Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, dari Pulau Sumba, Indonesia Selatan
Ada sebuah kisah menarik di tik tok. Seorang pria, tidak diketahui siapa nama dan wajahnya. Hanya suaranya yang kedengaran. Peristiwa ini terjadi di Las Vegas, Amerika Serikat. Dia masuk ke sebuah restoran dan memperhatikan seorang pelayan wanita. Dari wajahnya terlihat dia sedang memiliki masalah.
Pada saat membawa pesanan ke mejanya, pria itu bertanya apakah boleh berbincang sebentar sambil direkam dengan video kamera. Wanita itu mengiyakan.
Dari tanya jawab diketahui wanita itu belum lama ditinggal pergi suaminya dan dia sendiri harus menghidupi ketiga anaknya.
Pria itu menawarkan semacam permainan game tanya jawab yang sangat mudah dan setiap kali menjawab benar wanita itu mendapat 100 dollar.
Pertama kali wanita itu menolak uang itu. Katanya, ”Ini terlalu banyak untuk pertanyaan yang sangat mudah.” Tapi pria itu meyakinkan wanita tersebut. Kata pria itu, dia memiliki banyak uang dan senang berbagi. Akhirnya wanita itu terus menjawab benar sampai mendapat 1.700 dollar.
Wanita itu masih tak percaya, tapi pria itu menegaskan bahwa itu bukan tipuan. Itu hanya cara dia berbagi sebagai orang Kristen.
Pada bagian akhir wanita ini disuruh memilih, uang sebanyak 1.700 dollar atau amplop tertutup yang tidak diketahui isinya. Dia berpikir sebentar.
Pria itu mengatakan, ini ibarat perjudian. Anda sudah memiliki 1.700 di tangan dan bisa pulang dengan senang hati atau anda melepaskan 1.700 dan memilih amplop yang bisa berarti anda rugi.
Wanita itu memilih amplop. “Kalau pun pilihan saya salah, saya tidak merasa rugi karena uang ini pun bukan milik saya”.
Akhirnya dia mengambil amplop dan membuat tanda salib sebelum membukanya. Begitu dibuka, isinya ternyata jauh lebih banyak: 10.000 dollar. (Kira-kira senilai 140 juta rupiah).
Rasa syukurnya tak terhingga sampai dia beberapa kali bertanya apakah ini nyata.
Akhirnya wanita itu berkata, “Terimakasih untuk semua kebaikan yang tak terhingga dan terimakasih telah membuatku percaya bahwa kemurahan hati terhadap sesama ternyata masih ada”.
Pekerja Kebun Anggur
Yesus mengisahkan perumpamaan tentang pekerja di kebun anggur. (Mat 20:1-16a). Kisah ini lebih tepat diberi judul “Pemilik Kebun Anggur Yang Murah Hati”.
Ini adalah perumpamaan paling kontroversial yang dikisahkan Yesus. Ini juga menimbulkan perdebatan panas tentang arti kemurahan hati yang sangat tidak biasa bahkan dianggap tidak adil.
Bagaimana mungkin disebut adil membayar dengan upah yang sama kepada pekerja yang jumlah jam kerjanya berbeda? Bagaimana mungkin upah pekerja dari pagi sama dengan upah pekerja yang mulai pada sore hari?
Perasaan kita tentang “keadilan” atau “fair” bisa sungguh terganggu.
Dalam kasus lain yang berkaitan dengan dosa, sebetulnya hal yang sama juga terjadi. Orang yang melakukan dosa berat dan orang yang melakukan dosa ringan bisa sama-sama diampuni dan mendapatkan rasa kebebasan yang sama.
Kunci dari ini semua adalah cinta Allah yang tak terbatas. Ketika Allah menunjukkan cinta-Nya kepada manusia, maka bukan perbuatan manusia yang diperhitungkan melainkan kebutuhan manusia.
Ketika Allah memberikan sesuatu, pasti Allah yakin bahwa orang itu membutuhkannya. Dan kebutuhannya dicukupi tanpa merugikan orang lain.
“Tuhan itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya”. (Mazmur 145:17)
Pemilik kebun anggur, yakni Allah sendiri, tahu bahwa para pekerja di kebun anggur butuh satu dinar untuk bisa memberi makan keluarganya dalam sehari.
Kurang dari jumlah itu maka akan ada anggota keluarga yang kelaparan. Allah melihat kebutuhan itu dan dengan kehendak bebas dan kasih-Nya, Allah memberikan apa yang dibutuhkan. Sesederhana itu.
Menjadi masalah ketika pekerja pertama melihat apa yang diterima oleh pekerja kemudian. Seharusnya yang terjadi adalah pekerja yang diberi upah satu dinar sehari, menerima upahnya dan bersyukur atas apa yang diperolehnya. Adil dan benar sesuai perjanjian. Tidak kurang tidak lebih sesuai kesepakatan.
Hidup itu sendiri adalah sebuah anugerah atau hadiah yang cuma-cuma. Tak ada alasan kita menuntut hak untuk hidup di dunia. Karena itu juga segala yang kita dapatkan sesungguhnya bukan karena kerja kita melainkan karena Tuhan menganggap kita membutuhkan dan diberikan sesuai kebutuhan kita.
Setiap orang diberikan karunia sesuai kriteria Tuhan, bukan menurut standar kita. Bersyukur atas apa yang diperoleh adalah cara paling bijak dan pantas.
Mengeluh atas apa yang orang lain dapatkan hanya akan membuat hidup kita selalu dipenuhi kekecewaan.
Salam dan doa dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba, NTT