Oleh Giovanca Yusmardinca Utomo, Mahasiswa Prodi Pendidikan Keagamaan Katolik, Universitas Katolik Weetebula.
Semua ahli pendidikan sepakat bahwa keluarga merupakan sekolah pertama tempat menanamkan nilai kebaikan dalam diri anak. Aktor utama di sekolah pertama ini adalah orang tua.
Orang tua harus mampu mengarahkan dan membimbing memiliki karakter yang baik. Salah satunya memikili sikap prososial. Untuk ini, orang tua harus memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada anak. Dengan begitu, anak akan menjadi pribadi yang baik bagi orang di sekitarnya.
Anak merupakan individu yang membutuhkan cinta dan kasih sayang dari orang lain khususnya dari orang tuanya. Jika orang tua telah menuangkan segala kasih sayang dan perhatiannya kepada anak, dalam diri sang anak akan tumbuh dan berbiak keinginan atau naluri untuk mengolah dan mengekspresikan hal-hal yang dia terima itu. Bentuk ekspresi dapat terlihat dalam sikap prososial seperti perilaku mau menolong, berbagi makanan dan bekerja sama dengan teman-temannya.
Perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan konsekuensi positif bagi penerima, baik dalam bentuk materi, fisik maupun psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi orang yang memberi pertolongan.
Perilaku prososial mencakup berbagi, kerja sama, menyumbang, menolong, kejujuran, berderma dan mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain (Dayakisni & Hudaniah, 2009).
Indikator Prosial
Menurut Staub (1978) ada tiga indikator yang menjadi tindakan prososial, yaitu pertama, tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku. Kedua, tindakan itu dilahirkan secara sukarela. Ketiga, tindakan itu menghasilkan kebaikan.
Namun sayangnya, peran keluarga sebagai pembentuk karakter anak mulai terkikis di era digital ini. Banyak orang tua zaman sekarang yang kurang memberikan perhatian kepada anak-anaknya. Hal itu dikarenakan orang tua lebih sibuk bermain handphone. Selain itu juga, banyak orang tua yang lebih mementingkan pekerjaan.
Sadar atau tidak, banyak orang tua yang melalaikan perannya untuk membimbing dan mengarahkan anaknya. Waktu bersama antara orang tua dan anak telah tersita dengan kesibukan-kesibukan tersebut. Akibatnya, anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang.
Anak yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang akan menjadi pribadi yang kurang bersahabat. Selain itu juga, hubungan sosial anak dengan orang sekitarnya akan tidak terjalin dengan baik. Anak akan menjadi pribadi yang apatis, kasar, tertutup dan pemurung.
Jika hal demikian terus terjadi, maka anak akan kesulitan dalam mengembangkan perilaku prososialnya. Seperti, membantu atau bekerja sama. Contohnya: kebanyakan anak yang memiliki sifat cuek atau apatis dengan orang lain dikarenakan anak itu juga mengalami hal demikian dari orang tuanya.
Artinya, sikap yang diterapkan oleh anak kepada orang sekitarnya merupakan sikap yang didapatkan dari pengalamannya di dalam keluarga.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka ada beberapa upaya yang dapat diterapkan untuk mengembangkan perilaku prososial anak dalam keluarga.
Pertama, perlu adanya quality time. Anggota keluarga khususnya orang tua perlu meluangkan waktunya untuk anak, seperti belajar bersama, bermain bersama atau juga menonton bersama. Dengan begitu, anak akan merasa dicintai dan diperhatikan oleh orang tuanya.
Waktu yang diluangkan untuk keluarga akan semakin mempererat hubungan anggota keluarga khususnya hubungan antara orang tua dan anak. Jika hubungan antara orang tua dan anak telah dibangun dengan baik, maka orang tua dapat dengan mudah mengembangkan perilaku prososial anak. Misalnya, dengan pemberian pemahaman mengenai perilaku prososial.
Penerimaan orang tua terhadap anaknya dengan mencintai, lembut terhadapnya, bermain bersamanya, mengarahkan dengan halus semua itu akan meningkatkan rasa percaya dirinya, lebih cenderung kepada kasih sayang dan mampu menjalin interaksi sosial yang baik.
Kedua, orang tua harus menjadi contoh dan teladan yang baik bagi anak. Orang tua harus mempraktikkan perilaku prososial secara terus menerus kepada anak. Dengan begitu, perilaku prososial akan terekam dalam ingatan anak.
Ketiga, bantulah anak-anak untuk melihat efek dari perilakunya terhadap orang lain, ajaklah anak-anak untuk berhubungan dengan teman sebaya dan ajari mereka keterampilan-keterampilan sosial, karena keterampilan-keterampilan sosial tidak datang secara alami (Saripah, 2006:63).
Oleh sebab itu, orang tua harus senantiasa menuntun anaknya dalam menerapkan nilai-nilai kebaikan. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam pembentukan karakter anak. Maka dari itu, sudah sepatutnya dalam keluarga terjalin hubungan yang baik antara orang tua dan anak sehingga anak dapat menerapkan perilaku-perilaku yang baik pula.*