Oleh Eleine Magdalena, Penulis buku-buku best seller
Dalam bekerja seseorang berhak mendapatkan upahnya. Lalu apakah upah melayani Yesus?
Sally, usianya 50 tahun ketika ia kembali ke rumah Bapa. Dua bulan sebelum meninggal kami bertemu. Dalam keadaan lemah karena menderita kanker stadium akhir, suaranya lirih berkata pada saya: “Paling enak ya hidup melayani Tuhan”.
Saya merasakan sorot mata dan getar suara penyesalan mendalam. Seperti mau berkata seandainya boleh memutar kembali roda kehidupan, tentulah teman saya ini tidak menyia-nyiakan waktu sedikit pun untuk berbuat baik melayani Tuhan.
Di akhir hidupnya, setiap orang ingin menghadap Bapa dengan pantas dan membawa persembahan yang terbaik.
Dalam Injil Lukas 17:7-10, Yesus mengajarkan agar kita tidak berharap pada upah jika melayani Tuhan. Sebab sesungguhnya seumur hidup kita ini berhutang pada Yesus yang telah menebus kita.
Alih-alih mempunyai sikap hati sebagai hamba, kita sering merasa diri patut mendapat hadiah dari Tuhan, pujian atau penghargaan karena sudah “berjasa” di gereja.
Yesus mengingatkan agar kita tidak memandang diri layak mendapat upah atau penghargaan setelah melayani.
Jika sebagai karyawan kita selalu mau menunjukkan prestasi terbaik kita kepada atasan, atau pengusaha ingin memberi pelayanan terbaik kepada pelanggan, mengapa sebagai hamba Tuhan kita masih berhitung untuk melakukan yang terbaik untuk Tuhan?
Menyerahkan hati, cinta, pikiran, waktu dan tenaga bagi Tuhan adalah sikap dasar yang harus dimiliki setiap murid Tuhan.
Jika kepada boss di dunia ini kita mau melakukan apa saja yang penting hati boss senang, terlebih lagi terhadap Tuhan, Boss yang sesungguhnya dalam hidup kita!
“Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil”, kata Paulus dalam 1Kor 9:18.
Kalau kita mau melangkah dalam iman, melakukan pelayanan kita tanpa menghitung-hitung upah, maka kita akan mendapati bahwa Boss kita yang sesungguhnya itu Mahakaya. Ia akan mencukupi segala keperluan kita, bahkan melimpahi kita dengan damai sejahtera, sukacita dan kebahagiaan yang melampaui nilai uang dan kekayaan dunia.
Jika kita sadar siapa diri kita sesungguhnya, yaitu orang yang tertebus dan berhutang hidup kepada Yesus, maka tentu kita tidak akan berhitung untung rugi dengan Tuhan.*