Fri. Nov 22nd, 2024
Sirene berkepala burung dari mitologi Yunani
Mampirlah sejenak di LAPIERO TV

Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, dari Pulau Sumba, Indonesia Selatan

Kata “sirene” yang kita pakai sehari-hari berasal dari sebuah kisah mitologi Yunani. Sirene adalah sejenis makhluk dengan kepala wanita cantik dan tubuh burung yang sangat menarik. Mereka tinggal di sebuah pulau (Sirenum scopuli – sekelompok tiga pulau karang kecil). Dengan pesona lagu mereka, mereka memikat para pelaut menuju kehancuran di bebatuan yang mengelilingi pulau mereka.

Mereka bernyanyi dengan sangat merdu sehingga semua yang berlayar di dekat rumah mereka di laut terpesona dan tertarik ke pantai hanya untuk dihancurkan.

Ulysses dan Sirene, 1891, John William Waterhouse. Ulysses (Odysseus) diikat ke tiang kapal dan para awak kapal ditutup telinganya untuk melindungi mereka dari sirene.

Ketika Odysseus, pahlawan Odyssey, melewati tempat yang memesona itu, dia lolos dari godaan sirene. Dia meminta agar dirinya diikat ke tiang dan memerintahkan rekan-rekan pelautnya untuk menaruh lilin di telinga mereka, sehingga mereka tidak dapat mendengar suara yang memikat dan menyihir.

Tapi Raja Tharsius memilih cara yang lebih baik dan positif untuk menaklukkan godaan Sirene. Dia membawa serta penyanyi dan penulis lirik Yunani yang hebat, Orpheus.

Orpheus mengeluarkan kecapinya dan menyanyikan lagu yang begitu jelas dan keras sehingga menenggelamkan suara-suara Sirene yang indah dan fatal itu.

Pengalaman Padang Gurun

Pengalaman padang gurun Yesus, dari bacaan Injil hari ini (Mat 4:1-11) adalah sebuah sekolah untuk melatih diri melawan godaan yang memikat.

Godaan itu bisa berupa harta duniawi (dilambangkan dengan roti), popularitas (menjatuhkan diri dari bubungan Bait Allah tanpa terluka, dan kekuasaan (dilambangkan dengan seluruh kerajaan).

Menariknya, setiap godaan dijawab oleh Yesus dengan teks Kitab Suci dari Kitab Ulangan. Kisah ini menggambarkan perjuangan bangsa Israel melewati padang gurun selama 40 tahun.

Karena itu pula, ada anggapan bahwa godaan-godaan ini bukan terjadi hanya sekali dalam hidup Yesus, melainkan sepanjang hidup-Nya di dunia.

Yesus mengabaikan semua godaan ini dengan fokus pada Allah dan firman-Nya, dan berbakti hanya kepada Dia.

Manusia memang membutuhkan popularitas, tetapi tidak boleh menyamai apalagi melebihi popularitas Allah.

Manusia memang memerlukan kekuasaan untuk mengatur kehidupan, tetapi itu hanya sebagai perpanjangan tangan Tuhan.

Pesona dunia yang memikat tidak perlu dilawan dengan “menyumbat telinga”, tetapi dengan menciptakan lagu yang jauh lebih indah sehingga pesonanya membawa kita ke hadirat Allah.

Sirene akan selalu ada. Godaan akan selalu bisa dijumpai. Adalah kebijakan kita untuk memilih bagaimana bersikap dan memilih cara yang terbaik untuk lolos dari jebakannya.

Jika bangsa Israel berhasil melewati godaan di padang gurun selama 40 tahun sehingga mereka tiba di Tanah Terjanji, demikian pun kita.

Jika Yesus berhasil melewati godaan di padang gurun saat puasa 40 hari, demikian pun kita.

“Jesus was not tempted to see if He would fall. He was tempted to show that He could not fall”. (Yesus tidak dicobai untuk melihat apakah dia akan gagal. Dia dicobai untuk menunjukkan bahwa Dia tidak bisa gagal @ J. Vernon McGee)

Jika Guru saja dicobai, maka pasti murid juga akan dicobai. Fokus pada Allah dan rencana-Nya adalah senjata ampuh melawan semua godaan.

Salam dari Biara Novena Maria Bunda Selalu Menolong (MBSM), Kalembu Nga’a Bongga (KNB), Weetebula Sumba, Indonesia Selatan.

 

 

Related Post