Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR
H enry Ford (1863-1947) adalah seorang pengusaha motor terkenal Amerika yang memelopori produksi motor skala besar. Dia adalah pendiri Ford Motor Company.
Suatu ketika seorang pria pergi mewawancarai Tuan Ford ketika dia sudah sangat tua. Pria itu, bertanya kepadanya, “Tuan, apakah Anda tidak khawatir dalam hidup Anda? Anda harus menghadapi begitu banyak masalah setiap hari dan berurusan dengan begitu banyak pekerja. Tidakkah kamu merasakan ketegangan pada dirimu sendiri?”
Jawaban Henry Ford yang begitu tenang sangat mengejutkannya. Katanya “Tidak! Saya tidak khawatir. Saya percaya bahwa Tuhan sudah mengatur semua hal dan Dia tidak membutuhkan nasihat saya. Dengan adanya Tuhan yang bertanggung jawab, saya percaya bahwa semuanya akan berjalan dan menghasilkan yang terbaik pada akhirnya.”
Suku bangsa Semit kuno percaya bahwa orang berpikir dengan hati dan merasakan dengan ginjal.
Agak lucu memang kalau dihadapkan dengan pemahaman modern saat ini. Ginjal dianggap sebagai sumber emosi kita dan hati dianggap sebagai sumber pemikiran dan wawasan kita.
Ketika Salomo berkata, “Berilah hamba-Mu hati yang pengertian untuk menghakimi umat-Mu dan untuk membedakan yang benar dari yang salah,” (1 Raj 3:9), dia sebetulnya meminta pikiran yang mampu melihat apa yang orang lain abaikan. Dia meminta hati yang penuh pengertian sehingga dia dapat memperlakukan orang dengan baik, bertindak penuh kasih dan membedakan yang benar dan yang salah.
Dengan kata lain dia meminta hati dengan kemampuan untuk mendengarkan dengan jernih, kepekaan dalam memahami kebutuhan rakyatnya, pengambilan keputusan yang terampil – untuk membangun masyarakat yang adil.
Kebijaksanaan macam ini memberi kita wawasan tentang apa yang benar-benar penting dalam hidup.
Sadar akan arti dan tujuan hidup, tentang apa yang benar-benar bernilai. Kebijaksanaan adalah pemahaman tentang di mana letak kesejahteraan dan kebahagiaan kita yang sebenarnya.
Sikap bijak inilah yang dipuji oleh Yesus dalam rangkaian kotbah perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Yesus memuji pria dan wanita bijak yang telah mendengarkan dengan cermat, memahami, dan
menanggapi pesannya. (Mat 13:44-52).
Mutiara atau harta yang sesungguhnya adalah menegakkan Kerajaan Allah dengan menerima Yesus sebagai Allah dan Juruselamat kita, beriman kepada-Nya dan melakukan kehendak-Nya. Ini adalah sesuatu yang sangat berharga. Memiliki harta itu menuntut komitmen total dari kita jika kita ingin melestarikannya.
Kata-kata Paulus ini menunjukkan bagaimana Tuhan sesungguhnya merupakan mutiara tak tertandingi:
“Segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya.” (Fil 3:8).
Orang boleh memiliki segala sesuatu tetapi apalah artinya jika dia kehilangan harta yang tak akan musnah, yang abadi, yang lestari selamanya. Harta itu adalah Yesus sendiri dan segala ajaran kebijaksanaan-Nya.
Dia tidak perlu dicari di masa lalu, dan tidak perlu diburu di masa depan. Dia ada di masa kini, saat ini dalam keseharian kita, dengan apa yang ada pada tiap detik hidup kita. Menghargai saat ini, dan bekerja bersama Tuhan saat ini adalah dasar semua kebijaksanaan.
“Seorang janda tua, karena miskin dan seorang diri, dibantu oleh pastor untuk menyewa rumah dan makanan. Sebetulnya dia mempunyai seorang anak yang merantau ke New York dan sukses disana.
Suatu hari pastor bertanya: “Nyonya O’Leary, apakah anda pernah mendapat berita tentang putra anda?” Dengan bangga wanita itu menjawab: “Oh iya, setiap minggu dia menulis surat kepada saya, dan dalam surat dia selalu menyelipkan selembar foto”. Berpikir bahwa itu foto keluarga, Pastor meminta untuk melihat foto yang dimaksud. Janda tua ini mengambil semua foto yang diselipkan dalam kitab sucinya. Ternyata, foto-foto itu adalah lembaran uang 100 dollar Amerika dengan gambar Benjamin Franklin.
Bisa jadi kita juga mempunyai harta tak terhingga yang kita anggap sekadar “foto”.
Salam hangat dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris, Weetebula Sumba, NTT.