Ketika hendak memutuskan untuk melakukan Uji Toksisitas terhadap produk Tolak Angin pada tahun 2003, Irwan Hidayat, pemilik PT Industri Jamu dan Farmasi Sidomuncul Tbk dilanda kegalauan tingkat tinggi. Pertanyaan yang menghunjamnya: ”Bagaimana jika ternyata hasil uji menunjukkan Tolak Angin toksik atau mengandung racun yang membahayakan kesehatan konsumen?”
Kalau terbukti toksik, tentu akan sangat membahayakan secara bisnis. Maklum, 50 persen pendapatan Sidomuncul berasal dari Tolak Angin. Irwan pun berpikir keras dan menimbang sana-sini.
Sebenarnya, di tengah kegalauan itu, Irwan masih menyimpan keyakinan bahwa Tolak Angin aman sebab dari pengalaman empiris selama itu, tidak ada keluhan dari masyarakat. Meski begitu, Irwan tetap saja masih galau.
Dalam situasi itu, Irwan mengingat, pada suatu hari Minggu ketika ke gereja, dia mendengar disampaikan ”Surat Gembala” Mgr. Albertus Soegijapranoto SJ yang ternyata juga galau ketika pada masa perjuangan kemerdekaan dihadapkan pada pilihan sulit: ”Memilih Republik atau Belanda”.
Pada kesempatan lain, Irwan membaca Memoar Soegija. Dikatakan di sana, Uskup Soegija memilih republik karena mengikuti bisikan suara hatinya. ”Dalam keadaan sulit itu, saya mengikuti suara hati kecil saya,” kata sang Uskup.
”Mengingat cerita ini, saya juga berusaha menggunakan hati nurani, dan tetap melakukan uji toksisitas. Yang paling mendasar pada posisi ini adalah hati, bukan akal. Yesus yang saya imani juga mengatakan: Cintailah Tuhan Allahmu dengan sepenuh akal budimu,” ungkap Irwan.
Dia akhirnya Irwan sangat bersyukur. Tolak Angin lolos uji toksisitas. Bahkan dinyatakan aman dikonsumsi, walau selama 212 bulan secara terus menerus.
”Waktu itu, kalau ternyata toksik, saya akan lakukan reformulasi. Daripada toksik dan diminum banyak orang. Puji Tuhan, Tolak Angin dinyatakan lolos. Tidak akan ada kerusakan lambung, jantung, lever akibat konsumsi Tolak Angin,” ungkap Irwan penuh syukur. (tD/EDL)