Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR
S eorang suster Fransiskan Belaskasih, aslinya seorang Croatia tetapi bertumbuh di Serbia.
Dia bekerja untuk orang-orang Bosnia, para korban pemerkosaan, dan juga mengusahakan tempat penampungan bagi para pengungsi.
Dengan pakaian susternya dia mendatangi rumah demi rumah, mengetuk dan memohon: “Aku tak mempunyai tempat untuk tinggal. Aku lapar. Bolehkah aku masuk?”
Sebagai negara Katolik, orang-orang Croatia selalu menjawab suster dengan ramah: “Tentu bisa suster. Silakan masuk”.
Suster itu lalu mundur dari pintu dan membiarkan seorang pengungsi menampakkan dirinya. Dan biasanya pengungsi itu pasti diterima dalam rumah orang ini.
Iman dan cinta selalu berjalan seiring. Iman dan cinta bagaikan dua jalur rel kereta api. Di mana engkau menemukan yang satu, engkau akan menemukan yang lain juga. Iman dan cinta saling mengikat bagaikan tubuh dan jiwa. Berlatih untuk semakin mencintai membuat iman kita semakin kokoh.
Tetapi iman dan cinta juga perlu diuji. Permintaan wanita kepada Yesus agar menyembuhkan anaknya didasari oleh cinta yang besar kepada anaknya. Jawaban Yesus yang terkesan kasar, mengibaratkan wanita dengan anjing.
Anjing memang merupakan istilah kasar yang diucapkan orang Yahudi kepada orang non Yahudi karena anjing itu kotor dan najis karena bisa makan segala sesuatu termasuk daging babi yang haram bagi orang Yahudi.
Menariknya, kata “anjing” yang dimaksud oleh Yesus adalah anjing piaraan yang juga disayangi dan selalu dalam rumah tuannya (kunariois). Bukan anjing liar (kuon).
Wanita ini sadar bahwa dengan istilah ini Yesus memang bermaksud menguji iman wanita itu, bukannya menghina. Wanita itu paham bahwa Yesus membuka ruang bagi orang luar sepertinya sehingga dia berkata: “namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya” (Mat 1:28).
Kita mencatat bahwa tiga kali Yesus menolak wanita itu sebelum akhirnya mengabulkan permintaanya.
Orang yang mencintai akan selalu mempunyai kesabaran untuk mendapatkan apa yang dimohonkannya kepada Tuhan.
Kesabaran juga merupakan ujian iman, sejauh mana dia sanggup bertahan.
Akhirnya cinta wanita itu membuktikan imannya walau dia bukan bagian dari orang-orang pilihan. Cintanya meruntuhkan tembok pemisah antara orang Yahudi dan bukan Yahudi. Cinta dan iman mempersatukan.
Setiap orang beriman perlu meruntuhkan tembok pemisah yang seringkali dibangun karena perbedaan agama atau gereja.
Cinta merupakan cara terbaik untuk meruntuhkan tembok pemisah ini. Cinta merupakan saluran penghubung antara mereka yang berbeda keyakinan dan penghayatan imannya.
Sslam dari Wisma Sang Penebus, Nandan, Yogyakarta