Oleh Imelda Vitrisia Lede, Mahasiswa Prodi Pendidikan Keagamaan Katolik, Universitas Katolik Weetebula, Sumba-NTT
saat ini kesejahteraan seseorang tidak hanya diukur dari seberapa banyak materi yang dia miliki, tapi sejauh mana yang bersangkutan mengalami kebahagiaan dengan materi yang dia miliki itu berikut kondisi yang mengitari hidupnya.
Masyarakat dunia semakin menyadari bahwa kesejahteraan tidak hanya dapat dilihat dari kondisi kemakmuran material, tetapi dapat juga dilihat oleh kondisi kesejahteraan subjektif atau dikenal dengan kebahagiaan.
Menjadi bahagia menurut (Hansson, 2006) merupakan hak setiap individu. Oleh karena itu negara harus dapat mengupayakan kebahagiaan bagi setiap warganya.
Salah satu faktor yang memengaruhi kebahagiaan seseorang adalah nilai modal sosial. Modal sosial ini bisa diartikan sebagai budaya kerjasama yang bisa menjadi kekuatan seseorang. Ini juga bisa menjadi aset yang berdampak positif bagi keluarga dan kesejahteraan masyarakat, memperkuat lingkungan dan meningkatkan kualiutas hidup.
Dengan modal sosial yang baik yang kita miliki, kita pun akan diterima di mana saja. Penerimaan itulah yang membuat kita bahagia.
Kenyataannya, dalam kehidupan ditemukan banyak orang yang menyalahgunakan modal sosial yang mereka miliki. Dari dalam diri mereka lalu muncul aneka perilaku yang menciderai bahkan merusak kepercayaan. Kasus korupsi, penipuan merupakan contoh yang sangat jelas.
Lalu, apa yang menyebabkan orang-orang menyalahgunakan modal sosial yang mereka miliki? Secara umum, penyalahgunaan modal sosial sering terjadi karena beberapa factor.
Pertama, kekuasaan. Ketika seseorang memiliki kekuasaan, serta-merta dia memiliki modal sosial yang tinggi dan pengaruh yang besar dalam hubungan sosial.
Namun, tidak jarang orang yang berada pada posisi ini tergoda menggunakan modal sosialnya untuk melakukan tindakan-tindakan menyimpang.
Kedua, media sosial. Media sosial dalam banyak hal telah terbukti memberikan kemudahan demi kemudahan kepada manusia. Namun, media sosial di tangan orang berperilaku sembrono, akan menjadi bencana.
Jadi, nilai positif atau negatif media sosial itu tergantung orang yang menggunakannya. Ibaratnya, tergantung man behind the gun.
Ketiga, teman pergaulan. Teman pergaulan berpengaruh sangat besar bagi perkembangan sosial seseorang. Teman pergaulan bisa menjadi tempat memperoleh segala informasi yang tidak didapat dalam keluarga.
Dalam kehidupan sosial, teman pergaulan dapat memengaruhi sikap dan perbuatan seseorang; baik atau tidak. Contoh tentang hal ini sangat banyak.
Penanaman nilai-nilai dan modal sosial yang baik dalam diri seseorang menjadi suatu yang amat penting untuk menyiapkan generasi muda yang berkarakter dan memiliki kepekaan sosial, serta terampil dalam mengambil keputusan.
Jaga Trust
Agar seseorang memilki modal sosial yang baik, beberapa cara dapat dipraktikkan. Pertama, bangun kepercayaan. Dengan kepercayaan atau trust, seseorang mudah berinteraksi dengan siapa saja dan di mana saja.
Suatu kepercayaan yang diberikan oleh orang lain perlu dijaga dengan baik dan digunakan untuk hal-hal yang baik dan berguna bagi sesama.
Kedua, bangun komunikasi yang ramah di antara sesama. Komunikasi yang baik bisa menciptakan suasana yang mengondisikan orang-orang yang terlibat di dalamnya membangun peersahabatan dan hubungan sosial yang erat dan produktif.
Ketiga, bersikap jujur. Dengan selalu mengatakan yang sebenarnya, orang lain akan selalu percaya kepada yang bersangkutan dalam hal apa saja.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa modal sosial yang baik memudahkan setiap orang meretas jalan menuju kebahagiaan.
Dari sini dapat dikatakan, menjadi bahagia adalah pilihan. Jika pilihannya adalah merawat modal sosial dengan baik dan memakainya secara baik, maka kebahagiaan akan menghampiri.
Sebaliknya, jika modal sosial yang ada disia-siakan bahkan digunakan untuk merusak relasi sosial yang ada, maka yang bersangkutan pasti tidak mendapay respect dalam masyarakat. Kebahagiaan pun menguap.