Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris
A da ungkapan berbunyi demikian: One who is on fire cannot sit on a chair. Terjemahan lurusnya: Seorang yang sedang panas-panasnya tidak akan duduk di sebuah kursi. Hal ini bisa dimengerti dalam artian bahwa seseorang yang sedang bersemangat tidak duduk diam saja. Dia akan melakukan apa pun yang dianggapnya perlu dan penting.
Ini bukan tentang pekerjaan biasa sehari-hari tapi menyangkut sesuatu yang lebih bernilai bagi kemanusiaan. Orang itu tak bisa dihentikan ketika memperjuangkan sesuatu sekalipun resikonya jelas dan berbahaya. Dia juga berani mempertaruhkan diri atau nyawanya demi sebuah nilai luhur. Orang macam inilah yang disebut memiliki semangat kemartiran.
Yesus mengatakan bahwa Dia “datang untuk melemparkan api ke bumi” (Luk 12:49). Api yang dimaksud disini bagaikan api yang memurnikan, seperti emas dimurnikan dari barang lain yang bukan emas. Api ini akan memisahkan mana yang mulia dan mana yang tidak. Api membakar yang tak berguna. Karena itu api bisa menjadi simbol kemuliaan Allah.
Api juga bisa menjadi simbol penghakiman. Setiap kata-kata Yesus akan menjadi penghakiman untuk menyeleksi tiap orang, mana yang pantas dan mana yang tidak. Nabi Yohanes mengatakan “Yesus akan membaptis dengan api dan Roh Kudus” (Mat 3:11). Bahkan penghukuman di neraka selalu dikaitkan dengan api yang tak pernah padam membakar sepanjang masa.
Ketika berhadapan dengan pemerintahan sayap kiri yang diktator di El Salvador, Uskup Agung Oscar Romero berkata: “Jika mereka membunuh semua pastormu dan juga Uskup, tiap orang dari kamu harus menjadi pengeras suara Allah (microphone), tiap orang dari kamu harus menjadi seorang nabi. Saya tidak percaya kematian tanpa kebangkitan. Jika mereka membunuh saya, saya akan dibangkitkan dalam diri orang-orang El Salvador.”
Kata-kata Uskup ini bagaikan api, yang disatu sisi membakar semangat orang-orang baik tetapi di sisi lain membakar emosi dan kemarahan orang-orang jahat. Pada akhirnya dia menjadi martir karena dibunuh pada 24 Maret 1980 di kapel keuskupan saat merayakan ekaristi kudus. Tanggal 23 Mei 2015 dia diangkat Beato dan Martir oleh Paus Fransiskus.
Pilihan kita mengikuti Yesus secara tulus dan radikal mau tak mau akan berhadapan dengan pemisahan. Mereka yang tak mau sejalan dengan Yesus akan berhadapan dengan kita juga, entah itu keluarga, sahabat, pemerintah dan sebagainya. Kita harus siap menerima konsekwensi seperti Oscar Romero atau Helder Camara, Uskup Agung-nya orang miskin dari Brazil.
Dia berkata: “Ketika saya memberi roti kepada orang miskin, mereka menyebut saya Santo. Tapi ketika saya bertanya mengapa orang miskin tidak punya roti, mereka menyebut saya Komunis”.
Di saat yang sama orang bisa menganggap kita baik sekaligus jahat, tergantung apa yang kita buat dan katakan. Boleh membawa api tapi harus tepat api yang mana.
Salam dari Biara Redemptoris, Yoyogi, Shibuya-ku, Tokyo, Jepang.