Sat. Feb 22nd, 2025
Retret Kepala Daerah di Magelang. (Foto: Detik.com)

Oleh Febry Silaban, Seorang Munsyi dan Mantan Pimbina Retret di Biara Kamerino, Nagahuta, Pematangsiantar (2009-2010)

Baru-baru ini, istilah “retret” menjadi populer setelah Presiden Prabowo Subianto mengadakan retret Kabinet pada tahun lalu dan kini retret kepala daerah di Akademi Militer (Akmil) Magelang.

Prabowo menyatakan bahwa kegiatan retret ini penting untuk membangun sinergi di antara para pejabat yang baru dilantik sehingga dapat bekerja dengan harmonis dan berfokus pada kepentingan rakyat.

Yang sedikit menggelitik, bukankah selama ini istilah kegiatan “retret” itu dikenal hanya eksklusif digunakan dalam lingkungan Katolik? Atau memang kini kata “retret” sudah meluas dan dipakai juga oleh masyarakat umum non-Katolik?

Bahkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun menyatakan bahwa kata “retret” berkaitan dengan kegiatan agama Katolik atau Kekristenan. Di KBBI, retret diartikan sebagai menarik diri sejenak dari rutinitas untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.

Kata retret berakar dari bahasa Latin, re-trahere, yang artinya “menyeret ke belakang” atau ”menarik kembali”.

Retret adalah sarana berefleksi, berdoa, atau bermeditasi. Berdiam diri. Berdialog dengan Tuhan dan diri sendiri. Suatu pengalaman doa yang intensif, suatu pertemuan dengan Tuhan. Suatu keinginan “to be alone with God”, kesediaan untuk mendengarkan apa yang Tuhan ingin katakan kepada Anda dan tentang Anda, sekarang di sini.

Tradisi religius ini bertujuan membina dan meningkatkan iman dalam diri setiap umat.

Kegiatan rohani yang mirip dengan retret adalah rekoleksi. Rekoleksi juga merupakan bentuk pembinaan iman yang diberikan kepada umat (Katolik).

Pada dasarnya, rekoleksi sama dengan retret, kecuali durasi penyelenggaraannya. Jika retret dilaksanakan dalam waktu dua hingga tiga hari, rekoleksi dilakukan dalam waktu beberapa jam saja.

Sementara dalam retret kabinet dan kepala daerah ini banyak diisi dengan kegiatan mendengar ceramah, latihan fisik ala militer, baris berbaris, dll.

Kalau merujuk pada makna asli yang dipaparkan di atas, tentu tidak tepat juga istilah retret dipakai. Maknanya jauh sekali. Ada salah kaprah. Atau, jangan-jangan mulai ada peyorasi makna?

Selain itu, dalam hal penulisan, sayangnya, beberapa media masih menyebut istilah tersebut dengan kurang tepat, masih suka nginggris dengan menuliskan “retreat“.

Lebih lucu lagi, banyak orang melafalkan kata itu dengan “ret-ret”.

Seharusnya istilah yang benar dalam bahasa Indonesia adalah RETRET. Cara baca yang benar: “re-tret”.

Tradisi religius ini sebenarnya telah dilakukan oleh Yesus beserta murid-murid-Nya. Cukup sering Yesus mengajak dan bersama murid-murid-Nya meninggalkan keramaian dengan tugas dan pelayanan mereka dan mengasingkan diri atau pergi ke tempat tersendiri dan sunyi.

Di tempat ini mereka berdoa, menyanyikan pujian-pujian, dan bercakap-cakap tentang hidup dan pelayanan mereka selanjutnya (lihat Mat 6:31; Mrk 3:7 dan 13; 4:1; 6:46-47; 9:2; dan 14:32).

Saya jadi teringat pernah cukup lama menjadi pembina dan pembimbing retret bagi siswa-siswi (SMA St. Thomas 1,2,3 Medan; SMP dan SMA St. Maria Medan, SMA Budi Murni Medan, SMA Budi Mulia Pematangsiantar, SMA Bintang Timur Pematangsiantar, SMA BTB Balige, SMA-SMA dari Kabanjahe, Saribudolok, Pakkat, Samosir, dan banyak lagi yang gak saya ingat), ibu-ibu WKRI, anak muda OMK, etc.

Salah satu sesi yang paling diingat siswa adalah “acara tangis-tangisan” pada malam hari, ketika meratapi dosa dan kesalahan diri, serta berniat untuk bertobat. Hehe…

Related Post