Pater Kimy Ndelo, CSsR, Dari Biara Redemptoris di Kerala, India
Di sebuah kelompok masyarakat Hindu di daerah pedalaman India, datanglah beberapa misionaris yang dengan penuh semangat mewartakan Injil tentang Yesus Kristus. Kepala suku mendengarkan dengan penuh perhatian sampai suatu ketika dia menantang para misionaris ini dengan berkata:
“Saudara-saudaraku para tamu yang terhormat. Mari kita singkatkan persoalan kita. Begini saja, dalam cangkir ini ada minuman yang sudah dicampurkan nux vomica, racun yang dipakai untuk membunuh tikus. Kalian minum racun ini. Jika sesudahnya kalian tetap hidup seperti Tuhanmu, Yesus Kristus, maka kami semua akan menjadi pengikut agamamu, Kristen. Tanpa kecuali. Jika kamu tidak berani minum, maka kami menganggap kalian omong kosong dan Injilmu serta Tuhanmu tidak sanggup menyelamatkan kalian. Maka sebaiknya segera angkat kaki dari tempat ini.”.
Para misionaris saling memandang satu sama lain dan bingung bagaimana menjawab tantangan ini. Tiba-tiba seorang misionaris tertua angkat bicara:
“Inti agama kami mengajarkan tentang kebangkitan orang mati. Saya usulkan begini, silahkan anda minum racun ini. Dan pasti anda akan mati. Tapi jangan kuatir, kami akan membangkitkanmu dari kematian. Saat ini juga. Tidak perlu menunggu sampai tiga hari”. Giliran kepala suku yang kebingungan.
Kekristenan bukan tentang kehidupan tanpa kematian. Kekristenan adalah tentang kehidupan setelah kematian.
Pengalaman penampakan Yesus kepada murid-murid-Nya setelah bangkit dari kematian menjadi titik awal, the starting point, dari seluruh gerakan pewartaan. Yesus yang bangkit bukan saja menginspirasi mereka, melainkan menjadi dasar dari seluruh bangunan iman kristiani.
“Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga” (Luk 24:46).
Yesus sendiri menegaskan siapa diri-Nya, yakni sebagai Mesias, sesuai ramalan dalam Kitab Taurat atau Kitab Perjanjian Lama. Menurut para ahli Kitab Suci ada sekitar 324 ramalan tentang Mesias yang tersebar dalam seluruh kitab Perjanjian Lama. Ini bukan jumlah yang sedikit. Seluruh ramalan ini tergenapi dalam pribadi dan pengalaman hidup Yesus.
Hal inilah yang kemudian dihidupi dan dijadikan motivasi oleh para rasul dan murid-murid lain sampai saat ini. Dengan gaya retorik Paulus mengungkapkan keyakinannya yang tanpa keraguan sedikitpun:
“Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” (1 Kor 15:14).
Kebangkitan Kristus inilah yang membuat kekristenan berbeda dengan agama lainnya. Dan mungkin karena itu juga kekristenan dibenci oleh sebagian orang karena sampai kapan pun mereka tidak pernah menyamai pencapaian Yesus Kristus.
Seorang beragama lain memutuskan pindah menjadi agama Katolik. Ketika ditanya temannya kenapa dia meninggalkan imannya yang lama dan menjadi pengikut Yesus, dia menjawab: “Pindah agama bagi saya ibaratnya begini. Saya berjalan sampai suatu saat saya tiba di persimpangan jalan.
Saya bingung mau ke kiri atau ke kanan. Di dua sisi jalan ada orang. Bedanya, satu orang mati dan satu orang hidup. Jelas saya pasti bertanya kepada orang hidup. Dan dialah yang menunjukkan jalan ini pada saya.” Orang hidup itu adalah Yesus Kristus.
Iman kristiani atau iman akan Kristus yang bangkit seringkali hanya menjadi teori atau ajaran teologi yang abstrak bagi banyak orang. Yang mudah dicerna seperti etika berbuat baik, berbuat kasih, ke gereja berdoa, melakukan ritual keagamaan, berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan gereja, justru dianggap sebagai ciri kekristenan. Ini tidak ada salahnya.
Tetapi iman kristiani bukan sekadar hidup di dunia ini. Hidup kristiani juga, bahkan mungkin terutama, adalah tentang kebangkitan sesudah kematian atau hidup kekal seperti Kristus.
Karena itu wartakanlah Yesus yang mati dan bangkit, bukan Yesus yang tidak dapat mati!