Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR
Perayaan hari ini biasa disebut Kamis Putih. Istilah “Kamis Putih” rupanya berasal dari tradisi Belanda dengan istilah “Witte Donderdag”. Dalam liturgi Romawi dikenal dengan istilah “Feria Quinta in Cena Domini”.
Istilah Kamis Putih ini merujuk pada pakaian putih yang dikenakan imam dan petugas liturgi lainnya sebagai simbol kemuliaan dan kesucian.
Perayaan hari ini dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama “Holy Thursday” (Kamis Suci) atau “Maundy Thursday” (Kamis Perintah). Istilah “maundy”datang dari bahasa Latin yang berarti “perintah”. Ini mengingatkan akan perintah baru Yesus untuk mengasihi satu sama lain.
Perintah KASIH adalah jantung dari perayaan ini. Kasih tentunya bukan hal baru dalam hidup manusia. Entah diucapkan atau dipraktikkan, kasih sudah menjadi hakekat hidup manusia, bahkan dalam taraf tertentu hewan sekalipun mempunyai rasa kasih.
Perintah kasih menjadi baru karena yang menjadi ukuran kasih adalah Yesus sendiri: “Sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pun kamu harus saling mengasihi” (Yoh 13: 34). Caranya seperti apa?
Pertama, dengan membasuh kaki para murid-Nya. Membasuh kaki adalah simbol pelayanan seorang hamba kepada tuannya, murid kepada gurunya. Tetapi jika yang membasuh kaki adalah guru kepada muridnya, maka itu adalah simbol kasih yang tak berkesudahan; rasa cinta yang tak pernah mati.
Kedua, dengan memberikan diri-Nya sebagai makanan dan minuman rohani dalam rupa roti dan anggur. “Ambillah, inilah tubuh-Ku….inilah darah-Ku” (Mrk 14: 22-25). Pemberian diri ini tak ada duanya. Ini adalah pemberian yang paling tinggi yang bisa dibuat manusia. Pemberian diri ini menjadi lebih tinggi nilainya karena dibuat oleh pribadi Yesus, Allah sekaligus manusia.
Apa yang dibuat Yesus ini adalah sebuah transformasi Paskah Yahudi yang berupa pengorbanan anak domba dan sajian roti tak beragi sebagai kenangan akan saat pembebasan dari perbudakan di Mesir. Kurban ini yang lingkupnya terbatas pada orang Israel, sekarang menjadi tak terbatas. Kurban baru diri Yesus mendatangkan pembebasan dari dosa dan kematian bagi seluruh umat manusia.
Tradisi inilah yang diteruskan oleh para murid, khususnya Paulus (1 Kor 11:23), sebagai “peringatan akan Yesus” (1 Kor 11:25). Setiap kali kita merayakan ekaristi dengan layak, kita mengenangkan dan “memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Kor 11:26).
Perayaan Ekaristi atau Perjamuan Kudus yang kita rayakan secara rutin setiap hari dan secara istimewa hari ini, merupakan bentuk partisipasi kita dalam Perjamuan Yesus sendiri. Di mana pun Ekaristi dirayakan, Yesuslah pemimpin perjamuan yang sesungguhnya, walau tampak dalam wajah Iman atau Uskup yang berbeda-beda.
Menghidupi Ekaristi atau menjadikan Ekaristi nyata dalam hidup sehari-hari berarti hidup dalam kasih. Hidup ini lebih konkrit lagi dalam bentuk BERBAGI. Bisa berbagi hidup atau berbagi berkat. Orang yang kaya adalah orang yang selalu memiliki sesuatu untuk diberikan.
****
Dua ratus tahun yang lalu, seorang wanita yang cantik dan muda dari Gereja Episkopal menemani suaminya, seorang pedagang, ke Italia, meninggalkan empat dari lima anak mereka di rumah bersama anggota keluarga. Mereka berlayar ke Italia, berharap perubahan iklim dapat membantu suaminya, yang bisnisnya gagal dan akhirnya berdampak buruk pada kesehatannya. Tragisnya, dia meninggal di Liverno.
Janda muda yang berduka itu diterima dengan hangat oleh sebuah keluarga Italia, kenalan bisnis mendiang suaminya. Dia tinggal bersama mereka selama tiga bulan sebelum dia bisa merencanakan untuk kembali ke Amerika. Janda muda ini sangat terkesan dengan iman Katolik keluarga angkatnya, khususnya devosi mereka terhadap Ekaristi Kudus: seringnya mereka menghadiri Misa, rasa hormat mereka saat menerima Komuni Kudus, kekaguman yang mereka tunjukkan terhadap Sakramen Mahakudus pada hari-hari raya ketika mereka merayakan Ekaristi Kudus dan ketika Sakramen Mahakudus dibawa dalam prosesi.
Dia menemukan bahwa hatinya yg lapar dikenyangkan dengan kehadiran Tuhan yang misterius. Pulang ke rumah dia meminta bimbingan dalam iman katolik. Segera setelah diterima dalam gereja Katolik dia menjelaskan bahwa menerima Tuhan dalam Ekaristi adalah momen paling membahagiakan dalam hidupnya.
Tanggal 14 September 1975, Paus Paulus VI menggelari dia Santa di Basilika Santo Petrus Roma. Dia adalah Elizabeth Ann Seton, wanita pertama kelahiran Amerika Serikat yang menjadi orang kudus atau Santa.