Mon. Nov 25th, 2024

                        Oleh Imelda Vitrisia Lede, Mahasiswa Prodi Pendidikan Keagamaan Katolik, Universitas Katolik Weetebula, Sumba-NTT

 Berkomunikasi pada dasarnya merupakan aktivitas umum yang dilakukan oleh manusia, karena dengan berkomunikasi kita bisa mengenal orang lain dan dapat menjalin relasi dengan orang lain.

Melalui komunikasi orang mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaannya. Dalam konteks keluarga berbicara adalah komunikasi timbal-balik antara orang tua dan anak-anak dengan tujuan menumbuhkan kasih sayang, kerjasama, dan saling percaya.

Model komunikasi yang positif yang ditanamkan dalam keluarga menjadi modal dasar bagi anak-anak dalam membangun relasi dan komunikasi dengan orang lain.  Sebaliknya, model komunikasi yang negatif yang terjadi dalam keluarga akan menentukan kualitas komunikasi anak-anak dalam relasi mereka dengan orang lain.

Berbagai persoalan yang terjadi dalam keluarga seringkali diakibatkan oleh kualitas berkomunikasi yang buruk. Kasus perceraian, pertengkaran, kekerasn fisik, rendahnya penghargaan anak terhadap orang tua, penggunaan kata-kata kasar dan sebagainya merupakan salah satu akibat dari komunikasi yang tidak menggunakan hati.

Komunikasi dari hati ke hati menjadi sesuatu yang amat penting untuk ditumbuhkan dalam keluarga-keluarga, terutama di era teknologi komunikasi yang perkembangannya tidak bisa dibendung.

Jangan ada hp di antara kita (ilustrasi)

Handphone dan Keluarga

Penggunaan teknologi komunikasi seperti handphone (HP) membuat manusia menjadi lebih mudah untuk berkomunikasi dengan orang lain meskipun dengan jarak yang jauh. Meskipun demikian, perkembangan alat komunikasi seperti handphone juga memberi pengaruh negatif pada kehidupan manusia.

Pengaruh negatif dari handphone adalah orang-orang lebih sibuk dengan diri sendiri, tidak peduli dengan keberadaan sesama di sekitar, kurang memperhatikan keadaan lingkungan, dan bahkan dapat membuat orang menjadi pribadi yang antisosial. Begitupun dalam keluarga, hadirnya alat komunikasi seperti handphone dapat memberikan pengaruh negatif bagi anggota keluarga dalam berkomunikasi antaranggota keluarga.

Dalam konteks keluaraga, keberadaan dan penggunaan alat komunikasi seperti handphone (HP) telah menimbulkan kerenggangan komunikasi antaranggota keluarga. Orang tua sibuk dengan handphone dan anak-anak mereka pun berada dalam kesibukan yang sama, yakni sibuk dengan handphone. Bahkan, banyak orang tua yang beranggapan bahwa handphone adalah “pengasuh” yang baik untuk anak-anak mereka.

Ketika anak bermain game orang tua merasa lebih aman dan leluasa untuk bekerja atau bersantai, tanpa mengetahui apa yang ditonton oleh anak mereka di handphone. Anak-anak pun kadang merasa tidak membutuhkan kehadiran orang tua mereka karena apa yang menyenangkan dan menghibur mereka ditemukan dalam alat komunikasi seperti handphone

Sementara itu, orang tua terlalu sibuk dengan urusan pribadi atau pekerjaan sehingga mereka kurang peduli akan dampak pengunaan handphone terhadap perkembangan anak. Anak yang kecanduan bermain game akan cenderung menikmati berbagai fitur atau aplikasi yang seharusnya tidak boleh ditonton.

Akibatnya, anak cenderung acuh tak acuh, kurang peduli, cenderung memaksakan kehendaknya, tidak jujur, masa bodoh. Demikian pula, sikap dan perilaku orang tua yang terlalu keras terhadap anak serta sikap orang tua yang acuh tak acuh terhadap anak membuat anak selalu merasa tidak diperhatikan dan tidak dicintai yang pada akhirnya membuat komunikasi antaranggota keluarga menjadi renggang.

Perlu Komunikasi Hati

Dalam situasi seperti ini, komunikasi dari hati ke hati sangat dibutuhkan dalam keluarga. Komunikasi dari hati ke hati akan menumbuhkan komunikasi yang ramah antaranggota keluarga.

Komunikasi dari hati ke hati dalam konteks keluarga sebenarnya adalah suatu sikap dimana seseorang menyampaikan isi hati dan perasaannya secara leluasa dengan sesama anggota keluarga.

Komunikasi seperti ini biasanya disebut “dialog”. Dalam dialog ini anggota keluarga dapat saling mengungkapkan isi hati dan perasaannya atas dasar kepercayaan, penerimaan dan sikap saling mendengarkan sehingga tercipta komunikasi yang ramah dalam keluarga. Komunikasi yang ramah akan menciptakan suasana yang menyejukan hati dan keterbukaan, sehingga segala persoalan dapat diatasi dengan baik.

Dalam upaya untuk menumbuhkan dan menyuburkan komunikasi dari hati ke hati dalam keluarga, ada beberapa cara dapat dipraktikkan.

Pertama, para anggota keluarga perlu meluangkan waktu untuk saling berkomunikasi dan membiarkan setiap anggota keluarga untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan pengalamannya setelah beraktivitas seharian.

Dalam kesempatan tersebut anggota keluarga dapat saling menceritakan pengalaman yang mereka alami seharian sehingga terjalin komunikasi tatap muka dimana anggota keluarga saling memandang dan saling mendengarkan. Berkomunikasi secara langsung jauh lebih bermakna dan mendalam bagi anggota keluarga daripada berkomunikasi dengan jarak yang jauh.

Kedua, orang tua mendampingi anak dalam mengunakan alat komunikasi, seperti handphone. Orang tua harus senantiasa mendampingi anak-anak pada saat mereka mengunakan handphone dan memilih video atau tayangan yang bersifat edukatif. Pendampingan orang tua akan membuat anak merasa selalu diperhatikan.

Ketiga, keterbukaan antaranggota keluarga. Keterbukan antaranggota akan membuat komunikasi dalam keluarga menjadi harmonis dimana anak akan selalu menceritakan pengalamannya kepada orang tuanya dan orang tua harus mampu mendengarkan apa yang diceritakan oleh anak-anak. Dalam suasana yang demikian, anak-anak merasa diperhatikan dan dicintai oleh orang tua mereka.

Sekolah Hati

Komunikasi yang ramah dalam keluarga akan tercipta apabila dalam keluarga ada keterbukaan, cinta kasih, kejujuran, keikhlasan, dan kepedulian. Dengan kata lain, komunikasi yang ramah bersumber dari hati dan bergerak dari hati ke hati.

Santo Fransiskus de Sales mengatakan bahwa di dalam hati dan melalui hati terjadi proses yang intens, hati-hati, dan menyatukan, yang di dalam proses ini kita datang untuk mengenal Tuhan.

Kata-kata dari Santo Fransiskus de Sales memberikan satu penekanan kepada kita bahwa hatilah yang memegang peranan yang sangat penting dalam proses berkomunikasi. Dalam upaya menumbuhkan dan mengembangkan budaya berbicara dengan hati, keluarga merupakan ruang pertama dan utama untuk berkomunikasi dari hati ke hati.

Dengan demikian, keluarga menjadi “sekolah hati” pertama yang membentuk pribadi-pribadi yang tidak hanya dapat berbicara dengan baik, melainkan lebih dari itu dapat mencintai secara baik.

Related Post