Oleh Emanuel Dapa Loka, Wartawan dan penulis biografi
Dengan berakhirnya perhelatan Piala Dunia pada 18 Desember 2022, rasa-rasanya berakhir juga pesona kotak bernama televisi itu.
Televisi harus menunggu perhelatan sejenis seperti Piala Eropa dan putaran Piala Dunia berikut baru angka fantastis penonton melangit biru lagi.
Mengapa? Diperkirakan ada 1,5 M pasang mata yang menyaksikan perhelatan terakbar sekolong langit itu. Bukan hal yang mudah mencapai angka fantastis itu.
Presiden Emanuel Macron yang hadir langsung di Lusail Iconic Stadium untuk memberikan dukungan kepada squadnya, berkali-kali mendapat sorotan kamera. Berbeda dengan Presiden Argentina Alberto Fernandez yang memilih menyaksikan final paling menegangkan itu melalui layar televisi di rumahnya.
Kembali ke judul tulisan ini. Hampir semua bintang sepak bola Argentina, mulai dari bintang lokal sampai bintang yang melegenda dan mendunia, berangkat dari kehidupan ekonomi yang lemah atau bahkan memprihatinkan.
Sebut saja Diego Armando Maradona. “Nabi” sepak bola Argentina ini adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Bukan hal yang mudah bagi ayah dari Maradona untuk menghidupi delapan anaknya. Dengan profesi ayahnya yang “hanya” tukang batu dan pekerja pabrik, Maradona sejak kecil hidup dalam kesulitan ekonomi bahkan harus menjalani kehidupan yang keras dan “ngeri-ngeri sedap”.
Demikian dengan Lionel Andres Messi. Ayahnya semula seorang pekerja pabrik, sedangkan ibunya asisten rumah tangga. Itu pun paruh waktu. Bola kemudian mengubah segalanya—tentu saja melalui kerja keras.
Maradona dengan niat yang kuat ingin mengubah hidupnya melalui sepak bola. Ini keinginan yang tidak serta-merta disetujui ibunya. Sang ibu lebih setuju Maradona menjadi akuntan karena lebih menjanjikan dan lebih pasti.
Dalam kondisi ekonomi yang berat, ketika berumur 11 tahun, Messi didiagnosa mengidap kelenjar hormon pertumbuhan. Untuk mengatasi kasus ini dibutuhkan biaya yang amat mahal, dan di luar kemampuan ayah Messi.
Dengan keadaan ekonomi keluarga yang demikian, tentu saja ayah dan ibunya tidak bisa berbuat banyak. Yang akan terjadi, terjadilah – que va a pasar, va a pasar. Beruntung, Tuhan buka jalan melalui club sehingga Messi bisa berobat dan mengantar dia seperti hari ini.
“Mesias” itu Bernama Bola
Sikap pasrah pada keadaan, sangat pasti tidak akan mengubah apa-apa.
Lalu, “hidup tanpa masa depan” ini hanya akan jadi warisan yang memerihkan hati dari masa ke masa.
Dalam kondisi yang rata-rata seperti itulah, bola menjadi “jalan keluar” atau penyelamat.
Bola menampilkan diri sebagai pemberi harapan baru. Dan bola yang sama telah menunjukkan bukti meyakinkan; tidak sekadar mendatangkan keuntungan ekonomis bagi yang sukses, tapi telah menjelma menjadi sebuah semangat atau bahkan roh yang menggerakkan dan menghidupkan.
Bola telah menjadi inspirasi nyata. Sampai pada Piala Dunia 2022, dalam batas-batas tertentu, bola telah menjadi “mesias” bersama Messi bagi orang Argentina. Bukan kebetulan, nama Messi yang berasal dari Bahasa Ibrani itu berarti Messias.
Di Argentina, seperti Brasil juga, bola ibarat napas dan napas adalah sepak bola. Para remaja, pergi ke mana pun, selalu membawa bola. Begitu bertemu sebuah tanah lapang, sekecil apa pun, mereka keluarkan bola lalu bermain bola.
Tidak jarang mereka bermain sambil menahan lapar dan haus. Namun, situasi ini melahirkan “dendam”, dan mereka berjuang habis-habisan menuntaskan “dendam” mereka itu dengan pencapaian terbaik—sebab mereka sudah melihat bukti.
Messi, Mardona, Ronaldo, Ronadinho dan masih banyak nama besar lain, telah berhasil melepaskan dari belitan belenggu dengan bekal semangat, “dendam”, cinta, dan hasrat yang kuat membuka jalan “penebusan” menuju sebuah kehidupan yang lebih baik dan memberikan harapan bagi orang sekolong langit ini.
Bola juga membuktikan bahwa yang berhak terhadap pencapaian terbaik seperti yang Messi dan banyak bintang lain capai hanyalah mereka yang bekerja keras – pantang menyerah, didukung sistem yang ada.
Tentu saja, ada unsur keberuntungan. Namun, keberuntungan itu selalu menguntit mereka yang bekerja keras. Vamos!!