Oleh Anthony Dio Martin
Bagaimanakah perasaan Anda dalam situasi terisolasi di rumah gara-gara wabah pandemi ini? Banyak yang mengalami situasi bosan, sedih serta jenuh berkepanjangan, hingga jadi depresi, karena tinggal terlalu lama di dalam rumah. Kondisi ini ada nama kerennya, yakni Cabin Fever.
Awalnya, istilah cabin fever ini banyak dipakai di daerah-daerah dengan musim dingin yang panjang. Akibatnya, selama berminggu-minggu hingga bulanan orang harus terkurung dalam rumah ataupun pondokannya yang kecil serta tidak bisa ke mana-mana. Semua aktivitas hanya dilakukan di ruangan yang terbatas. Tidak bisa keluar. Aktivitasnya hanya itu-itu saja dan ketemunya pun hanya dengan orang itu-itu saja. Lama kelamaan kebosananpun melanda. Awalnya bosan, tapi lama kelamaan, perasaan bosan itu menjadi stress yang berkepanjangan. Dampaknya pun bisa menjadi sangat berat, hingga membahayakan baik buat dirinya maupun orang lain.
Berbagai kisah kejadian para penghuni ataupun para peneliti yang hidup lama dan terasing di wilayah kutub seperti Antartika menceritakan banyak kisah yang mencemaskan hingga banyak yang berakhir tragis. Misalkan saja di tahun 1983, seorang dokter yang tinggal di stasiun Argentina Almirante Brown minta dirinya dan rekan-rekannya segera dievakuasi. Sampai-sampai mereka nekat membakar stasiun mereka. Bahkan, gara-gara stress, seorang peneliti dari Soviet nekat membunuh rekannya dengan kapak, hanya urusan main kartu. Bahkan, ada juga kejadian di tahun 2000, gara-gara stress terisolasi di kutub kelamaan, sampai-sampai seorang ahli astrofisika dari Australia diracun rekannya.
Ternyata, cabin fever telah menjadi urusan yang ilmiah dan serius. Bahkan pada tahun 1984, Universitas Minnesota meneliti soal cabin fever ini. Mereka menanyakan 35 orang soal pengalaman dan perasaan mereka ketika mengalami cabin fever? Jawabannya: bosan, nggak puas, nggak tahan lagi di rumah, anak-anak sampai nggak bisa lagi diatur hingga keinginan besar tak peduli lagi, untuk keluar rumah padahal ada ramalan meteorologi soal adanya ancaman badai salju.
Dengan demikian, dapat kita rasakan bahwa cabin fever ini merupakan sesuatu yang sebenarnya tidak bisa disepelekan. Awalnya masih wajar, tetapi jika ini berlanjut bisa menjadi sesuatu yang membahayakan bagi diri maupun orang lain.
Karena itulah pertanyaan pentingnya adalah bagaimanakah menghadapi cabin fever ini? Paling tidak, para ahli menyarankan lima hal yang bisa kita lakukan untuk mengatasi cabin fever dalam masa pandemi ini.
Pertama-tama, keluar dari rumah sejenak. Tetapi tetap waspadai kerumuman. Hal ini hanya untuk menciptakan perubahan suasana ataupun situasi. Dan apabila memungkinkan, para ahli bahkan menyarankan untuk berjalan sejenak ataupun aktivitas di luar rumah sejenak, selama tetap menjaga social distanding dengan orang lain.
Kedua, melakukan olahraga ringan misalkan dengan gerakan-gerakan ringan ataupun dengan alat bantu olah raga statis. Ataupun melakukan fitness ataupun latihan olah tubuh di rumah, seperti yoga. Berbagai aktivitas ini mengeluarkan hormon endorphin dalam diri kita, yang penting untuk membuat mood klita menjadi lebih baik.
Ketiga ada baiknya punya goal ataupun punya rencana harian hingga mingguan tentang apa yang mau dicapai serta mau dilakukan. Dengan demikian, diri kita tetap disibukkan dengan aktivitas yang punya bertujuan.
Keempat, tetaplah mengaktifkan pikiranmu. Misalkan saja dengan belajar sesuatu keterampilan ataupun pengetahuan yang baru. Bisa juga dengan mengerjakan teka teki silang, yang intinya biarkan otak tetap aktif.
Kelima, tetaplah untuk menjaga kontak. Untungnya, di tengah pandemik ini kita masih bisa tetap terhubung dan terkontak. Karena itu, jagalah untuk bisa kontak komunikasi dengan orang-orang di sekitar kita. Memahami bahwa kita tidak sendirian, akan membantu meringankan beban dan perasan sulit yang kita rasakan pula.
Intinya, cabin fever bukanlah istilah populer yang dibuat-buat. Ini sesuatu yang nyata, yang bisa kita alami saat ini di tengah pandemi ini. Hanya, saja, kita punya pilihan. Apakah kita membiarkan diri kita tenggelam dalam perasaan tak berdaya karena cabin fever ini, ataukah, kita bangkit dan lakukan sesuatu untuk tidak membiarkan perasaan ini terus mebgantui diri kita. Stay at home, stay productive.
Anthony Dio Martin: Writer, inspirator, speaker, entrepreneur (WISE). CEO Excellency dan penulis 18 buku best seller penerima MURI Award. Narasumber tetap acara “Smart Emotion” di radio smartfm. Executive coach, yang oleh media dijuluki “The Best EQ Trainer Indonesia”. IG @anthonydiomartin; youtube channel: Anthony Dio Martin Official.