Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Dari Pulau Sumba, Indonesia Selatan
S eorang wanita tua bernama Maude telah menabung bertahun-tahu untuk mewujudkan mimpinya mengunjungi Kota Abadi Roma.
Dia duduk di dekat jendela di pesawat jet boeing 747 yang baru saja lepas landas dari New York ke Roma.
Ini penerbangan pertamanya, dan dia ketakutan. Bahkan kehadiran empat uskup yang duduk di belakangnya tidak membantu.
Dengan ketakutan dan gemetar dia akhirnya membuka matanya dan mengintip ke luar jendela, tepat pada saat dia melihat salah satu dari empat mesin pesawat terlepas dari sayap dan menghilang ke dalam awan.
“Kita akan mati!” teriaknya. “Kita akan mati!”
Pramugari berkonsultasi dengan pilot yang mengumumkan kepada penumpang bahwa semuanya terkendali. Mereka dapat terbang kembali ke New York dan mendarat dengan selamat dengan tiga mesin.
Tapi Maude terus berteriak, “Kita akan mati!”
Pramugari mendatanginya dan berkata, “Jangan khawatir, sayangku, Tuhan menyertai kita. Kita hanya memiliki tiga mesin, tetapi lihat, kita juga memiliki empat uskup untuk mendoakan kita.”
Maude menjawab, “Saya lebih suka memiliki empat mesin dan tiga uskup!”
Pada akhir instruksi Yesus kepada murid-murid-Nya sebagaimana ditulis dalam Injil Mateus (Mat 10: 26-33) Yesus membekali mereka dengan sebuah pesan penguatan: jangan takut.
Dia memberikan tiga alasan mengapa baik para rasul-Nya maupun kita, tidak perlu takut.
Alasan pertama adalah bahwa lawan mereka tidak akan dapat mencegah pengikut Yesus untuk berhasil dalam misi mereka karena Tuhan akan menyingkapkan rencana dan perbuatan jahat lawan: “tidak ada yang tertutup yang tidak akan dibuka.” Tuhan “akan menyingkap hal-hal yang tersembunyi dari kegelapan” (1 Kor 4:5) dan akan membela yang setia. Janji Allah tidak akan membiarkan kejahatan menang.
Alasan kedua untuk tidak takut adalah keterbatasan kekuatan lawan kita. Mereka dapat membunuh tubuh, yang mati terlalu cepat, tetapi tidak memiliki kuasa atas jiwa. Hanya Allah yang berkuasa atas kekekalan.
Injil mengidentifikasi dua ketakutan yang dimiliki para rasul: ketakutan akan tuduhan dan keyakinan palsu, dan ketakutan akan cedera tubuh dan kematian.
Menurut cerita, hampir semua rasul meninggal sebagai martir dengan cara yang kejam.
Beberapa dari mereka disalibkan di kayu salib, seperti Petrus dan Andreas; dipenggal, seperti Yakobus dan Paulus; dikuliti hidup-hidup, seperti Bartolomeus; atau dilemparkan ke dalam kuali berisi minyak mendidih, seperti Yohanes (yang selamat tanpa melepuh, menderita pengasingan, kemudian dibebaskan, dan meninggal karena usia tua, sebagai yang terakhir dari para rasul asli).
Alasan ketiga mengapa kita tidak perlu takut adalah cinta Allah yang berbelas kasih. Kita lebih penting bagi Tuhan daripada burung pipit.
Matius berbicara tentang dua burung pipit yang dijual seharga satu sen. Tuhan yang peduli pada burung yang sepele seperti burung pipit juga peduli pada masalah terkecil kita – bahkan rambut di kepala kita pun dihitung.
Meskipun ini merupakan jaminan yang membesarkan hati, mungkin sulit untuk percaya di tengah penganiayaan. Tetapi Tuhan tahu semua yang kita lalui – tidak ada yang terjadi pada kita yang luput dari-Nya.
Saat kita merasa kesepian dan ditinggalkan, saat sepertinya doa kita tidak terkabul, Tuhan sesungguhnya tahu dan peduli. Yesus menyimpulkan dengan mengatakan, “Jadi, jangan takut; kamu jauh lebih berharga daripada banyak burung pipit.”
Dengan kata lain, penangkal sempurna untuk rasa takut adalah percaya pada Tuhan. Tuhan adalah tempat berlindung dan kekuatan kita, selalu siap membantu di saat-saat sulit.
Mereka yang menyangkal Tuhan Yesus, merekalah orang-orang yang takut. Mereka yang berani tidak akan pernah menyangkal Tuhan Yesus dengan alasan apa pun. Karena semuanya ada dalam Tuhan.
Salam dari Konventu Redemptoris-Biara Santo Alfonsus Weetebula, Sumba.