Oleh Emanuel Dapa Loka
Memanglah betul, negeri kami berpunggung sabana mahaluas
Tak terbantahkan, ubun-ubun kami terpanggang kemarau panjang
Bukanlah kebohongan, rongga karang dan lapisan tanah tipis negeri kami kekurangan air
Dan jangan bilang adalah hoax, jika terdengar kabar tentang harga kopi dan porang kami terjerembab
Juga bukanlah kabar bohong, bahwa penganree bensin di SPBU mengular saban hari
Namun kami tetap berbesar hati menjelata di tanah ini
Mengarungi kehidupan walau tidak mudah
Menghidupi jiwa ksatria warisan leluhur
Memompa jiwa pemberani, menembus kabut kering menuju matahari
Kami bukanlah jenis manusia yang sedikit-sedikit mengeluh
Kami pun tidak mau meratap sambil menunggu belas kasih dari surga
Kami tahu padang mahaluas ini menanti jemari kami
Wadas batu putih mengharap tetes-tetes keringat kami
Agar menjelma menjadi emas dalam tempurung kepala anak-anak kami
Agar bersalin rupa menjadi manusia-manusia cerdas nan bermulia hati
Kami yakin….
Akan tiba saatnya
Dengan tambur purba di tangan penabuh perkasa
Dengan gemerincing giring-giring pada kaki para penari ksatria
Dengan riuh gong yang menyusup hingga ke sukma
Kami menari mengentak kaki
Mengangkat hati bersyukur
Lantas berpekik: ma deika wunda Wu, Mori…*
Di sini, di tanah Sumba ini, kami akan tetap merajut mimpi
*/ Kami memuji dan menyembah Engkau, Tuhan