Thu. Nov 21st, 2024
Dari kiri: juara 1 (Wilayah Yohanes Pemandi), Juara 2 (Wilayah Bunda Teresa), Juara 3 (Wilayah Agnes)

BEKASI-Untuk memeriahkan dan merayakan Hari Pangan Sedunia (HPS), Wanita Paroki Gereja Santa Clara, Paroki Bekasi Utara menyelenggarakan ”Lomba Menghias Gunungan Hasil Bumi” pada 26 Oktober 2024 di Basement.

Lomba yang mengangkat tema Menghargai Pangan Lokal, Memartabatkan Petani dan Nelayan tersebut diikuti oleh 13 peserta dari 13 wilayah. Peserta terdiri dari 5 orang pria dan wanita.

Dalam lomba yang berdurasi 90 menit (ditambah waktu 3 menit untuk presentasi), peserta wajib menggunakan bahan lomba berupa sayur atau buah-buahan hasil bumi. Peserta harus memenuhi kriteria penilaian hasil kreasi, yakni kesesuaian dengan, keserasian warna, keragaman isi, kreativitas seni, keseluruhan penampilan dari hasil kreasi dan memperlihatkan kerjasama tim, Peserta mempresentasikan atau mendeskripsikan gunungan yang mereka hasilkan.

Pengurus “Wanita Paroki” Santa Clara , penggagas lomba.

Yang menarik, panitia menentukan maksimal biaya yang dikeluarkan peserta untuk keperluan lomba, yakni sebesar 200 ribu rupiah, yang dibuktikan dengan nota belanja.

Untuk lomba tersebut, peserta dilarang menggunakan bahan dari tripleks, plastik atau strereoform. Untuk merangkai, peserta tidak boleh menggunakan streples atau tali plastik. Yang diizinkan adalah  tusuk sate, tusuk gigi, tali kasur atau benang jahit.

Keluar sebagai juara adalah Wilayah Yohanes Pemandi (Juara 1), Wilayah Bunda Teresa (Juara 2) dan Juara 3 adalah Wilayah Agnes.

Kardinal Suharyo: Hal-hal Kecil dan Sederhana

Menyambut Hari Pangan Sedunia tahun 2024 Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo mengeluarkan Surat Gembala. Dalam Surat Gembala ini, Kardinal, antara lain mengajak umat Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) peduli kepada para petani.  “Kita dapat mulai dari hal-hal kecil dan sederhana di dalam keluarga kita masing-masing, di dalam komunitas, di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja kita,” kata Kardinal.

Setelah menjunjukkan aneka data yang memprihatinkan seputar kanyataan hidup para petani dan nelayan, Uskup asal Bantul, Yogyakarta ini secara oratoris mengajukan pertanyaan: ”Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk menghargai saudari-saudara kita petani yang kebanyakan tinggal jauh dari kita?”

Kata Uskup, ”Kita dapat mulai dari hal-hal kecil dan sederhana di dalam keluarga kita masing-masing, di dalam komunitas, di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja kita.”

Pakar Kitab Suci Perjanjian Baru itu lalu menunjukkan beberapa hal yang bisa dilakukan, yakni  Pertama, penyadaran pentingnya menghargai makanan. Ini dapat dilakukan di dalam keluarga, sekolah, kegiatan pendidikan iman anak dan remaja, pertemuan lingkungan, paroki, kelompok-kelompok kategorial, warga lingkungan tempat tinggal, dan kita perlu terus-menerus mempromosikan keanekaraman makanan lokal yang sehat, tidak membuang makanan, berbagi makanan berlebih dengan saudari-saudara yang lapar, tidak menimbun makanan di rumah, dan lain-lain.

”Kita dapat mempromosikan kebiasaan-kebiasaan dan praktik-praktik baik dalam menghargai makanan dan petani misalnya lewat lomba membuat konten media sosial dan mempublikasikannya,” jelasnya,

Kedua, mengembangkan ketahanan dapur keluarga dengan menanam tanaman pangan seperti sayur-sayuran, buah-buahan, bawang, cabai, di pekarangan rumah, dengan pot-pot atau inovasi pertanian perkotaan lainnya. Inisiatif-inisiatif seperti ini bukan hanya memberikan keuntungan ekonomis dan kesehatan tetapi juga berkontribusi untuk perawatan lingkungan.

Ketiga, membantu pengembangan pemberdayaan para petani, peternak dan nelayan berupa pemberian bantuan peralatan usaha, inovasi teknologi pertanian, pemasaran yang adil dan lain- lain. (tD/)

Related Post