Oleh Pater Kimy Ndelo CSsR, ditulis dalam penerbangan Bali-Singapore-Heneda/Tokyo
Bunda Teresa senang bercerita tentang seorang pengemis yang dijumpainya suatu hari. Pengemis itu berkata: “Bunda Teresa, setiap orang memberi kepadamu. Aku juga ingin memberi kepadamu. Hari ini saya hanya mendapat 15 rupee (30 sen). Aku ingin memberikan ini semua kepadamu”.
Bunda Teresa terpana. Dalam hati dia berkata: “Jika aku menerima pemberiannya, dia tidak akan makan malam ini.
Tapi jika aku menolak pemberiannya, itu akan melukai perasaannya”. Bunda Teresa lalu mengulurkan tangannya dan mengambil pemberian pengemis ini.
Dan lihatlah betapa wajah pengemis ini dipenuhi kegembiraan yang luar biasa. “Aku belum pernah melihat wajah sukacita seperti ini”, katanya. Sekalipun dia pengemis, dia bangga pernah memberi kepada Bunda Teresa.
Bacaan Kitab Suci hari ini berkisah tentang janda miskin yang memberi dari kekurangan.
Janda pertama seorang non-Yahudi, dari suku Siro-Fenesia. Dia tinggal di daerah Sidon, tepatnya di Sarfat. Dia ditemui oleh nabi Elia yang meminta makanan pada saat kelaparan hebat sedang melanda wilayah itu.
Dari segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli, harta terakhir yang dimilikinya bersama anak tunggalnya, dibuatnyalah sepotong roti untuk nabi Elia.
Keikhlasannya memberi dan keyakinannya akan kata-kata nabi Elia mendatangkan mukjizat: tepung dalam tempayan dan minyak dalam buli-buli tidak habis sampai masa kelaparan berlalu ( 1 Raj 17:16).
Allah mengganjar orang yang memberi dengan tulus dari kekurangan namun percaya bahwa Allah akan menunjukkan cinta kepadanya.
Kisah kedua tentang persembahan seorang janda miskin yang dipuji oleh Yesus (Mark 12:41-44).
Kisah ini adalah kontras dari kisah sebelumnya dimana Yesus mengkritik para tokoh agama, yakni Ahli Taurat yang menunjukkan kesombongan dan kemunafikan: memakai jubah panjang, duduk di tempat terhormat dan berdoa panjang-panjang.
Seorang janda tanpa anak mengalami tragedi ganda. Dalam kemiskinannya dia tidak mempunyai harapan akan masa depannya. Di masa tua hidupnya akan sepenuhnya tergantung pada belaskasihan orang.
Akan tetapi hal ini tidak membuatnya kehilangan ketaatan akan kewajinan keagamaan untuk beramal, tidak mengurangi kerelaannya untuk berbagi dan keyakinan akan kasih Allah.
Duit dua peser, yang merupakan harta satu-satunya, tetap diberikan sebagai persembahan.
Kepada siapa uang persembahan ini? Menjadi Ahli Taurat pada masa itu bukan pekerjaan profesional yang digaji.
Kebanyakan dari mereka justru miskin. Uang hasil persembahan ini biasanya dipakai untuk kepentingan peribadatan, pemeliharaan Bait Allah dan menghidupi para Ahli Taurat ini.
Janda ini dipuji oleh Yesus, bukan terutama karena kemiskinannya, tapi karena ketaatan, kesalehannya, dan keikhlasan memberikan semua yang dia punyai, termasuk jaminan masa depannya.
Dengan kata lain, dia memberikan dirinya secara total dalam tangan Tuhan. Seolah-olah dia berkata: seluruh yang kumiliki sudah kuserahkan, sekarang hidupku hanya tergantung pada Tuhan.
Di sisi lain kita melihat ada nilai baru dari persembahan janda miskin ini dalam konteks misi Yesus.
Yesus sedang membangun keluarga umat Allah yang saling melayani, saling menutupi kekurangan, yang hidup berbagi satu sama lain.
Ketika janda miskin ini memberikan apa yang dia miliki secara total, hidupnya sekarang bergantung pada komunitas barunya, komunitas kristiani.
Keluarga Kerajaan Allah atau keluarga kristiani, yaknu gereja, tidak pertama-tama dibangun oleh Yesus untuk masuk surga tapi untuk mewujudkan surga di bumi dengan cara saling berbagi.
Tidak ada orang yang begitu miskin sampai tidak bisa memberikan apa-apa kepada orang lain. Tapi juga tidak ada orang yang begitu kaya sampai tidak membutuhkan pemberian orang lain.
Selalu ada saat dimana orang mempunyai sesuatu dan selalu ada saat dimana orang kekurangan sesuatu.
Biasanya kita menilai orang dari apa yang dia miliki. Yesus menilai orang dari apa yang dia berikan dan maksud di balik pemberian ini.
****
Seorang anak kecil usia 6 tahun pertama kali ikut misa. Ketika tiba di rumah neneknya bertanya: “Bagaimana pengalamanmu hari ini, dek?”.
Anak ini jawab: “Saya rasa oke. Tapi nampaknya tidak adil bahwa Pastor melakukan semua pekerjaan di atas altar. Kemudian beberapa orang datang dan mengambil semua uang dari umat yang hadir”.