- Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR
Sekelompok turis sedang di dalam lift naik ke puncak gedung tertinggi di dunia, Burj Khalifa di Dubai.
Tinggi gedung itu 828 meter dan terdiri atas 163 lantai. Di dalam lift seorang wanita bertanya kepada pendamping tour.
“Seandainya kabel lift ini putus, apakah kita akan jatuh ke bawah atau naik ke atas?” Pendamping tour itu dengan tenang sambil tersenyum menjawab: “Tergantung bagaimana hidup anda selama ini!”.
Pertanyaan wanita ini mungkin biasa-biasa saja atau berangkat dari ketidak-tahuan. Tapi jawaban pendamping tour ini luar biasa. Dia tidak lagi berbicara tentang hukum gravitasi alam; dari ketinggian pasti jatuh ke bawah dan mati. Tapi dia berbicara tentang hukum gravitasi rohani; jika mati anda akan kemana? Ke atas yang berarti surga atau ke bawah yang berarti neraka.
Kisah tentang sepuluh gadis dalam Injil hari ini (Mat 25:1-15), lima bodoh dan lima bijaksana, sebetulnya merupakan gambaran yang sangat jelas dan indah tentang bagaimana orang mempersiapkan diri menyambut “mempelai pria” yang bisa datang kapan saja. Mempelai disini adalah Yesus sendiri yang datang pada akhir zaman atau akhir hidup tiap orang.
Ketika tiba saatnya mempelai datang, yang bernilai bukan lagi minyak rohani yang bisa dipinjam atau diadakan secara mendadak, melainkan minyak rohani yang memang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Persiapan semacam ini datang kebiasaan yang merupakan latihan rutin. Inilah yang disebut disiplin rohani atau latihan rohani yang tertanam dalam kehidupan seseorang.
Minyak dalam Kitab Suci adalah lambang Roh Kudus. Bisa jadi kita telah bekerja keras dalam hidup tapi kita tidak bekerja di dalam Roh dan dengan Roh. Karena itu kita bisa kekurangan minyak rohani yang semestinya kita butuhkan yakni buah-buah Roh.
Bisa jadi kita rajin berdoa tapi kita kekurangan minyak kasih sayang dan penguasaan diri.
Bisa jadi kita merupakan orang yang sukses tapi kita kekurangan minyak sukacita dan kegembiraan karena menjadi pribadi yang selalu kuatir akan kegagalan.
Bisa jadi kita adalah orang yang pandai dan cerdas tapi kita kekurangan minyak kerendahan hati, kesabaran dan kelemahlembutan terutama ketika menghadapi mereka yang kurang pandai.
Bisa jadi kita mempunyai banyak pengikut, pengagum atau follower tapi kita kekurangan minyak persahabatan sejati dengan Kristus dimana kita adalah follower-Nya.
Bisa jadi kita mempunyai segala sesuatu untuk masa tua kita tapi kita tidak mempunyai minyak yang mampu menyalakan pelita iman kita untuk menyongsong Dia di penghujung hari hidup kita.
Doa Ignatius Loyola yang terkenal adalah doa para pengikut Yesus; “Tuhan, ajari aku untuk lebih mengenalmu, lebih mencintaimu, dan melayanimu dengan lebih setia dalam hidupku.’ (Latihan Rohani).
Kata “lebih” menunjukkan bahwa kehidupan rohani adalah sebuah proses pertumbuhan; orang tidak pernah bisa berhenti pada suatu titik dan mengatakan: sudah cukup! Dan lebih lagi: dia tidak boleh tertidur tetapi selalu berjaga.
Salam dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula-Sumba