menyebar ke mana-mana. Seringkali pesan tersebut malah menjadi polemik di antara orang-orang yang sama-masa kurang wawasannya.
Easter dikaitkan dengan “Ishtar”(nama salah satu dewi pagan), karena kesamaan bunyi saja. Dalam bahasa Indonesia, itu yang dinamakan “homofon”, yang artinya kata yang sama dengan kata lain, tetapi berbeda ejaan dan maknanya. Misalnya, “masa” dan “massa”, “sangsi” dan “sanksi”.
Kita juga sering melihat utak-atik tulisan “Inggris-Indonesia” untuk bercandaan, misalnya: Are you diartikan ayu (cantik). Pra one diartikan perawan. Two girl diartikan tugel – Jawa (putus).
Mungkin juga kita pernah membaca tulisan di belakang angkot atau truk: “Pra One Are You,” yang maksudnya adalah “Perawan Ayu” (dari kemiripan bunyi saja).
Jadi menyamakan Easter dengan Ishtar adalah suatu hoaks murahan dengan menggunakan “logika angkot/truk”. Mereka yang memakai logika murahan tersebut menduga bahwa Easter berasal dari nama dewi Isthar (dari Sumeria) atau dewi Eostre/Astarte (dari Teutonik), yang merujuk kepada nama dewi Asyerah. Memang sekilas bunyinya mirip, tapi besar kemungkinan kata Easter berakar dari kata Eostur, yang berarti “musim kebangkitan” (season of rising) yang mengacu kepada musim semi. Maka, kata Easter digunakan di Inggris, Eastur di bahasa Jerman kuno, sebagai kata lain musim semi.
Jika kita perhatikan bahasa Jerman kuno (proto-Germanic), kata Ostern berasal dari kata Ost (east atau terbitnya matahari), dan berasal dari bentuk kata Teutonik yaitu ‘erster’ (artinya yang pertama/first) dan ‘stehen’ (artinya berdiri/stand), yang kemudian menjadi ‘erstehen’ (bentuk kuno dari kata kebangkitan/resurrection), yang sekarang menjadi ‘auferstehen’ (kebangkitan dalam bahasa Jerman sekarang).
Fakta ini tidak hanya menunjuk pada kebangkitan Yesus Kristus dari kematian, tapi juga kenaikan-Nya (to rise) ke Surga dan nanti saat kita terangkat (to rise) ke Surga bersama-sama dengan Yesus saat Dia datang kembali untuk menghakimi dunia.
Sedangkan di negara-negara lain, digunakan istilah yang berbeda: Pascha (bagi Latin dan Yunani), Pasqua (Italia), Pascua (Spanyol), Pasen (Belanda), Páscoa (Portugis), Pâques (Prancis), Pasko (Filipina), dan Paskah (Indonesia). Semua berasal dari kata Ibrani פֶּסַח – Pesakh, yang artinya Passover.
Jadi kata Ester/Eostur dalam bahasa Inggris yang berubah menjadi Easter, adalah setara dengan kata Oster dalam bahasa Jerman yang kemudian menjadi Ostern. Maka jika ada kemiripan bunyi Easter dengan Isthar itu hanya kebetulan, dan tidak dapat dipaksakan bahwa keduanya berhubungan.
Sebenarnya tidak ada hubungan antara “dewi Ishtar” dengan Easter atau “hari raya Paskah”. Kalau pun dicari-cari permasalahannya, sekali lagi, itu hanya terletak pada kemiripan bunyi saja (homofon). Bukan makna!
Dengan demikian, bukan berarti karena sebutan Easter mirip dengan Isthar atau Eostre, maka ucapan “Happy Easter” berkaitan dengan penyembahan berhala.
Dalam perkembangan terjemahan Kitab Suci, memang akhirnya dijumpai kata Easter dalam Kisah Para Rasul 12:4 dalam Alkitab terjemahan bahasa Inggris the King James Version (KJV). Jika kita membaca dari naskah Kitab Suci bahasa asli Perjanjian Baru Yunani, kita akan mengerti bahwa yang dimaksudkan Easter pada terjemahan ayat Kis 12:4 itu adalah hari “Paskah” (Yunani πασχα – paskha, Ibrani פֶּסַח – Pesakh, Inggris Passover).
Jangan lupa bahwa nama-nama hari dalam bahasa Inggris semua dapat dihubungkan dengan asal-usul pagan. Misalnya, Sunday berkaitan dengan dewa matahari (Sun), Monday dengan dewa bulan (moon), Tuesday dengan dewa Tiu, Wednesday dengan dewa Woden, Thursday dengan dewa Thor, Friday dengan dewa Freya, Saturday dengan Saturnus.
Jadi jika mau konsisten, sebaiknya mereka yang menolak menyebut Easter, juga menolak semua nama hari dalam bahasa Inggris yang kedengarannya juga berbau pagan.
Namun, Gereja Katolik menguduskan hal-hal yang dulunya mengacu kepada pagan, dengan memberi arti/makna baru dan mengonsekrasikannya kepada Tuhan. Seperti bangunan gereja-gereja pada abad-abad pertama yang tidak mereka bangun sendiri, melainkan dulunya bekas kuil-kuil pagan yang sudah ditinggalkan, lalu dirombak dan disesuaikan dengan prinsip dan kebutuhan ibadah Kristiani, dan dikonsekrasikan kepada Kristus. Allah penguasa segalanya, juga berkuasa menguduskan segala sesuatu di dalam nama-Nya.
Dengan demikian, tidak perlulah kita risau jika menggunakan kata Easter. Jangan lupa bahwa Kitab Suci menyebutkan tanda kelahiran Kristus dengan bintang di Timur (Mat 2:2,9) sehingga makna Terang di Timur (East) memperoleh makna yang baru dan sempurna, setelah kelahiran dan terutama Kebangkitan Kristus.
Kita harus meninggalkan kegelapan dan masuk ke kehidupan terang. Kehidupan terang dimulai sejak terbitnya matahari yang selalu muncul dari timur. Ingat, terang itu baik!
Sementara, kata Passover berarti melewati kematian. “passing over the death”. Ada pihak yang sama-sama berhasil melewati kematian dalam kedua jenis paskah. Pertama adalah orang Yahudi yang berhasil lolos dari hukuman kematian anak sulung dan lepas dari perbudakan di Mesir. Kedua adalah Yesus Kristus yang berhasil mengalahkan maut dan lepas dari perbudakan dunia.
Orang Yahudi dilewati maut karena lambang darah anak domba, sementara Yesus mengambil posisi sebagai domba yang menggunakan darahnya agar maut melewati kehidupan setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Kembali pada brodkes gosip murahan tadi, juga disinggung untuk “Jangan merayakan Paskah dengan tradisi telur paskah, dan gambar kelinci sebab itu adalah kebiasaan kafir dan kamu akan berdosa.”
Telur dan kelinci hanyalah produk tradisi saja, boleh digunakan, boleh tidak. Namun, tidak perlu diharamkan atau di-“kafir-kafirkan.”
Telur merupakan simbol dari perayaan Paskah di berbagai gereja. Mengapa telur dijadikan suatu simbol dalam perayaan Paskah? Ternyata, hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan di Timur Tengah kuno. Orang Mesir dan Persia kuno punya suatu kebiasaan menghias telur yang kemudian menukarkannya dengan temannya. Kebiasaan ini kemudian diikuti oleh orang Kristen di Mesopotamia (daerah Irak-Iran sekarang), yaitu dengan memberikan telur-telur kepada orang lain pada perayaan Paskah untuk mengingatkan kebangkitan Yesus Kristus. Telur merupakan tanda kelahiran baru. Mengikuti Kristus harus diikuti proses kelahiran baru.
Kelinci, di berbagai negara dijadikan sebuah simbol dalam perayaan Paskah. Barangkali kita bertanya, mengapa kelinci? Kelinci itu sendiri menyimbolkan kesuburan. Kelinci dikenal sebagai binatang yang memiliki banyak anak. Oleh karena sifatnya yang demikian, kelinci kemudian dijadikan lambang kehidupan yang berlimpah di dalam Kristus. Pengikut Kristus yang sudah lahir baru pun harus selalu subur seperti kelinci. Pengikut Kristus harus subur menghasilkan karya dan pelayanan sebagai bentuk ucapan syukur.
Menurut saya sendiri, Passover dan Easter hanyalah dua buah kata yang merujuk kepada arti yang sama. Kemenangan atas maut. Itu intinya. Pemusatan pikiran kepada kemenangan tersebut lebih penting ketimbang debat kusir atau pesta hura-hura minim arti yang mengatasnamakan Paskah.
Setelah kita memahami penjelasan di atas, hendaknya kita lebih bijak dan tidak memaksakan pengertian Easter berhubungan dengan dewi Ishtar atau Eostre. Jangan lagi menghujat kata Easter dalam logika murahan seperti tulisan di belakang angkot atau truk. Jadilah seorang Katolik yang bijak, menimbang dengan baik pemahaman kata, dan tidak gampang teperdaya pesan-pesan brodkes di smartphones atau media sosial.
Marilah menyaring dengan bijak macam-macam berita hoaks, kabar bohong, ajaran abal-abal atau cocokologi, kabar naif akibat ketidak-tahuan dan kebodohan.
Jangan mudah terprovokasi berita-berita yang beredar. Mari belajar Kitab Suci dengan benar. Mulailah banyak membaca literatur, jangan gampang percaya pesan-pesan brodkes, supaya tidak gampang dibohongi oleh mereka yang otaknya kurang piknik dan kurang pendidikan.
Happy Passover! Happy Easter! Selamat Paskah!