Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial redemptoris
Kisah tentang bendahara yang tidak jujur ini sering mengejutkan orang beriman selama berabad-abad. Betapa tidak. Yesus nampaknya memuji bendahara yang secara jelas tidak jujur dan berbuat curang dalam urusan bisnis tuannya. (Luk 16:1-13)
Orang yang dipuji Yesus adalah bendahara. Orang ini pada masa kini dikenal sebagai broker atau pialang atau manager. Dalam transaksi bisnis, manager atau pialang seperti itu akan dibayar dengan menambahkan sesuatu pada apa yang dipinjam (bunga pinjaman), bukan diberikan persentase yang diambil dari keuntungan bisnis tuannya.
Misalnya, jika seseorang meminjam 50 dinar atau 50 barel minyak, ia harus membayar kembali 50 dinar dan 10 lagi — atau 30 atau 50 — kepada bendahara, berapa pun yang menurut dia dapat diperolehnya.
Bendahara yang tidak jujur ini mungkin membebankan “bunga” pinjaman selangit kepada kliennya untuk memaksimalkan keuntungannya. Tuannya mungkin adalah tuan tanah Palestina yang tinggal di kota besar yang jauh dari tempatnya.
Ketika tertangkap basah karena menyalahgunakan keuntungan, bendahara dengan cerdik memalsukan keuntungan dalam pembukuan sehingga debitur tampaknya berhutang jauh lebih sedikit daripada hutang mereka yang sebenarnya.
Apa yang dia lakukan adalah menghilangkan sebagian besar atau semua komisinya untuk mendapatkan bantuan dari pelanggannya.
Bendahara tahu bahwa ketika tuannya memecatnya, dia akan membutuhkan teman. Rencananya yang tidak jujur akan mempunyai dua tujuan.
Pertama, debitur akan berterima kasih kepadanya dan akan mendukungnya secara finansial. Kedua, dia akan berada dalam posisi untuk melakukan pemerasan yang bijaksana untuk membungkam mereka jika itu memang perlu.
Jelas, Yesus tidak memuji ketidakjujuran bendahara itu. Dia hanya memuji akal cerdasnya atau “kelicikannya”. Perumpamaan itu menunjukkan bahwa orang Kristen harus sama bijaksana dan banyak akal dalam memperoleh kebaikan seperti halnya urusan bisnis dalam memperoleh uang dan membuat masa depannya aman.
Orang-orang Kristen harus memberikan perhatian yang sama besar pada hal-hal yang menyangkut jiwa mereka seperti yang mereka lakukan pada hal-hal yang menyangkut hal-hal duniawi.
Dalam menyelamatkan jiwa kita dan menyebarkan Warta Injil, Tuhan ingin kita menerapkan kecerdikan dan upaya yang sama seperti yang dilakukan orang lain dalam urusan duniawi mereka atau dalam upaya mereka untuk mencapai cita-cita manusia.
Dengan kata lain, Kekristenan kita akan mulai menjadi nyata dan efektif ketika kita menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk hal-hal rohani dengan segala daya dan kecerdikan yang kita miliki seperti yang kita lakukan untuk kegiatan duniawi.
Gereja hanya bisa berkembang bukan hanya karena orang-orang pintar secara teologi atau agama melainkan karena kepintaran dalam berbagai ilmu pengetahuan lain. Itulah yang disebut beriman secara cerdas.
Suatu pagi di tahun 1888, Alfred Nobel, salah satu industrialis terkemuka dunia, membuka surat kabar Prancis dan terkejut melihat tulisan tentang kematiannya sendiri (obituari). Ada berita bahwa dia meninggal dunia. Itu adalah kesalahan, tentu saja. Yyang meninggal bukan dia tapi saudara laki-lakinya.
Dalam obituari itu dia digelari “Raja Dinamit”. Orang menganggapnya menghasilkan banyak uang dalam memproduksi dan memperbanyak bahan peledak yang mematikan banyak orang. Tentu saja dia kesal karena cap atau stigma seperti itu.
Namun, kesalahan berita justru membuat Alfred Nobel memiliki kesempatan untuk melihat dirinya seperti orang lain melihatnya. Karena itu Alfred Nobel memutuskan untuk menggunakan kekayaannya untuk mengubah reputasinya.
Dia segera menjual tanah miliknya untuk menetapkan Hadiah Nobel, yang akan diberikan setiap tahun kepada orang atau orang-orang yang telah melakukan karya paling banyak untuk tujuan perdamaian dunia. — Pada abad yang lalu, dia dianggap sebagai “Raja Dinamit.” Hari ini nama itu identik dengan “Tokoh Perdamaian Dunia”.
Tuhan memberi karunia istimewa kepada orang-orang tertentu untuk digunakan bagi keselamatan jiwanya dan juga bagi keselamatan jiwa orang lain. Boleh tulus seperti merpati tapi perlu juga licik seperti ular demi kebaikan dan keselamatan.
Salam hangat dari Casa San Alfonso, Via Merulana 31, Roma Italia