Mon. Nov 25th, 2024

Surat Cinta untuk Trimedya Panjaitan: Cinta Relawan Tidak Perlu Dibayar

Kolase foto Trimedya Panjaitan, Eko Kunthadi dan Ganjar Pranowo.

Oleh Emanuel Dapa Loka, Wartawan dan penulis biografi

Menyaksikan perdebatan sengit antara Eko Kunthadi, Ketua Umum Ganjarist, sebuah kelompok relawan independen Ganjar Pranowo dan politisi senior PDIP Trimedya Panjaitan, politisi PDIP di Kompas TV dan ILC, saya terheran-heran.

Keheranan saya terutama terletak pada “keanehan” argumentasi Trimed yang seakan tidak percaya adanya orang-orang yang rela bekerja tanpa dibayar untuk sesuatu. Trimed mendasarkan keheranannya pada pengalaman pribadinya yang harus mengeluarkan biaya besar ketika mengikuti pencalegan. Dia terbingung-bingung tak percaya  dengan munculnya banyak relawan Ganjar, salah satunya Ganjarist.

Bahwa untuk menggerakkan roda sebuah aktifitas diperlukan biaya, itu benar sekali.  Tapi tidak perlu ada “sinter class”. Jika para relawan sudah bergerak atas sebuah semangat dan tujuan “mulia”, maka mereka tidak akan berat merogoh kocek mereka untuk sesuatu yang mereka perjuangkan.

Trimed lupa bahwa banyak jalur perjuangan yang para relawan bisa tempuh dan pakai. Eko Kunthadi dan kawan-kawan memilih jalur Media Sosial untuk bergerak dan memengaruhi orang karena murah meriah dan sedang sangat in. Toh mereka hanya memakai sebagian quota internet mereka untuk terlibat di grup-grup WA, IG, FB dan sebagainya. Tanpa menjadi relawan pun, mereka tetap membeli quota.

Persoalan utama Trimed adalah dia menilai orang lain berdasarkan pengalamannya yang mengandalkan kekuatan modal uang. Trimed membayar orang untuk menjadi tim suksesnya atau memberikan dana operasional. Apakah juga membayar orang untuk memilih, kita tidak tahu. Jelas sekali bahwa tim sukses berbeda dengan relawan! Kerap kali calon tidak sukses, tapi Tim Sukses sukses meraup uang bayaran itu. Kalau relawan? Dari mana uang yang mereka bisa raup? Kaos saja beli sendiri.

Eko Kunthadi mengambil jalur relawan karena dia tahu bahwa sangat banyak orang yang hanya melalui kemauan dan jempolnya dengan gembira mau terlibat.

Sebenarnya, melalui caranya, Eko Kunthadi mengajak dan mendidik sebanyak mungkin masyarakat Indonesia untuk memelihara api ketulusan dalam hati dan semangat perjuangan tanpa harus berpikir mendapat. Justru mereka diajak memberi dari yang mereka punya dan bisa untuk sebuah nilai perjuangan yang mereka anggap penting. Tidak semua hal harus berdasarkan bayaran, Bang Trimed.

Saya kira, banyak orang telah membuktikan eksistensi relawan itu. Jokowi terpilih dua kali menjadi Presiden termasuk karena kekuatan relawan. Kalau semua orang yang terlibat dengan cara sendiri-sendiri itu harus dibayar, wow! Berapa banyak uang yang harus dikeluarkan? Bahkan sangat banyak orang yang tidak masuk dalam lingkaran relawan bentukan, tapi secara pribadi bertindak sebagai relawan melalui jempolnya, quota sendiri dan kemauan beradu argumentasi dengan orang lain yang tidak “searah” Apakah orang-orang seperti ini dibayar? Tidak, Bang!

Ingat, Bang! Ada jutaan orang yang rela tanpa dibayar mendukung Jokowi. Bagi mereka, keberhasilan memenangkan Jokowi adalah bayaran tak ternilai.

Masih banyak contoh lain (tentu saja di sini Bang Trimed tidak termasuk.)

Meskipun kemudian kalah dalam perhelatan di DKI, Ahok juga mempunyai relawan yang militan yang dikenal sebagai “Teman Ahok”, yang juga tidak perlu dibayar. Mereka ini datang dari berbagai kalangan, Bang!

Relawan-relawan tersebut mau bekerja karena tahu yang mereka perjuangkan itu penting, bernilai dan menentukan bagi kehidupan bersama atau masa depan bangsa. Mereka mencintai bangsa ini.

Dan saya kira, PDIP bisa eksis dan memenangkan Pileg di mana-mana dan Pilpres karena kerelaan berjuta-juta orang tanpa bayaran.

Sekali lagi, mereka bergerilya di Medsos menggunakan quota internet yang memang mereka beli untuk macam-macam kepentingan, sebagian untuk mendukung pilihan mereka—karena mereka melihat ada nilai!

Saya kira, jalur perjuangan Eko Kunthadi melalui Medsos adalah jalur yang paling cocok di zaman yang sudah berubah sedemikian rupa. Ini jalur yang murah meriah dan menembus ruang-ruang hidup. Siapa lagi di zaman ini yang tidak terikat dengan gadgetnya. Semua hal yang Eko dan kawan-kawan perjuangkan, ada di gadget itu, termasuk gadget Bang Trimed.

Bukan zamannya lagi memajang baliho atau spanduk-spanduk di seluruh penjuru. Spanduk-spanduk ini akan segera bersalin rupa menjadi sampah atau bahkan sudah jadi sampah sejak awal pemasangannya.

Trimed Pura-pura Tidak Mengerti

Sebenarnya, Trimed sangat mengerti semua hal sederhana di atas. Namun, karena dia memiliki jagoan lain dari kubu PDIP sendiri, maka “pengertiannya” itu dia eliminasi sendiri—sehingga dia tampak tidak mengerti apa-apa soal arti penting kehadiran relawan dengan senjata utama Medsos.

Eko Kunthadi dan kawan-kawan memilih mendukung Ganjar karena mereka melihat nila-nilai penting dan api perjuangan menyelamatkan Indonesia dari sisi pemberdayaan rakyat dan semangat melawan kaum radikalis yang hendak mengubah ideologi bangsa ini dengan ideologi yang bertentangan dengan semangat berdiri negara bangsa ini.

Cara berpikir Trimed terkesan memadamkan semangat dan insiatif rakyat jelata dalam berjuang. Trimed lupa bahwa rakyat ini berjuang dari semangat, energi dan uang sendiri. Pemimpin yang mendapat dukungan dengan cara demikian inilah pemimpin yang sesungguhnya.

Rakyat sudah cerdas dan tahu bagaimana memperjuangkan nilai yang mereka anut dengan cara mereka sendiri.

Kalau saja nanti Ganjar tidak mendapat tiket dari DPP PDIP untuk maju dalam Pilpres, maka bukanlah hal sulit bagi Ganjar untuk mendapatkan tiket itu. Malah menjadi rebutan!

Ingat, Bang! Saat ini, untuk rakyat partai itu sama sekali tidak lebih dari sekadar “kendaraan”. Bagi rakyat cerdas, “kendaraan” itu tidak terlalu penting. Dan gejala ini sudah jelas sejak Jokowi. Figur dengan seluruh rekam jejaknya jauh lebih penting. Dan Ganjar telah merasuk di hati rakyat. Banyak tanda tentang itu.

Ke manapun Ganjar, para pencintanya akan tetap setia bersamanya tanpa peduli dengan kendaraannya.

Rakyat semakin sadar bahwa suara dan aspirasi mereka melampauai “kendaraan” dan nilai bayaran apa pun, termasuk jumlah uang dari Bang Trimed, kalau ada. Untuk sebuah nilai yang sudah merasuk ke hati mereka, Rakyat tak mau dibeli lagi.

Bahwa Bang Trimed sebagai seorang Caleg memiliki pengalaman lain, silakan. Tapi tapi tidak semua orang seperti itu. Horas, Bang!

Untuk Eko Kunthadi, maju terus. Saya masih yakin, di dalam hati relawan ada ketulusan untuk sebuah nilai.

JANGAN LUPA SAKSIKAN: https://youtu.be/LYLdBu9LHW0

Related Post