Dalam eskalasi penindasan yang signifikan, pemerintah Nikaragua, yang dipimpin oleh Presiden Daniel Ortega dan Wakil Presiden Rosario Murillo, telah mencabut status hukum lebih dari 25 organisasi Katolik, yang menandai serangan lain terhadap masyarakat sipil dan kebebasan beragama di negara tersebut.
Penutupan tersebut, yang diumumkan pada tanggal 19 Agustus oleh Kementerian Dalam Negeri, merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk membubarkan organisasi nonpemerintah (LSM) di seluruh negeri, dengan pemerintah menargetkan 1.500 kelompok, termasuk ordo keagamaan, gereja Protestan, organisasi sipil, dan bahkan asosiasi budaya seperti Federasi Catur Nasional.
OSV News menjelaskan bahwa di antara lembaga Katolik yang menjadi sasaran adalah ordo keagamaan terkenal seperti Fransiskan, Karmelit, Agustinian, dan Trappis, serta cabang Caritas diosesan dan kelompok Katolik awam seperti Salesian Cooperators dan Yayasan Padre Pio.
Dampak penutupan ini sangat besar, terutama di wilayah tempat organisasi-organisasi ini menyediakan layanan penting bagi mereka yang paling rentan, termasuk makanan, pendidikan, dan dukungan spiritual.
Komunitas evangelis, yang sebelumnya dianggap kurang aktif secara politik, juga menghadapi penindasan yang parah. Media independen melaporkan bahwa lebih dari 420 organisasi Kristen, termasuk gereja evangelis, telah kehilangan status hukum mereka. Penargetan kelompok-kelompok ini menggarisbawahi keinginan rezim Ortega untuk menekan sumber pengaruh atau dukungan independen apa pun di negara tersebut, dengan kontrol negara bahkan meluas hingga ke kegiatan amal.
Pembenaran pemerintah atas penutupan ini berpusat pada tuduhan kesalahan pelaporan keuangan, dengan Kementerian Dalam Negeri mengklaim bahwa LSM yang terkena dampak telah gagal menyerahkan laporan keuangan yang tepat untuk jangka waktu mulai dari satu hingga 35 tahun.
Namun, para kritikus berpendapat bahwa ini hanyalah dalih untuk menyita aset organisasi-organisasi ini dan membungkam segala bentuk perbedaan pendapat atau kegiatan independen.
Gereja Katolik di Nikaragua telah berada di bawah tekanan yang meningkat sejak tahun 2018, ketika protes yang meluas terhadap pemerintahan Ortega disambut dengan penindasan yang brutal. Para imam, uskup, dan kaum awam telah dimata-matai, dilecehkan, dan diasingkan.
Martha Patricia Molina, seorang pengacara yang diasingkan yang mendokumentasikan penganiayaan terhadap Gereja, melaporkan bahwa hampir 250 imam telah dipaksa meninggalkan negara itu sejak tahun 2018, dengan kerugian yang signifikan di keuskupan-keuskupan seperti Matagalpa, Estelí, dan Siuna.
Penutupan organisasi-organisasi Katolik merupakan pengingat yang jelas tentang penindasan yang lebih luas terhadap kehidupan beragama di Nikaragua, di mana umat beriman semakin terisolasi dan peran Gereja dalam masyarakat secara sistematis dibongkar oleh rezim yang tidak menoleransi pertentangan. (Aleteia)