Oleh Emanuel Dapa Loka, Penyair kambuhan
Pada bening jiwa, Bung Karno, kami kini berkaca
Pada hati dan luas cakrawala pandangmu, Syahrir, kami ingin berenang
Pada nyaring pekikmu, Bu Tomo, kami sendengkan telinga
Pada sayat biola dan lirik magismu, WR Supratman, kami membaca Indonesia
Inilah Indonesia Raya waris raga dan jiwamu, para pemilik jiwa berkilau
Inilah Indonesia Raya tempat kaki kami kini berpijak, dan kaki anak-anak dan dari anak-anak kami bertumpuh
Inilah Indonesia Raya waris yang tidak pernah berkhianat
Inilah Indonesia Raya yang menyusui kami dengan manja dari payudara yang selalu setia mencurahkan murni susu dan madunya
Inilah Indonesia Raya yang karena jiwa teramat murnimu, para ksatria, dalam segala kegenitan kami bermanja dan cumbui setiap hari
Inilah Indonesia Raya, bumi khatulistiwa warismu yang membuat Bung Karno menantang “ini dadaku, mana dadamu!
Inilah Indonesia Raya tempat kami tinggal dan nantinya meninggal
Namun, Ksatriaku!
Coba sejenak pandang Indonesia kita hari ini
Tajam matamu melihat dari sana, bukan?
Betapa kami lekas bersalin pikir dan rasa lalu cepat-cepat membalik badan…
Peka telingamu mendengar dari sana, bukan?
Betapa kami berpekik-pekik memuja hal-hal antah berantah, dan tak tahu diri hendak mencampakkan kalian?
Tajam hidungmu menghirup bau busuk mulut kami, bukan?
Mulut, pikir dan hati kami acapkali berteriak bagai orang mabuk mencaci mencela?
Bersama kepak sayap rajawali warisan Sang Guru Agung, yang mengajari kami tentang kesetiaan suci muci
Dengan tajam pena dan jiwa, juga nurani bening, kami berdiri tegak melawan, membela di sini
Kami akan memacu dan memicu pelatuk cinta kami, cinta warismu bagi Republik Tumpah Darah ini.
Kami akan tegap berdiri,
agar esok dan pada jutaan esok tak terhitung berikut, Indonesia tetaplah Indonesia
Ya, Indonesia yang tetap hangat memeluk anak-anaknya. Merdeka!