Simply da Flores, Harmony Institute
Tifa ditabuh bergemuruh
iringi Loro Sae tebar cahaya
Denting Sasando menyayat bergema
antar ombak gelombang air mata
Riuh gong gendang seruling
belai terik padang savana
hanya angin berembus sepoi
saksikan diam batu karang
“Mengapa tak ada tarian?
Dimanakah penari Bumi Flobamora?”
Satu, sepuluh, seratus peti
setiap tahun datangi Flobamora
Peti mati para pekerja
yang berjuang mengadu nasib
yang terjang gelombang merantau
yang pecahkan batu karang
demi sesuap nasi nasibnya
Namun pulang dalam bisu jenazah
diterima derai air mata diam
Karena memang tak tahu ke mana
untuk pergi mengatakan apa
untuk temui sosok siapa
yang suarakan fakta kematian
para pejuang kehidupan itu
Musik misteri duka lara
memang tidak ada penari
di bumi Flobamora tercinta
Karena penarinya sudah pergi jauh
dibawa ke negeri seberang sana
berpesta di diskotik dan cafe
nikmati rupiah, ringgit, dollar
dari jaringan perdagangan orang
dengan kata luhur santun
“Membantu menyalurkan tenega kerja,
menolong mengentaskan kemiskinan
dan kata manis lainnya”
Musik air mata duka
lagu lara derita nestapa
terus berkumandang di Flobamora
iringi fakta nasib pekerja
yang setiap tahun jadi korban
pergi merantau meraih nasib
pulang bisu dalam peti
jadi jenazah tanpa suara
Entah sampai kapan
kisah duka lara ini bertepi
cerita tragis kemanusiaan ini usai
hilang dari Bumi Flobamora