Wed. Jan 22nd, 2025
Undang Yesus untuk selalu hadir dalam keluarga kita.

Oleh Pater Kimy Ndelo CSsR, Salam dari Casa San Alfonso/Generalat CSsR, Via Merulana 31, Roma, Italia

Bunda Teresa dari Calcutta bercerita. Pada suatu ketika sepasang suami-istri muda datang ke rumah kami dan memberi saya sejumlah uang untuk memberi makan orang miskin.

Di Calcutta, kami memasak untuk 9.000 orang setiap hari. Mereka berdua ingin uangnya digunakan untuk memberi makan orang-orang yang kelaparan tersebut.

Saya lalu bertanya kepada mereka, ”Dari mana kamu mendapat uang sebanyak itu?” Mereka menjawab, “Dua hari yang lalu kami menikah. Sebelum pernikahan kami, kami memutuskan bahwa kami tidak akan mengeluarkan uang untuk membeli pakaian pernikahan khusus atau mengadakan pesta pernikahan. Kami ingin uang yang kami keluarkan untuk membeli barang-barang untuk disalurkan kepada orang miskin.’”

Bagi umat Hindu dari kasta tinggi, tindakan seperti ini adalah sebuah skandal. Teman-teman dan kerabat mereka sulit membayangkan bahwa pasangan dari keluarga luar biasa seperti itu menikah tanpa gaun pengantin dan pesta pernikahan yang layak.

Maka Bunda Teresa bertanya lagi kepada mereka, “Mengapa kalian memberikan semua uang ini?” Mereka memberinya jawaban yang mengejutkan ini: “Kami sangat mencintai satu sama lain sehingga kami ingin membuat pengorbanan khusus untuk satu sama lain di awal kehidupan pernikahan kami.”

Undang Yesus dalam Keluarga

Kisah Injil hari ini tentang pernikahan di Kana (Yoh 2:1-11). Ini merupakan tanda ajaib atau mukjizat pertama dari tujuh mukjizat Yesus dalam Injil Yohanes.

Tidak ada penjelasan mengapa Yesus dan Maria diundang ke pesta ini. Sangat mungkin Maria merupakan keluarga dekat pengantin dan juga terlibat langsung dalam urusan perjamuan ini. Bukan sekadar tamu.

Pernikahan biasanya diadakan mulai hari Rabu dan berlangsung selama tujuh hari. Sepanjang tujuh hari ini tamu akan datang dan mengucapkan selamat, memberi hadiah serta menikmati suguhan makanan dan minuman.

Pada momen itulah tuan pesta kehabisan anggur. Ini sebuah kesulitan besar bagi pengantin dan menunjukkan bahwa mereka dari keluarga miskin. Kehabisan anggur akan sangat memalukan dan merusak nama baik tuan pesta dan pengantin.

Sadar akan situasi ini Maria datang kepada Putranya, Yesus. Percakapan mereka nampak aneh. Sapaan Yesus kepada ibu-Nya, “Mau apakah engkau daripadaku, wanita”. Harafiahnya berbunyi: “Ada apa antara engkau dan aku, hai wanita?”. Ini bisa dimengerti sebagai penegasan Yesus bahwa dia dan ibunya adalah tamu. Dan tamu tidak dalam kapasitas untuk menyumbang kekurangan pesta.

Ungkapan lain, “Saat-Ku belum tiba” bisa dimengerti dalam konteks jauh, yakni penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga. Inilah saat di mana Yesus sungguh-sungguh menunjukkan siapa diri-Nya dengan segala kemampuan dan kekuasaan-Nya.

Meski ada nada penolakan, Maria tetap yakin bahwa Yesus akan membantu tuan pesta, dan karena itu tetap mengatakan kepada para pelayan: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu”.

Kalimat singkat Maria kepada para pelayan mempunyai makna yang dalam dan luas. Dalam Kitab Suci, inilah satu-satunya ”Perintah” Maria. Di sini Maria menunjukkan keyakinan sekaligus iman bahwa Putranya mempunyai kuasa yang tak terduga.

Selain itu dia juga tahu hati Putranya akan tergerak dan tidak tega membiarkan pengantin yang harusnya bersukacita malah mendapat malu. Peran pengantara Maria di sini menjadi sangat krusial sehingga layak disebut Mediatrix antara manusia dengan Yesus.

Kesulitan dalam hidup perkawinan akan selalu ada, bahkan bisa datang sejak awal perkawinan. Santo Yohanes Maria Vianney selalu mengingatkan agar mengundang Yesus dan Maria agar tinggal dalam rumah kita.

Ketika terjadi kekurangan, bukan saja hal materi tetapi juga cinta, keramahan, pengampunan, kegembiraan, dan sejenisnya, mintalah pada Bunda Maria dan dia akan menyampaikan kepada Putranya. Berdoalah meminta sesuatu untuk kelangsungan dan daya tahan hidup perkawinan. Tuhan pasti akan datang dan menolong.

Ini bukan sekadar kebetulan bahwa mukjizat pertama terjadi dalam sebuah pesta perkawinan. Perkawinan selalu menjadi simbol relasi antara manusia dan Allah, dan rumah tangga adalah tempat pertama perwujudan iman, kasih dan harapan serta pengampunan.

Related Post