Oleh Kimy Ndelo, CSsR, Salam dari Pastoran Aloysius Gonzaga Cijantung, Jakarta
Ketika Santo Fransiskus Asisi sedang bekerja di kebun menggembur tamannya, suatu hari seorang filsuf, temannya, menghampiri dan bertanya, “Apa yang akan anda lakukan jika anda tahu bahwa sebelum matahari terbenam, anda akan mati?”.
Santo Fransiskus merenung sejenak lalu berkata, “Aku akan tetap menyelesaikan pekerjaan menggembur tamanku ini. Aku akan tetap setia pada apa yang aku lakukan saat ini”.
Kisah Injil Markus 13:28-32 berbicara tentang masa depan atau Parousia. Masa depan itu disebut kedatangan Kristus untuk kedua kalinya.
Bagi orang Kristen zaman modern, gambaran semacam ini mungkin terasa asing. Tapi bagi orang Kristen awal dengan latar belakang Yahudi, gambaran ini justru sangat hidup.
Kalau berbicara tentang kedatangan Yesus, ada tiga konsep yang bisa direnungkan. Pertama, kedatangan Yesus yang pertama, dari lahir sampai mati dan bangkit, sebagaimana kita baca dalam Kitab Suci khususnya Injil-Injil.
Kedua, kedatangan Yesus yang kedua, yakni pada akhir zaman, dengan tanda-tanda seperti digambarkan dalam Injil Markus 13:28-32 tersebut. Ketiga, kedatangan Yesus dalam hidup harian tiap orang.
Kedatangan ini bisa bersifat final bagi orang tersebut, yakni kematian pribadi, tapi juga Yesus sengaja menghadirkan diri atau menunjukkan diri-Nya dengan tujuan tertentu.
Misalnya mengajak orang bertobat, mengajar orang berbuat baik, mengingatkan orang akan siapa diri-Nya, melindungi dan memberkati orang yang membutuhkan.
Baik kedatangan kedua pada akhir zaman maupun kedatangan Yesus tiap hari, sifatnya sama: tak diketahui kapan saatnya tiba. Karena itu kita diminta waspada dan berjaga-jaga. Dengan kata lain tidak tenggelam dalam zona nyaman atau comfort zone.
Bagi orang benar, atau yang hidupnya sesuai dengan imannya, apalagi menghadapi penganiayaan karena imannya, saat itulah yang ditunggu-tunggu. Di saat mereka menderita, kedatangan Kristus untuk membebaskan mereka dari penderitaan adalah saat yang paling diharapkan.
“Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya” (Markus 13:26). Kata-kata Yesus ini merupakan hiburan sekaligus harapan bagi para murid-Nya.
Bagi orang benar dan bijak, selalu ada kerinduan untuk berjumpa dengan Yesus. Yesus menjadi pengharapan dalam situasi apa saja. Yesus menjadi “Dia yang selalu dinanti-nantikan” atau “Maranatha”.
Kerinduan itu diwujudkan dalam perbuatan baik dan cinta kasih setiap saat. Kerinduan tidak membuat orang menjadi pasif dan berhenti kreatif, tetapi justru menjadi semakin aktif sambil menunggu saat itu tiba. Hidup ini ibarat “Isi waktu bernilai” saat menunggu datangnya Yesus.
Kedatangan Yesus dalam hidup setiap orang beriman dan perjumpaan dengan-Nya bukan untuk mengakhiri hidup yang lama, tetapi justru mentransformasi atau mengubah hidup yang dengan wujud yang baru, baik yang bersifat kekal maupun dalam bentuk pertobatan. Maka, jangan takut menanti dan berjumpa dengan Yesus.
Dietrich Boenhoeffer pernah ditanya seorang pengkritiknya, “Mengapa engkau memperlihatkan dirimu sedemikian rupa? Yesus akan kembali kapan saja dan semua pekerjaan dan penderitaanmu jadi tak berarti apa-apa.”
Boenhoeffer menjawab, “Jika Yesus datang kembali besok, maka besok saya akan berhenti dari pekerjaanku. Tetapi hari ini saya harus meneruskan perjuangan sampai selesai”.