Oleh Pater Kimy Ndelo CSsR, Salam dari udara antara Bali dan Perth, Australia
Maria mengunjungi Elisabeth saudarinya setelah menerima kabar sukacita. Kedua sepupu itu bertemu dan saling menyapa, saling memberi salam. Keduanya sedang mengandung kehidupan baru.
Paus Benediktus XVI mengatakan bahwa kunjungan Maria ini bukan sekadar kunjungan biasa. Ini adalah sebuah prosesi ekaristi yang pertama, karena di dalam rahimnya Maria membawa Yesus. Maria membawa tabernakel hidup.
Karena itu Elisabeth menjadi orang pertama yang melakukan adorasi Ekaristi dan membagikannya dalam ucapan berkat.
“Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (Luk 2:42).
Bagi banyak umat Katolik, rangkaian kata-kata ini paling akrab karena mereka merupakan bagian inti doa Salam Maria. Elizabeth tidak hanya mengucapkan kata-kata ini; sebaliknya, teks mengatakan bahwa dia “meneriakkan kata-kata itu dengan suara nyaring.”
Cara Elizabeth ini bisa disebut sebuah gaya kenabian karena menafsirkan peristiwa ini sekaligus meramalkan sesuatu. Dengan merendahkan diri di hadapan Maria, dia mengungkapkan identitas tersembunyi Maria dan bayi yang dibawanya. Menurutnya, Maria adalah pribadi yang penuh berkat
Maria diberkati baik karena imannya maupun karena melahirkan seorang anak laki-laki yang kelak dikenal dengan gelar “Kristus”, Sang Immanuel.
Dengan demikian, Maria menjadi orang beriman sejati, teladan iman dan yang pertama di antara murid-murid Putranya.
Maria terberkati juga karena mau melayani sepupunya Elizabeth pada saat dia membutuhkan, sebuah pemberiannya yang sempurna, penuh kasih, dan pengorbanan untuk Elizabeth.
Akan tetapi berkat ini juga mengandung paradoks.
William Barclay, seorang ahli Kitab Suci, berkomentar bahwa berkat memberikan kepada seseorang sukacita terbesar sekaligus tugas terbesar di dunia. Kegembiraan sekaligus kepahitan.
Paradoks terbesar ini ada pada diri dan pengalaman hidup Maria. Maria dianugerahi berkat dan hak istimewa sebagai ibu dari Putra Allah. Namun berkat itu menjadi pedang yang akan menembus jiwanya: suatu hari dia akan melihat Putranya tergantung di kayu salib.
Jadi, dipilih oleh Tuhan seringkali bermakna ganda: merupakan mahkota sukacita dan sekaligus salib dukacita.
Tuhan tidak memilih kita untuk kehidupan yang mudah dan nyaman, tetapi untuk Dia menggunakan kita, dengan persetujuan yang bebas dan penuh kasih, untuk tujuan-Nya.
Ketika Joana dari Ars tahu bahwa waktunya singkat, dia berdoa, “Tuhan, aku hanya akan bertahan setahun; gunakan aku semampu-Mu.”
Ketika kita menyadari tujuan Tuhan dalam hidup kita, kekuatiran, ketakutan dan kesedihan akan hilang dengan sendirinya.
Berdoa mohon berkat dalam wujud apa saja, bisa berarti sekaligus memohon salib. Semakin banyak berkat diberi kepada kita, semakin banyak kita dimintai oleh Tuhan. Berkat mengandaikan sebuah tanggungjawab.
Bila kita memohon dan tidak dikabulkan, sangat mungkin bukan karena Tuhan tidak suka dengan kita, tetapi bisa jadi karena Tuhan menganggap kita tidak sanggup memikul tanggungjawab di balik berkat itu. *