
Oleh Emanuel Dapa Loka
Fransiskus, Pausku
Setelah melintasi 32.485 malam,
kini ragamu berangsur letih,
pneumonia mencengkeram paru-parumu yang tinggal sebelah,
namun pneumonia yang sama
tak kuasa mengerangkeng jiwa dan cintamu
Cintamu tetap bungah pada dunia yang ingar-bingar
namun sepi akan cinta
sebab Ukraina porang-poranda,
Yaman berantakan,
Lebanon menangis,
California menyala nan berasap pekat,
Papua berdarah,
NTT merana,
dan sebagainya dan sebagainya
Kini dari dipanmu yang sarat doa dari seluruh penjuru mata angin,
engkau pun tetap memandang Ukraina,
menangisi Gaza
menyendengkan telinga
pada dunia yang kemarau cinta di musim penghujan,
dan mungkin juga menyorotkan mata pada Indonesia
yang sedang dilanda efisiensi yang kian terasa inefisien
Jejak langkah ziarahmu di negeri ini, Papa masih hangat
Cintamu masih bungah
Bahkan memekarkan cinta manusia senegeri khatulistiwa ini
Tangan kirimu yang padanya melingkar jam karet casio
dan nangkring di jendela “Kepala Kijang Innova Zenix”,
masih menari-nari di pelupuk mata
memperlihatkan pada dunia
bahwa kesederhanaan yang engkau peluk
dalam kaul kemiskinan itu
indah dan penuh pesona
Ya, kesederhanaan yang bermahkota cinta warisan Sang Kristus,
Guru Agungmu, dan Fransiskus Asisi, Si Poverello itu
Dari Indonesia kami mengirim doa untuk menemanimu
dalam melawan, atau malah memeluk pneumonia
pada paru-parumu yang tinggal sebelah sejak belia itu.
Kami mencintaimu,
Papa – Peregrinans Spei
– Sang Peziarah Harapan