Oleh GF Didinong Say, Analis Sosial Politik dari NTT, tinggal di Jakarta
Dalam acara resepsi pelantikan penjabat Gubernur NTT di Jakarta, Selasa 5 September 2023, Luhut Binsar Panjaitan secara khusus datang dan menandaskan dukungannya bagi Ayodhia Kalake, penjabat gubernur NTT untuk masa transisi selama satu tahun (2023 – 2024).
Tanpa tedeng aling- aling, Kalake mantan diplomat, diaspora Flobamora di Bandung turunan Terong Lamahala Adonara ini di-endorse dan disebut profesional kelas satu oleh LBP dan siap bertugas di Kupang.
Mission Kalake
Ada beberapa tugas spesifik ad hoc bagi Kalake di NTT yang disebutkan LPB. Menko Marinvest ini juga siap memberikan dukungan sepenuhnya bagi Kalake.
Beberapa saat ke depan, perayaan Hari Maritim Nasional dengan kehadiran Jokowi akan dipusatkan di Kupang NTT.
LBP menyebutkan bahwa fokus prioritas Kalake yang juga tetap akan merangkap sebagai Sesmenko di kementerian yang dipimpinnya itu, di antaranya adalah segera bereskan soal garam, sapi (cattle), stunting, audit, dan lain lain.
Tentu saja, tugas tersebut bukanlah tugas yang ringan dalam waktu yang relatif singkat. Namun keyakinan LBP tersebut bisa cukup feasible bila diingat kapasitasnya dalam menuntaskan pandemi Covid-19 lalu.
Kalake sebelumnya secara elegan politely di dalam acara resepsi yang diawali dengan doa secara Islam tersebut mengajak seluruh stakeholder NTT untuk bersatu, sinergis dan kolaboratif.
Target Kalake adalah berupaya menyejajarkan NTT dengan wilayah lain di Indonesia. Ini target realistis daripada klaim untuk mampu bersaing dengan Australia atau New Zealand
Kritik dan Koreksi
LBP dalam acara tersebut di atas menegaskan bahwa menjadi pemimpin yang berhasil itu harus bebas dari conflict of interest, tidak berbisnis untuk menumpuk kekayaan pribadi, mampu bekerja dalam teamwork, tidak perlu anti kritik, jangan bermain one man show dan seterusnya. Publik NTT cukup paham ke mana arah kritik LBP ini diarahkan.
Ada pernyataan cukup keras sempat dilontarkan pula oleh LBP. Bila dalam upaya pembenahan NTT oleh Kalake, termasuk rencana audit, ada pihak yang berani macam-macam, “hajar saja”, tidak ada yang kebal hukum. Lapor saya.
Mencermati ucapan LBP ini, kami teringat pada sebuah rumor 5 tahun lalu. Alm. FLR itu setelah selesai menjabat sebagai gubernur NTT praktis luput dari tanggungjawab hukum yang sempat dijalaninya karena sakit yang dideritanya.
Entah bagaimana dengan nasib VBL yang juga pernah diisukan harus mempertanggungjawabkan sejumlah masalah yang belum jelas juntrungannya di NTT. Apakah ada kaitannya dengan tahun politik?
Desentralisasi Demokratis
Ketika tahu-tahu Kalake dinominasikan sebagai penjabat gubernur siap lantik, publik NTT sempat mempertanyakan latar belakang diskresi kebijakan Pempus tersebut.
Wajar bila masyarakat dengan karakteristik sosiologis seperti NTT kaget dengan kebijakan tersebut. Bagaimanapun dalam era demokratis ini, setiap langkah desentralisasi selalu perlu dialogis dengan aspirasi bottom up. Penunjukan Kalake cukup mengesankan lemahnya barganing power NTT di hadapan Jakarta.
Lagipula problem akut NTT itu tidak hanya sekadar yang disebutkan LBP sebagai prioritas tugas Kalake.
Namun, kekagetan tersebut tentu akan cepat diabaikan bila Kalake ternyata dapat segera menunjukkan performa mumpuni terkait bonum communae bagi masyarakat NTT. Selamat bekerja, Kalake!