Lahir sebagai anak pertama dari lima bersaudara buah cinta Ibu Desy Sulistyo dan Bapak Yahya Hidayat, Irwan Hidayat mengaku sangat bersyukur. Dan hal lain yang paling disyukurinya adalah kekompakan yang tercipta dan terjaga di antara mereka. Kekompakan itu sangat nyata dalam karya bersama mereka merawat dan membesarkan bisnis keluarga bernama PT Sidomuncul.
Irwan mengakui, kekompakan tersebut merupakan anugerah untuk keluarganya, yang tidak muncul secara tiba-tiba. ”Itu warisan dari Kakek – Nenek yang diwariskan kepada Papa Mama, lalu berlanjut ke kami dan anak-anak-anak,” aku Irwan.
Sebagai saudara tertua, Irwan memimpin adik-adiknya tanpa sikap ”Mentang-mentang” sebagai kakak. ”Kami saling mendengarkan dan saling mengalah namun rasional. Ini kunci,” ungkap ayah dari dua orang anak ini.
Dengan feeling yang berpadu dengan pertimbangan rasional terukur, dia dan saudara-saudarinya mengambil berbagai keputusan atas dasar sikap jujur; baik kepada karyawan, pemerintah, maupun kepada lingkungan.
Ketika mulai bertugas di bagian marketing, Irwan segera merancang strategi baru untuk membuat Sidomuncul ”lebih baik” dari pabrik farmasi, tidak sekadar meniru pabrik farmasi.
”Logika saya mengatakan, jika terhadap produk jamu yang aman, dilakukan uji klinis seperti produk farmasi, maka akan lebih hebat. Juga akan lebih aman, dan pasti kemanjurannya,” ujar Irwan.
Ketika memikirkan hal tersebut, Irwan belum bisa melakukan uji klinis terhadap jamu karena perusahaannya masih berstandart pabrik jamu. Namun, dia sangat yakin dengan idenya untuk melakukan uji klinis pada produk jamu. Dia juga semakin meyakini bahwa idenya menjadikan Sidomuncul lebih baik dari farmasi adalah ide yang benar.
”Tekad atau visi besar saya ’Produk jamu harus lebih baik dari produk farmasi’, dan menjadi mitra farmasi,” akunya.
Karena itu, ia melakukan beberapa langkah strategis, antara lain menetapkan produk Tolak Angin serbuk sebagai produk unggulan, ini supaya bisa menjadi lokomotif bagi produk-produk yang lain. Dia juga meneliti resep Tolak Angin serbuk, dan membandingkan dengan literatur tanaman herbal yang ada.
Pabrik Irwan kemudian mulai menggunakan bahan jamu berkualitas. ”Sebelumnya, kami tidak pernah memperhatikan kualitas bahan-bahan baku yang kami gunakan,” akunya.
Ia pun mengembangkan Tolak Angin serbuk menjadi Tolak Angin cair. Meski begitu, dia tetap mempertahankan Tolak Angin serbuk karena 50 persen dari seluruh penjualan Sidomuncul berasal dari Tolak Angin serbuk. ”Tapi saya ganti packaging-nya dari kertas ke alumunium foil, supaya terjaga kualitasnya.”
Dia juga mengubah logo ”Foto Ibu dan Anak” dengan menambahkan gambar lumpang berikut foto ibu dan anak di tengahnya. Ini untuk membentuk asosiasi khalayak: lumpang sebagai simbol produk jamu. Selain hal-hal tersebut, masih ada beberapa langkah lain yang Irwan lakukan.
Hasilnya? Buah perjuangan segera terasa. Kepercayaan publik mulai meningkat dan menumbuhkan permintaan. ”Alhasil, pabrik kami yang berlokasi di Lingkungan Industri Bugangan Semarang mulai tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasar,” ungkap Irwan penuh syukur.
Yahya Hidayat ayahnya memutuskan untuk mendirikan pabrik baru. Sang ayah memilih membeli tanah di Selatan kota Semarang, di Jalan Soekarno Hatta km 25 Klepu, Kabupaten Semarang. Luas tanah sebelumnya 20 ha, tanah yang baru berukuran 38 ha. Pada 21 Agustus 1997 pembangunan dimulai, beberapa tahun kemudian selesai.
Selanjutnya Sidomuncul mengalami kemajuan pesat dengan lompatan-lompatan besar, bahkan bisa merambah ke beberapa bidang bisnis lain. Tidak bisa disangkal, Sidomuncul telah menjelma menjadi perusahaan jamu terbesar dan termodern di Indonesia. Luar biasa! (Lapier/01)