Pagi yang Berisik
Pagi yang berisik berpantulan di gelas kaca tanpa irama
Ketika seseorang yang hening diri dalam hingar-bingar
Memutar mata lelah pada dunia yang berselimut debu
Dan membenamkan wajah hitam pada kopi yang cerah
“Aku belajar puluhan tahun untuk mengasah hidupku
Memeras keringat dan menyeka air mata bahkan darah
Menjadi kesepian di tengah ramainya jutaan percakapan
Menjadi kesedihan di belakang senyum lebar dan sapa.”
Pagi memang berisik dan menjadi jarum jam yang tajam
Yang digerakkan dengan rasa waswas bercampur cemas
Sementara anak-anak menghapal jejak kaki setinggi langit
Dan orang dewasa mencari air dan nyawa di tanah bumi
“Di pagi hari lembar kehidupan digenggam oleh misteri
Jadi ku ingin mata yang cermin cahaya dan udara fajar
Ku ingin hati yang membuka pintu cinta dan jendela jiwa
Dan kelak ku ingin ketenangan menjadi teman abadi.”
Siang yang Bolong
Siang yang bolong menerka-nerka wujud di lubang jiwa
Yang telah hilang dan kini hampa bersarang di sana
“Mungkin cinta dan rindu seperti cahaya dan kehidupan
Di mana keduanya adalah sepasang mata pada dunia.”
Siang yang bolong mengusap tetes airmata di surat cinta
Yang mana dengan membacanya saja sudah berkeringat
“Mungkin kata-kata dan makna tidak selalu beriringan
Seperti kejujuran yang bersembunyi di bawah lidah.”
Siang yang bolong mendengar nyanyian dan doa-doa
Ketika pesta dirayakan dengan warna dan rona terang
“Seperti bumi menyihir angin menjadi aliran napas
Untuk menyulap sekujur tubuh dengan batin segar.”
Siang yang bolong menemukan tujuan di peta dunia
Ketika untuk sejenak Tuhan hadir dengan harum hati
“Telah kucari dalam panas hati di jiwa yang dingin
Hingga aku terbakar amarah rindu di aroma cita-cita.”
Sore yang Teduh
Sore yang teduh sedang berlindung di bawah daun
Pohon yang tumbuh lebat dengan kilat matahari
Berbuah manis madu dan juga subur
Sepoi-sepoi senja bernyanyi di tanah basah
“Wahai, cahaya emas yang menjadi zirahku
Aku kini telah menjadi ksatria berhati sejuk
Wahai, angin sejuk yang menjadi hatiku
Aku kini telah memiliki batin berzirah emas.”
Sore yang teduh merasa terlindungi
Oleh kehangatan dan nyanyian
Lambat laun senja pun mulai menipis
Tapi sore yang teduh berusaha menepis
“Senja! Jari-jemariku tak bisa mencapaimu!
Aku akan mengingat emasmu yang menguning
Sementara aku ikut menghitam bersama dikau
Sebab semua keindahan mesti berakhir fana.”
Malam yang Pulas
Malam yang pulas, malam yang sunyi
Aku fana tapi berdoa dengan abadi
Ketika airmata membasahi suara jiwa
Dan rumah ibadah menampung luka
Ada harum dupa, ada aku yang lupa
Pada setiap senyum yang mekar
Dari masa-masa yang ikut membisu
Tiba-tiba aku menjadi patung waktu
Tidurlah, menggenggam suara kami
Jadilah harum bersama gema batin
Meski seluruh badan sudah padam
Tapi telinga masih mendengar doa
Selamat malam dan sampai jumpa lagi
Ketika kau bangun mengenakan cahaya
Keluar dari kenangan paling dirindukan
Dan kau sudah pergi bersayap impian
(2021, 2023)