Oleh Emanuel Dapa Loka, Penyair kambuhan
Aku tulis sajak ini di gerbangmu, Yerusalem
Dengan kakiku sendiri aku menjejak jalan dan lorong-lorongmu
Di depan tembok raksasamu yang sekemilau gading takjubku bergelora,
lalu menyeruak dan berpendar di antara sisa-sisa cahaya senja
Sekelebat malam rebah ke pangkuanmu
yang lalu bersiram di bawah runcing gerimis,
disapu angin, lalu menyangatkan dingin pada kulit
menembus tulang – menggeretakkan gigi
Samar-samar kudengar nyanyian:
“Yerusalem….! Yerusalem! Lihatlah Raja-Mu!”
Gempita pekik pun sabung-menyabung:
“Hosanna….! Hosanna…!
Hamparan palma dan baju juga jubah menutupi jalan
Agar kaki keledai tunggangan Tuhanku tidak terantuk pada batu
Hosanna! Hosanna!
Jalanan pun riuh dan penuh gempita tarian sukma
Ia melanjutkan Cinta kepada manusia dan Bapa-Nya
Dengan suara bariton Ia berseru
Inilah daging-Ku
Inilah darah-Ku
Makanlah!
Minumlah!
Aku melangkah dan melangkah lagi
Lalu terdengar teriakan keji “Salibkan Dia!! Salibkan Dia”
Tuhanku menunduk
Nestapa menyusup – menyelinap memenuhi hati dan jiwa-Nya,
memandang orang-orang yang hendak merajam-Nya
Oh!! Merekalah yang makan dan minum dari tanganNya,
yang tahir lalu bisa melihat, berjalan, berbicara bahkan bangkit oleh karena kuasa Bapa-Nya
Yerusalem….!
Dengan lutut gemetar aku terus menjejaki punggungmu
Tatkala menikas ruang gelap nan sempit tempat
Tuhanku diikat bagai domba yang hendak dibawa ke pembantaian,
tak ubahnya penjahat kelas super,
Ia hendak dihabisi dengan keji,
hatiku bagai tertikam belati teramat tajam dan menembus kesadaran:
Ah…! Aku pun serupa kau, Yerusalem!
Menyesalkah Ia telah mencintai aku dan kau,
Yerusalem serta kaum yang mendera – menghabisi-Nya?
Menguapkah Cinta-Nya yang teramat mulia bagi kau dan aku?
Tidak…! Tidak….!
Hati-Nya adalah hati Allah Pencinta
Hati-Nya melampauai luasnya Tiberias
Mengatasi bentangan padang gurun tak bertepi
dan batas-batas kaki cakrawala
Ia tetap melanjutkan perutusan sampai tarikan napas terakhir penuh cinta
Eloi Eloi Lama Sabakthani!
Ya, Cinta Suci yang dipancang-Nya bagi jiwa-jiwa yang papa