Oleh Emanuel Dapa Loka, Wartawan dan penulis biografi
Perlukah umat Kristen, khususnya Katolik tersinggung karena nama Maria dipakai oleh Holywings untuk promosi minuman keras?
Jawabannya, tidak perlu dan tidak pada tempatnya. Jangankan untuk hal remeh-temeh begini, dengan “penghinaan” berstadium tinggi saja, orang Kristen tidak perlu tersinggung, apalagi terhina.
Apa kurangnya stadium “hinaan” dari perkataan seorang “ustaz kondang” yang menyebut “di salib ada setan”? Atau seorang ustaz kondang lain lagi yang menyebut “Bible orang Kristen itu palsu”? Terlalu banyak “hinaan” sejenis untuk ditulis di sini.
Paling-paling, mendengar atau menyaksikan pola tingkah manusia-manusia yang tempurung kepalanya kurang penuh itu, orang Kristen hanya geleng-geleng kepala.
Atau mungkin tersenyum sinis sambil bergumam “Kasihan deh lu! Hanya sesuatu yang memang hina, yang padanya sebuah hinaan bisa dialamatkan”. Atau berkata, “Hanya manusia terhina yang otaknya selalu merancang penghinaan”, dan seterusnya.
Kalaupun ada yang “tersinggung”, mungkin karena yang bersangkutan sedang galau atau “sensi” saja.
Nomen est Omen
Kata sebuah pepatah kuno Latin dari Plautus, “Nomen est omen”, artinya nama adalah tanda atau nama menunjukkan orangnya. Atau the name is a sign, the name speaks for itself.
Dengan kata lain, spirit yang terkandung dalam sebuah nama diharapkan terwakili dalam hidup, perilaku atau kehidupan konkret seseorang yang menyandang sebuah nama.
Dengan alasan itulah, hampir tidak ada orang tua yang asal-asalan memberi atau menyematkan nama pada anak mereka. Malah, ada orang yang meminta kerabatnya untuk merancangkan nama indah dan bermakna baik bagi anak mereka.
Sekali lagi, tidak ada orang tua yang sembarangan memberi nama pada anaknya. Tidak ada yang memberi nama “tikus” atau “bajingan” atau “babi” pada anaknya.
Lantas, bagaimana kalau ada orang yang perilakunya “menyimpang” dari arti atau pesan nama yang disandangnya? Hal ini sangat mungkin terjadi.
Tidak ada jaminan mutlak bahwa ketika seseorang bernama “Emanuel” misalnya, perilakunya melulu menunjukkan sikap atau keteladanan adanya penyertaan Tuhan, sebab “Emanuel” berarti “Tuhan beserta kita”.
Atau ketika orang bernama “Petrus” menunjukkan sikap labil, lalu orang ramai-ramai menggugatnya, sebab “Petrus” berarti “Si Batu Karang” dan sebagainya.
Pertanyaan lagi, apakah penyandang nama Maria adalah orang suci sehingga “berhak” tersinggung jika nama Maria digunakan sembarangan?
Aha…! Kalaulah dengan memakai nama Maria seseorang serta-merta menjadi suci, maka justru karena itu dia tidak tidak punya potensi lagi untuk tersinggung.
Sesuatu yang suci tetap saja suci pada dirinya, tidak terpengaruh oleh sesuatu lain yang tidak suci di luar dirinya. Analoginya, kemurnian emas tetap dan tidak terpengaruh oleh zat-zat lain di sekitarnya. Atau mutiara tetaplah mutiara walau dimasukkan ke kubangan babi.
Jadi, kalau ada orang bernama Maria yang tersinggung, bahkan sampai melapor ke polisi gara-gara Holywings menggunakan nama Maria untuk promo minuman keras, otak orang ini sedang dalam bahaya atau dia sedang sok suci. Sok itu searti dengan “seolah-olah”, jadi tidak sungguh-sungguh suci. Lagian, mana ada orang suci di dunia fana ini?
Dalam pandangan Katolik, memanglah, Bunda Maria, Bunda Tuhan Yesus itu adalah orang kudus sebab dia mengandung dan melahirkan Tuhan Yesus. Namun, tidak berarti bahwa mereka yang bernama Maria otomatis kudus atau suci dan karenanya wajib “tersinggung” saat nama Maria dipakai untuk promo minuman keras.
Kalaulah, sekali lagi “kalau”, jika dengan memakai nama Maria setiap penyandang nama Maria “serta-merta” menjadi suci, persis karena kesuciannya itulah, dia kehilangan potensi untuk tersinggung.
Tidak usalah, sedikit-sedikit tersinggung…!