
Selama bertahun-tahun tubuhnya didera sakit kanker. Namun Suster Cecilia tidak mengeluh. Sebaliknya, dia justru tersenyum dan melihat sakit yang ia deria sebagai jalan pemurnian iman dan cintanya keepada Tuhan.
Saat proses beatifikasi dan kanonisasi secara resmi dimulai untuk Suster Cecilia María de la Santa Faz, hidupnya terus menginspirasi melalui kesaksian sederhana namun mendalam dari mereka yang paling mengenalnya.
Di antara mereka adalah pamannya, Monsignor Marcelo Sánchez Sorondo, seorang pejabat Vatikan yang disegani, yang baru-baru ini berbagi refleksi yang menyentuh hati tentang kehidupan keponakannya, panggilannya, dan warisan abadi.
“Dia adalah wanita yang luar biasa,” kata Sánchez Sorondo dalam sebuah wawancara dengan AIRE, yang menggambarkan kedalaman dampak spiritual Suster Cecilia dalam satu kalimat. Kata-katanya sekarang menyertai pengakuan resmi atas kesucian hidupnya, saat Keuskupan Agung Santa Fe membuka penyelidikan keuskupan atas kebajikannya — sebuah langkah kunci dalam proses kanonisasi.
Kehidupan yang penuh sukacita
Lahir di Argentina, Cecilia María Sánchez Sorondo tumbuh dalam keluarga yang memupuk imannya sekaligus mendorong pertumbuhan intelektual dan pribadinya. “Bahkan saat masih gadis muda, dia menunjukkan tanda-tanda iman yang dalam,” kenang pamannya.
Panggilan hidupnya tidak terburu-buru; panggilan itu diuji, disempurnakan, dan diteguhkan melalui bimbingan keluarga dan pertimbangan pribadi.
Neneknya, yang menyadari panggilan Cecilia sejak dini, mendorongnya untuk mengeksplorasi kehidupan religius dengan serius, bahkan mengirimnya ke Eropa untuk mengunjungi biara-biara Karmelit yang bersejarah, termasuk yang ada di Ávila, jantung reformasi St. Teresa dari Ávila.
Namun, sebelum memasuki biara Karmelit di Santa Fe, dia menghormati permintaan ayahnya untuk menyelesaikan pendidikannya, menjadi seorang perawat — sebuah pilihan yang mencerminkan hatinya yang penuh kasih dan kesiapannya untuk melayani.
“Dia bisa saja memilih kehidupan yang lain,” kata Sánchez Sorondo dalam wawancara tersebut. “Dia menawan, cantik, terpelajar, dan memiliki banyak koneksi. Namun, ia memilih jalan ini — kehidupan yang penuh sukacita dan kesederhanaan yang didedikasikan sepenuhnya kepada Tuhan.”
Harapan di tengah penderitaan
Yang membedakan Suster Cecilia María bukan hanya panggilannya, tetapi juga cara ia menjalaninya, terutama selama tahun-tahun terakhirnya yang ditandai oleh penyakit.
Didiagnosis menderita kanker, ia menghadapi penderitaannya bukan dengan kepasrahan, tetapi dengan penerimaan yang cemerlang yang sangat menyentuh hati orang-orang di sekitarnya.
“Tuhan mengizinkan penyakit ini sebagai ujian untuk pemurniannya,” kata pamannya kepada AIRE. “Ia menerimanya sebagai cara untuk menyatukan dirinya dengan sengsara Kristus. Dalam tulisan-tulisannya, ia bahkan bersyukur kepada Tuhan atas pemurnian ini.”
Penyakitnya, secara paradoks, menjadi bukti kehidupan. Meskipun sakit fisik, wajahnya menunjukkan sukacita batin yang tidak dapat diredupkan.
“Yang paling membuat orang terkesan adalah ekspresinya — cantik, penuh kedamaian dan sukacita, bahkan dalam penderitaan. Anda dapat melihat hubungannya dengan Tuhan bersinar melaluinya,” Sánchez Sorondo berbagi.
Kegembiraan yang berseri-seri ini membuatnya mendapat julukan penuh kasih sayang “la Carmelita de la sonrisa” (Karmelit yang Tersenyum) karena banyak orang mulai mencari doanya, tertarik oleh keaslian kesaksiannya.
Suster Cecilia María de la Santa Faz meninggal dunia pada tanggal 23 Juni 2016, pada usia 42 tahun.
Hubungan pribadi dengan Paus Fransiskus
Salah satu momen paling mengharukan dalam bulan-bulan terakhir Suster Cecilia María adalah panggilan telepon pribadi dari Paus Fransiskus. “Ketika Cecilia sudah berjuang melawan penyakitnya, Paus meneleponnya,” cerita pamannya.
“Beliau menyuruhnya untuk memiliki keberanian dan mempersembahkan penderitaannya dalam persatuan dengan sengsara Kristus. Kata-katanya sangat menghibur, penuh dengan kedalaman spiritual.”
Sikap ini tidak hanya menghibur Suster Cecilia tetapi juga meneguhkan kesucian hidupnya yang tenang dan tersembunyi — kehidupan yang telah menyentuh hati jauh di luar tembok biara Karmelitnya.
Jalan menuju beatifikasi
Pada tanggal 16 Januari 2025, Uskup Agung Sergio Fenoy dari Santa Fe secara resmi membuka proses beatifikasi dan kanonisasi Suster Cecilia María.
Sesi pertama investigasi keuskupan diadakan pada tanggal 23 Februari di Biara Karmelit Tak Berkasut St. Joseph dan St. Teresa, menandai dimulainya proses mendalam yang akan meneliti kehidupan, tulisan-tulisannya, dan dampak kesaksiannya terhadap mereka yang mengenalnya.
Sánchez Sorondo menyampaikan rasa terima kasihnya atas kepemimpinan Uskup Agung, dengan mengatakan, “Saya sangat berterima kasih atas keberaniannya dalam memajukan tujuan ini. Saya yakin Paus Fransiskus akan senang, seperti halnya dengan tujuan Argentina lainnya, seperti Mama Antula dan Kardinal Pironio.” (Aleteia.org)