Wed. Oct 16th, 2024

Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR

Sebuah legenda tentang Abraham, bapak orang beriman. Abraham punya kebiasaan saat sarapan. Dia tidak akan menyentuh makanannya sampai ada seseorang yang lapar datang menemuinya dan dengannya dia berbagi makanan itu.

Suatu ketika seorang pria tua datang dan seperti biasanya Abraham mengundang dia untuk sarapan bersama. Akan tetapi, ketika orang itu berdoa memberkati makanan dengan cara kafir, Abraham terkejut dan marah lalu mengusir orang itu pergi dari rumahnya. Seketika itu juga terdengar suara Yahwe: “Abraham, Abraham! Aku telah memberi makan orang kafir ini setiap hari selama 80 tahun. Tidak bisakah engkau TOLERAN dengan dia sekali saja?”

Yosua ditegur oleh Musa karena tidak menerima kenyataan bahwa ada orang yang mendapat karunia dari Allah walau tak masuk dalam hitungan. (Bil 11:25-29). Para murid juga diperingatkan oleh Yesus karena mereka mau melarang orang menggunakan nama Yesus untuk membuat mukjizat karena dia bukan murid Yesus. (Mrk 9:38-43). Sikap-sikap macam ini sebetulnya dilandasi oleh iri hati atau kecemburuan; mengapa dia dan bukan saya?

Roh bertiup kemana Ia mau pergi. Allah memilih memberi karunia kepada siapa yang diinginkannya. Tak ada orang yang bisa membatasi kehendak dan kekuasaan Allah. Allah adalah sumber segala kebaikan dan kebaikan bisa ditemukan pada siapa saja dan dimana saja karena diciptakan oleh Allah yang Esa. Berkat Allah bukan monopoli sekelompok orang tertentu.

Karena itu toleransi merupakan keniscayaan dalam hidup bersama. Setiap pribadi mempunyai cara sendiri, keyakinan dan pilihan sendiri, keputusan dan juga iman sendiri. Orang hanya bisa hidup bersama jika ada semangat toleransi.

Toleransi perlu dilandasi sikap rendah hati. Jika tidak maka yang ada hanya keangkuhan atau kesombongan. Karena biasanya dari sinilah lahir konflik dan permusuhan tiada henti, bahkan oleh orang mengakui Allah yang sama.

Toleransi bukan sekedar MEMBIARKAN orang melakukan apa yang dia mau. Toleransi berarti membuka mata terhadap karya Allah yang jauh lebih luas dari sebuah agama atau sebuah dogma.

Toleransi membuat kita terbuka terhadap kelebihan orang lain. Toleransi juga mengajar kita untuk mengenal keterbatasan kita. Toleransi pada akhirnya merupakan pengakuan akan kebesaran dan keagungan Allah.

Orang yang sungguh beriman akan bersukacita melihat karya Allah terlaksana, tak peduli melalui siapa dan dengan cara apa. Toleransi melahirkan sukacita persaudaraan melampaui batas dan sekat buatan manusia.

Yesus berkata, “Barangsiapa tidak melawan kita, Ia ada di pihak kita”. Sesederhana itu bagaimana memandang ORANG LAIN.*

Related Post