
Ketika beredar rencana Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo akan dan benar-benar mengunjungi Sekjen PDIP Hasti Kristiyanto di rumah tahanan KPK pada 14 April 2025, banyak orang bertanya-tanya.
Yang mereka pertanyakan adalah motivasi Uskup kelahiran Bantul Yogyakarta itu. Mereka mereka-reka sendiri motivasi bernada ”Curiga” mengingat Hasto adalah terdakwa dalam kasus yang dikenakan padanya, yakni kasus penyuapan terhadap mantan anggota KPU Wahyu Setiawan dalam kasus Masiku. Ada yang wissa-wissa (teriak-teriak tak jelas): ”Jangan-jangan Uskup Suharyo mau cawe-cawe dalam kasus Hasto tersebut?”
Sangat mungkin Uskup Suharyo mendengar atau menduga-duga adanya kecurigaan itu, namun dia tidak mau ambil pusing. Sebab baginya, mengunjungi para tahanan di penjara di wilayah Keuskupan Agung Jakarta (Jakarta dan Tangerang) yang menjadi wilayah kerjanya merupakan hal yang biasa, dan sering dia lakukan. Tidak ada yang luar biasa.
Hasto Kristiyanto dengan nama baptis Tarsisius adalah salah satu umatnya di wilayah KAJ. Dan sebagai gembala, Kardinal Suharyo ”Wajib” melawat umatnya. Justru ketika dia tidak lakukan tugas tersebut, dia mengingkari tugas perutusannya.
Sebagai sesama Katolik, apalagi gembala, Kardinal mau mengaktualkan sabda Yesus dalam Injil Matius 25:35-40. Dalam perikop tersebut Yesus berkata: Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di penjara, kamu mengunjungi Aku.
Ketika kepada-Nya dilontarkan pentayaan susulan: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum?
Atau, bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian?
Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau di penjara dan kami mengunjungi Engkau?
Menjawab pertanyaan beruntun tersebut, Yesus mengidentifikasi dirinya sebagai sosok yang paling lemah, dan sosok-Nya itu ada dalam orang-orang yang paling lemah. ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah satu dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Sampai di sini, terjawab sudah alasan kunjungan Kardinal tersebut. Lantas, apakah rasa curiga atau minimal diskusi selesai? Mungkin saja tidak. Tapi biarlah.
Uskup Minta Hasto Puasa
Seperti dilansir oleh Tirto.id, setelah sekitar dua jam menemui Hasto, Suharyo mengaku memberi pesan kepada Hasto agar menjalani puasa selama tiga hari tiga malam. Dia turut mendoakan Hasto yang tengah menjalani masa tahanan.
“Salah satu yang boleh dikatakan ekstrim adalah menjalankan puasa tiga hari tiga malam tidak makan dan tidak minum,” kata Suharyo, kepada wartawan di depan rutan Merah Putih KPK, Senin.
Selain itu, Uskup Suharyo mengatakan kehadirannya ke rutan KPK, bukan hanya untuk mengunjungi Hasto, melainkan para tahanan lainnya yang beragama Katolik, sebagai bentuk tanggungjawabnya selalu memperhatikan umatnya yang mengalami keadaan sulit.
“Alasannya adalah, itu tanggung jawab saya, salah satu tanggung jawab saya untuk selalu memperhatikan saudari-saudara kita yang dalam keadaan sulit. Berada di dalam tahanan pasti keadaannya sulit,” ucap Suharyo.
Langkah Suharyo itu sekaligus meneladani cara Paus Fransiskus, yang kerap mengunjungi penjara pada tiap Kamis.
“Saya juga sebagai seorang Pastor di Keuskupan Agung Jakarta, mempunyai tanggung jawab seperti itu,” tutur Suharyo.
Uskup Suharyo menjelaskan kunjungannya ini sekaligus untuk merayakan Tahun Yubelium, yang turut dirayakan oleh seluruh Gereja Katolik di dunia.
“Judulnya adalah pengharapan, peziarah pengharapan. KIta semua adalah peziarah pengharapan, Pak Hasto juga berbicara mengenai pengharapan itu,” kata Suharyo.
Uskup Suharyo Tetangga Hasto
Di sisi lain, Suharyo juga mengaku pernah bertetangga dengan Hasto di Yogyakarta. Dia mengaku kerap bertamu telah mengenal Hasto sejak lama, karena kerap bertamu ke rumah keluarga Sekjen PDIP itu.
“Saya dulu tinggal di sana itu 16 tahun, lebih 23 tahun 7 malahan. Saya sering main sepak bola di lapangan itu. Jadi, kurang lenih saya kenal dengan keluarganya karena sesudah man sepak bola, mampirnya ke rumahnya keluarga Mas Hasti itu,” ucap Uskup Suharyo.
Dia menyebut Hasto tengah menjalani masa retret atau penyucian diri, dengan cara bangun pagi, berdoa doa, membaca kitab suci, berolahraga, refleksi, dan berdiskusi dengan para tahanan lainnya.
“Mas Hasto sangat senang karena beliau hadir dapat membuat suasana si dalam rumah ini, rumah tahanan ini hidup. Jadi, tidak suram tetapi hidup, gembira karena saling mendukung di dalam keterbatasan ini,” tutup Uskup Suharyo. (tD.Tirto.id)
