
Sepanjang tahun liturgi Gereja Katolik, imam mengenakan beberapa busana dengan warna yang berbeda. Warna-warna tersebut tidak sembarangan, tetapi mencerminkan makna yang lebih dalam yang dimaksudkan untuk mengarahkan kita pada tema spiritual tertentu.
Sejak zaman dahulu, setiap kali seorang imam merayakan kurban Misa, ia akan mengenakan pakaian seperti ponco besar yang disebut casula (kasula) yang menutupi pakaian sehari-harinya.
Busana ini berkembang dari pakaian petani Romawi biasa, yang mengenakan ponco besar untuk melindunginya dari cuaca.
Pada abad ke-8, kasula diperuntukkan bagi para imam dan beberapa abad kemudian warna-warna tertentu mulai digunakan.
Awalnya, putih adalah satu-satunya warna liturgi. Pada abad ke-4, berbagai warna mulai ditambahkan. Baru pada abad ke-12, warna-warna yang ada saat ini ditetapkan.
Warna-warna tersebut dikembangkan untuk menonjolkan kebenaran spiritual yang berbeda menurut hari dalam kalender Gereja.
Dengan demikian, ketika seseorang menghadiri Misa, mereka dapat segera mengenali warna tersebut dan mengaitkannya dengan musim atau hari yang sedang dirayakan.
Hal ini menuntun umat untuk lebih memahami iman dan memperkuat pelajaran rohani apa pun yang perlu diajarkan.
Warna liturgi
Berikut ini adalah daftar warna dasar tahun liturgi, serta beberapa warna tambahan yang digunakan dalam sejarah Gereja.
Putih melambangkan kekudusan, kemurnian, kebersihan, dan kebenaran. Putih dikenakan selama musim-musim penuh sukacita Paskah dan Natal.
Warna putih juga digunakan pada hari-hari raya Tuhan kita yang tidak terkait dengan Sengsara dan kematian Tuhan Yesus, hari-hari raya Perawan Maria yang Terberkati, dan pada hari-hari raya para malaikat dan orang-orang kudus yang tidak menumpahkan darah mereka demi iman Kristen.
Merah adalah warna darah dan melambangkan cinta, api, gairah, dan darah pengorbanan. Merah dikenakan pada Minggu Palma, Jumat Agung, hari apa pun yang terkait dengan Sengsara Yesus, pada Pentakosta, dan pada hari-hari raya mereka yang mati demi iman (para martir).
Hijau adalah warna yang diasosiasikan dengan musim semi dan digunakan untuk melambangkan kehidupan baru, regenerasi, dan harapan. Sekarang, warna ini menjadi warna masa Biasa, sementara kaum Ortodoks menggunakannya selama Pentakosta.
Ungu melambangkan penebusan dosa dan kesedihan atas dosa. Warna ini dikenakan selama masa Adven dan Prapaskah, serta berbagai kesempatan lain yang terkait dengan penebusan dosa atau perbaikan.
Hitam adalah warna yang secara tradisional melambangkan kematian dan dapat dikenakan pada Misa pemakaman atau Hari Raya Arwah.
Merah muda adalah warna yang gemilang dengan sukacita, dikenakan hanya pada dua hari dalam tahun liturgi Gereja.
Merah muda dikenakan pada Minggu Ketiga Adven dan Minggu Keempat Prapaskah. Busana berwarna merah muda menandakan berakhirnya masa penitensi dan mengumumkan perayaan Natal atau Paskah yang akan datang.
Busana emas terkadang dikenakan pada Misa yang menandai hari perayaan khusus. Ini bisa terjadi pada Paskah, Natal, atau hari lain yang sangat khidmat. Biasanya, warna ini menggantikan warna putih dalam spektrum liturgi.
Beberapa Busana Lain dalam Sejarah Gereja
Perak mirip dengan emas karena merupakan versi yang lebih khidmat dari putih.
Busana biru (yang berarti warna dominannya adalah biru) dikenakan untuk menghormati Perawan Maria yang Terberkati dan hanya diizinkan di tempat-tempat tertentu.
Secara historis, Gereja juga telah memilih corak yang berbeda dari setiap warna untuk hari raya yang berbeda.
Di gereja-gereja Bizantium dan Ortodoks, mereka mengikuti teks kuno yang membagi semua warna menjadi warna umum, gelap, dan cerah. Hal ini memungkinkan adanya variasi yang besar di antara berbagai ritus di Timur.
Segala sesuatu memiliki tujuan dalam liturgi dan dirancang untuk menuntun umat ke dalam hubungan yang lebih dalam dengan Kristus. (Aleteia)
