Sun. Nov 24th, 2024
Pater Kimy Ndelo, CSsR

Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris

C harles Colson, penasehat hukum Presiden Nixon dari Amerika Serikat, yang kemudian mendirikan Chrisfian Prison Fellowship, pernah berkata, “Semua raja dan ratu yang saya kenal mengirim orang-orangnya untuk mati demi mereka. Saya mengenal hanya satu raja yang mati demi orang-orangnya”.

Hari Raya Kristus Raja merupakan penutupan tahun liturgi. Hari Raya ini ditetapkan oleh Paus Pius XI pada tahun 1925 untuk merayakan tahun Yubileum sekaligus memperingati 16 abad Konsili Nicea.

Ketika menginstitusikan Hari khusus ini Paus Pius mengambil tema: Pax Christi in regno Christi. (Damai Kristus dalam Kerajaan Kristus).

Perayaan ditetapkan untuk mengingatkan umat kristiani akan kekuasaan Kristus dan Gereja-Nya di atas segala bentuk kekuasaan dan untuk meminta kesetiaan dan loyalitas yang harus mereka tunjukkan.

Melalui inkarnasi dan pengorbanan sampai mati di kayu salib, Kristus telah membuat setiap pengikutnya menjadi anak-anak Allah sekaligus ahliwaris Kerajaan Surga.

Pada saat yang sama, Paus juga hendak mengadakan perlawanan terhadap sikap totaliter pemimpin-pemimpin masa itu, antara lain Mussolini di Italia, Hitler di Jerman dan Stalin di Rusia.

Dengan ini dia mengatakan hanya ada satu Raja yang berkuasa penuh, raja universal, yakni Yesus Kristus sendiri. Salib adalah tahtanya dan Khotbah di Bukit adalah hukum utama-Nya.

Dia adalah Raja yang membebaskan, mengampuni dan melayani dalam arti yang sesungguhnya.

Dia mengasihi kita sampai mengorbankan diri. Dia memampukan kita hidup damai dan bahagia di bumi, dan menjanjikan kita warisan hidup kekal di surga.

Paulus melukiskannya dengan sangat jelas dalam surat kepada jemaat di Kolose: “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih” (1,13).

Pilatus, walau bermaksud lain, telah memasang tulisan yang tepat di atas salib Yesus: “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi.” (Yoh 19:19)

Tujuan Yesus datang ke dunia adalah untuk mendirikan dan mengokohkan Kerajaan Allah. Seperti apa wujud Kerajaan Allah itu?

Berikut adalah penjelasan indah yang diberikan oleh Gerald Darring (Universitas St. Louis: Pusat Liturgi): Kerajaan Allah adalah sebuah RUANG. Itu ada di setiap rumah di mana orang tua dan anak saling mencintai. Itu ada di setiap wilayah dan negara yang peduli pada yang lemah dan rentan. Itu ada di setiap paroki yang menjangkau yang membutuhkan.

Kerajaan Allah adalah WAKTU. Itu terjadi setiap kali seseorang memberi makan orang yang lapar, atau melindungi seorang tunawisma, atau menunjukkan perhatian kepada orang yang terlantar. Itu terjadi setiap kali kita membatalkan hukum yang tidak adil, atau memperbaiki ketidakadilan, atau mencegah perang. Itu terjadi setiap kali orang bergabung dalam perjuangan untuk mengatasi kemiskinan, untuk menghapus kebodohan, untuk mewariskan Iman.

Kerajaan Allah ada di MASA LALU (dalam kehidupan dan karya Yesus dari Nazaret); itu ada di MASA KINI (dalam karya Gereja dan dalam upaya banyak orang lain untuk menciptakan dunia yang baik dan adil); itu di MASA DEPAN (mencapai penyelesaiannya di masa yang akan datang).

Kerajaan Allah adalah suatu KONDISI. Gejalanya adalah cinta, keadilan, dan kedamaian.

Yesus Kristus adalah raja! Marilah berdoa hari ini agar Tuhan membebaskan seluruh dunia untuk bersukacita dalam damai sejahtera-Nya, untuk memuliakan keadilan-Nya, untuk hidup dalam kasih-Nya.

Salam hangat dari Biara ADM Katikuloku-Sumba Tengah

Related Post