Fri. Nov 22nd, 2024
Pater Kimy Ndelo, CSsR

Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, dari Pulau Sumba, Indonesia Selatan

Malam Natal 24 Desember 2000 di Gereja Ebenhaezer Mojokerto, Jawa Timur. Saat itu umat Kristiani sedang merayakan Natal. Ada empat orang Muslim, anggota Banser NU atau GP Ansor, bertugas menjaga keamanan. Ini bagian dari sikap toleransi dan kepedulian antar agama.

Riyanto bersama petugas pengamanan gereja dan Polsek menemukan bungkusan mencurigakan di dalam gereja. Riyanto memberanikan diri membuka bungkusan tersebut.

Tiba-tiba terlihat percikan api dari dalam bungkusan. Ternyata bungkusan itu adalah bom rakitan. Riyanto dengan sigap berteriak: Tiarap!

Dia berusaha membuang bom keluar dari gereja agar tidak meledak di dalam gereja yang saat itu penuh jemaat.

Bom dilempar ke tempat sampah tapi terpental. Dengan cepat Riyanto mengambil kembali bom itu untuk dibuang lebih jauh lagi dari gereja. Namun, bom keburu meledak.

Bom meledak di pelukan pemuda NU berusia 25 tahun ini. Riyanto meninggal dunia di tempat dengan kondisi jari-jari dan wajah yang menyedihkan.

Riyanto adalah “gembala” bagi kawanan Kristen saat itu. Dia mengorbankan nyawa demi domba-domba yang bukan miliknya.

Orang Yahudi mempunyai legenda yang menarik untuk menjelaskan mengapa Musa yang dipilih Allah untuk menjadi pemimpin bangsa Israel keluar dari Mesir.

Pada suatu hari Musa sedang menggembalakan domba Yitro, mertuanya. Saat itu seekor domba menghilang.

Musa mencari domba itu ke mana-mana sampai akhirnya menemukan domba itu sedang minum di sebuah telaga.

Ketika Musa menemukan domba itu dia berkata: “Saya tidak tahu bahwa engkau ternyata berlari menghilang karena haus. Sekarang engkau pasti kelelahan.” Dia lalu memanggul domba itu di punggungnya dan membawa pulang kepada kawanannya.

Saat itulah Yahweh menampakkan diri kepadanya dan berkata: “Karena engkau menaruh belaskasihan kepada seekor domba yang bukan milikmu, engkau pasti bisa memimpin umat-Ku, Israel”.

Satu hal yang sering luput dari perhatian tentang gembala adalah bahwa domba-domba yang dijaga, dipelihara dan dituntunnya, tak selamanya adalah miliknya. Bisa jadi itu milik keluarganya, atau bahkan milik orang lain sama sekali.

Istilah “gembala” identik dengan kasih yang total, ketulusan, komitmen dan pengorbanan. Seorang gembala akan mencurahkan seluruh hidupnya untuk domba-domba gembalaannya.

Dalam perumpamaan Injil hari ini (Yoh 10:1-14) Yesus membandingkan diri-Nya dengan Gembala dan Pintu.

Sebagai Gembala, Dia dikenal dan mengenal domba-dombanya. Dia diikuti oleh domba-dombanya.

Dia memimpin domba-domba ke padang rumput yang hijau dan ke air yang tenang. Sebagai Gembala, Dia juga adalah “pemelihara jiwa” (1 Pet 2:25).

Sebagai Pintu, Dia adalah mediator yang melaluinya gembala dan domba keluar masuk. Ada fungsi kepengantaraan dan perlindungan disini. Yesus memberikan jaminan bahwa siapa pun yang memasuki kandang melalui Dia akan aman dan dirawat dengan baik. Hidupnya terjamin sepenuhnya.

Sebagai murid-murid Yesus kita adalah domba yang akan selalu merasa aman dalam tuntunan dan lindungan-Nya. Tak perlu mencari keamanan dan kenyamanan di tempat lain karena Yesus adalah jaminan kita.

Sebagai murid-murid Yesus kita juga bisa menjadi gembala bagi mereka yang dipercayakan kepada kita dengan meniru teladan-Nya. Tak perlu harus memiliki untuk menjadi gembala yang baik.

Riyanto adalah contoh yang hebat untuk itu.

Salam hangat dari Biara Novena Maria Bunda Selalu Menolong (MBSM), Kalembu Ngaa Bongga (KNB), Weetebula, Sumba, Indonesia Selatan

Related Post