Sun. Jan 5th, 2025

Cisca Angesti: Lumba-lumba Saja Bisa Ngitung, Masa Anak Saya Tidak Bisa?

Cisca dan anaknya Audrey berfoto bersama Kardinal Suharyo (EDL)

Sejak umur dua tahun anak saya Audrey Angesti terdiagnosa mengidap autis. Yang membuat kami shock, dia divonis incapable of learning anything atau sama sekali tidak punya kemampuan belajar. Waktu itu dia tidak menyahut kalau dipanggil karena dia tidak tahu namanya.  Disuruh pegang barang saja, dia tidak bisa.

Atas kenyataan ini kami terpuruk atau bergumul, mungkin lima bulan. Saya kemudian percaya bahwa Tuhan tak mungkin tinggalin kami. Saya lalu bergumam: lumba-lumba di Ancol bisa diajar ngitung, ini anak saya manusia, Tuhan yang ciptakan, pasti bisa lebih daripada lumba-lumba. Begitu saya tanamkan keyakinan Sejak itu kami bangkit. Kami tidak mencari penyebabnya, tapi fokus ”Bagaimana ke depannya”.

Sebelumnya, kami benar-benar shock, depresi. Saya stress sampai saya tidak bisa tidur selama lima bulan. Bayangkan! Audry anak pertama kami. Pada 20-an tahun lalu itu, hampir tidak ada orang di Indonesia yang tahu soal autisme.

Dokter yang tahu juga hampir tidak ada. Informasi terapi pun sangat terbatas sehingga kami rasanya mengalami kegelapan. Beberapa orang malah bilang: tunggu saja, nanti kalau sudah besar juga bisa bicara.

Nggak apa-apa, kata mereka sebab secara fisk, penampilan Audry tidak apa-apa. Orang bilang, anak saya seperti boneka, lucu. Ternyata saat berinteraksi, atau berkomunikasi, sangat bermasalah.

Cisca dan Audrey anaknya.

Ternyata ini masuk jenis autisme yang baru muncul saat anak berumur dua tahun. Ditengarai beberapa kemungkinan: karena vaksin, keracunan, salah makanan dan macam-macam. Banyak teorinya, sampai hari ini belum ada penyebab yang definitif.

Jadi daripada berlama-lama mencari penyebab yang juga belum jelas, solusinya kami fokus pada apa yang harus kami lakukan. Puji Tuhan akhirnya ketemu orang-orang yang yang punya positive thinking yang mau mendukung.

Setelah perjuangan panjang, akhirnya, satu-satu dipatahkan. Kami melihat ini sebagai tantangan. Ada 16 area tantangan. Banyak kekurangan seperti masalah tulang belakang, pandangan, pendengaran.

Jadi ini ibarat kalau komputer, soft ware-nya. Ini operating sistem-nya yang rusak atau mati, perlu diperbaiki.

Kami mencari terapi ke mana-mana. Puluhan tempat. Kebanyakan kami ke Singapura. Walau keuangan kami tidak memadai, Tuhan selalu menyiapkan tepat pada waktunya. Diiringi doa dan harapan, walau perlahan dan hanya sedikit-sedikit, mulai ada perubahan.

Efektifnya mulai 3 atau 4 tahun Audry mulai bicara satu kata, mulai bisa megang sesuatu. Dia baru bisa makan nasi putih pada umur 6 tahun. Sebenarnya, gigi ada, mulut gak masalah, tapi fungsinya bermasalah. Sebelumnya, semua makanan harus dibleder.

Sedikit-sedikit perkembangannya, namun  kami syukuri. Dan kami yakini, Tuhan yang menciptakan, gak mungkin salah menciptakan. Prinsip kami, Tuhan gak pernah salah. Kitalah yang salah jalan dan belum mengerti mau Tuhan. Jadi cari lagi, coba lagi.

Saya tertolong untuk bangkit saat ikut Seminar Hidup Dalam Roh atau SHDR. Saya juga lakukan konseling pastoral, ikut KEP. Ikut macam-macam, jadi lebih religius. Ini semua dalam rangka mencari.

Yang terbaru kita mengadakan seminar berjudul ”Apa Sih Maunya Tuhan” bersama Romo Josep Susanto Pr. Ini untuk membangun pemahaman tentang ”Bagaimana mengubah bencana menjadi berkat”. Menggeser sudut pandang ini yang berat awalnya. Tapi setelah dijalani, ya lebih enak begini, lebih ringan.

Bagaimana penemuan bakat melukis Audrey sampai bisa pameran sampai ke luar negeri? Saya berani katakan, penemuan bakatnya, mukjizat juga.

Dulu, jangankan melukis, megang pencil saja tidak bisa. Tapi pelan-pelan dia mulai coret-coret di dinding. Kami amati, lalu kasih kertas, crayon lalu ketemu mentor yang mau latih.

Pada umur 6 tahun bisa pegang pensil dan setahun kemudian mulai lukis. Sekali lagi, semua berubah atau berjalan perlahan. Sekarang ini, kalau lagi mood, dia bisa selesaikan satu lukisan dalam waktu 6 sampai 8 jam.

Saya lalu takjub pada Tuhan, padahal semula saya marah dan menggerutu. Bayangkan, saya minta supaya Audrey bisa menulis, dikasih sampai bisa melukis. Saya minta supaya bisa Audrey omong, dikasih bisa menyanyi. Saya minta bisa berjalan, bisa berenang, dance. Tuhan kasih jauh dari yang pernah saya pikirkan. Saya berusaha open mind saja. Saya tunggu saja apa perkembangan berikutnya.

Puji Tuhan! Sampai hari ini, sejak 2010, Audrey sudah pameran 52 kali di dalam dan luar negeri. Dua di antaranya di London (2022) dan Hongkong (2012). Sudah banyak pula orang atau tokoh yang membeli dan mengoleksi lukisan-lukisan Audrey.

Saat ini, saya syukuri semua yang terjadi, dan tetap percaya bahwa Tuhan tidak pernah salah!

 

 

 

Related Post