Fri. Nov 22nd, 2024

Pater Kimy Ndelo CSsR, salam dari Biara Redemptoris-Hatsudai Tokyo, Jepang

Suatu ketika seorang guru Sekolah Minggu sedang menerima pendaftaran dua anak gadis baru ke Sekolah Minggu. Ketika dia bertanya kepada mereka berapa umur mereka, yang satu menjawab, “Kami berdua berumur tujuh tahun. Ulang tahunku tanggal 8 April dan ulang tahun adikku tanggal 20 April.”

Guru itu menjawab, “Itu tidak mungkin, nak”. Gadis yang satunya kemudian angkat bicara dan berkata, “Tidak, itu benar. Salah satu dari kami diadopsi.” “Oh,” kata pengawas itu. “Yang mana?” Kedua kakak beradik itu saling berpandangan, dan salah satu dari mereka berkata, “Kami menanyakan pertanyaan itu kepada ayah beberapa waktu yang lalu, namun dia hanya menatap kami dan mengatakan bahwa dia sama-sama mencintai kami berdua, sedemikian rupa sehingga dia tidak dapat mengingat siapa di antara kami yang diadopsi.”

Kasih yang begitu besar dari sang ayah membuatnya tak bisa membedakan mana anak kandung dan mana anak adopsi.

Kata-kata Yesus tentang kasih dalam Injil hari ini singkat dan padat. “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 15:12).

Ungkapan “seperti Aku” dalam bahasa Yunani bisa bermakna ganda. Pertama berarti mengasihi dengan “cara yang sama” seperti cara Kristus mengasihi kita. Kedua, mengasihi sesama karena Kristus telah mengasihi kita terlebih dahulu.

Yang satu berarti meniru Kristus dan yang lain berarti menjadikan Kristus sebagai alasan atau motivasi untuk mengasih sesama.

Kristus adalah parameter untuk mengukur atau menilai Kasih Kristiani. Ini jugalah yang bisa membedakan kasih orang Kristen dibandingkan orang lain.

Dengan demikian, kita tidak mau mengatakan bahwa di luar orang-orang Kristen tidak ada kasih. Kasih itu ada di mana-mana, dalam diri siapa saja. Bahkan bisa jadi, dalam praktiknya “orang luar” lebih mengasihi dengan cara Kristus walau tidak eksplisit mengatakannya.

Dalam hal kasih para pengikut Yesus pada zaman dulu mungkin menawarkan sesuatu yang baru kalau dilihat dari sudut pandang orang Yahudi. Kitab Taurat tidak menawarkan kasih yang universal atau kasih kepada seluruh umat manusia, kepada setiap pribadi. Kasih dalam versi mereka, kalaupun terjadi kepada orang bukan Yahudi, kasih itu harus timbal balik. Artinya, mengasihi sebagai balasan atas kasih orang lain.

Kasih versi Yesus menjadi baru karena ditujukan kepada siapa saja, bahkan kepada orang-orang yang tidak layak mendapatkan kasih itu. “Kasihilah musuhmu” adalah contoh versi baru ini.

Kasih versi Yesus ini tentu saja bukan hal yang gampang. Karena itu Yesus memerintahkan, bukan sekadar menyarankan atau menasihati. Kata-kata Yesus harus dimengerti sebagai berikut: Inilah perintahku yaitu “Kasihilah sesamamu manusia seperti Aku telah mengasihimu”. Perintah tidak untuk didiskusikan melainkan untuk dilaksanakan.

Pada zaman sekarang kasih yang sama juga ditawarkan bahkan dipraktikkan oleh orang lain. Kasih orang Kristen menjadi berbeda karena berlandaskan pada Kristus dan ditujukan kepada Kristus. Yesus adalah model kasih kita.

Bahkan untuk memudahkan kita, Yesus mengidentifikasikan dirinya dengan mereka yang harus dikasihi. “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25: 40).

Karena pilihan hidup Yesus adalah keselamatan yang universal, bagi semua manusia, maka kita bisa menemukan Yesus dalam diri siapa saja, bahkan dalam diri orang-orang bukan Kristen. Siapa pun layak untuk dikasihi. Bahkan kepada mereka yang belum mampu mengasihi, kasih ditunjukkan sehingga mereka belajar untuk mengasihi.

Jika kasih kita masih memerlukan syarat maka kasih ini bukanlah kasih Kristiani.

 

Related Post