Sering kali, orang menjadikan keterbatasan fisik sebagai alasan untuk tidak berbuat apa-apa, lalu menyandarkan harapan pada orang lain. Ada juga yang justru menjadikan keterbatasan fisik sebagai sarana pemancing belas kasihan. Namun tidak sedikit orang yang “bertarung” memaksimalkan keterbatasan yang mereka miliki untuk tetap produktif, bahkan mencapai hasil yang mengundang decak kagum. Banyak contoh tentang ini, salah satunya adalah Tonggor Siahaan atau yang keren dengan nama Boy Israel Siahaan.
Pria yang suka menyanyi ini tidak berhenti mengasah daya kreasinya sejak kecil. Dia seorang sarjana Teologi dari Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, pernah berpraktik sebagai pendeta, ikut bina kader kependetaan namun kemudian memilih jalur pelayanan di jalur lain. “Kuliah Teologi kan tidak harus menjadi pendeta, kita bisa melayani di berbagai bidang lain. Yang penting berjiwa dan berkelakuan pendeta. Proses untuk menjadi pendeta sudah saya lakukan, tapi jadi atau tidak saya serahkan kepada Tuhan,” katanya ketika ditemui di kantornya YPDT (Yayasan Pencinta Danau Toba) di kawasan Cawang, Jakarta Timur.
Di yayasan yang secara khusus bergerak dalam penyelamatan Danau Toba dari kerusakan akibat dirambah oleh berbagai pihak, Boy dipercaya sebagai petugas Humas. Selain itu ia juga menjadi petugas Humas di Perhimpunan Batak Center. Kemampuananya berkomunikasi dengan baik membuat lembaga-lembaga tersebut memercayakan kepadanya jabatan strategis itu.
Boy “Ternak” Website
Boy juga memiliki keahlian lain, yakni mendesain website, buku dan majalah. Kepiawaian mendesain ini pun ia pelajari secara autodidak. Sampai saat ini sudah ratusan website yang ia desain. Dengan keterampilan dan pengalaman yang ia miliki, Boy tidak memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan sebuah desain web. Dalam waktu satu minggu web sudah siap, itu pun ia kerjakan di sela-sela kegiatan utamanya atau pada malam hari.
Uniknya, ia mengerjakan menggunakan kedua kakinya. Sebenarnya ia bisa menggunakan tangan, namun membutuhkan meja khusus. “Saya pakai kaki saja sebab dengan kondisi tangan seperti ini agak sulit, meskipun saya bisa menggunakan tangan,” ungkap pria yang karena keterampilannya tersebut dijuluki “peternak web”.
Dia lahir sebagai anak ketiga dari enak bersaudara. Sejak lahir kedua tangannya tidak sempurna. Panjang tangannya hanya beberapa centi meter dengan masing-masing memiliki tiga jari. Meski raganya tidak sempurna, kedua orang tua dan saudara-saudaranya sangat menyayangi dia.
Ketika SD, dia bersekolah di sekolah khusus anak-anak disable. Namun saat tamat SD dia meminta kepada bapaknya agar dia bersekolah di SMP umum dengan alasan “tidak berkembang atau tidak ada tantangan” kalau dia tetap di sekolah anak-anak disable. Ketika ujian, dia justru menjadi peserta dengan nilai tertinggi. Dan selama di bangku SMP ia selalu juara. Dia pernah juga menjadi juara ujian sumatif se-provinsi Jawa Barat dan berhak atas atas beasiswa. Namun dia menemui Kepala Sekolahnya dan meminta agar beasiswa untuknya itu diberikan kepada temannya yang juga ikut tes itu, namun peringkatnya di bawah Boy sehingga tidak mendapat beasiswa. “Bapak, beasiswa untuk saya kasihkan saja kepada teman saya. Orang tua saya masih mampu biayai saya. Kasihan dia, orang tuanya penjual sayur dan sangat perlukan uang ini,” ujar Boy kepada sang Kepala Sekolah. Sang Kepala Sekolah pun terharu dan menyetujui permintaan Boy.
Berusaha Melampaui Keterbatasan
Ketika di bangku SMA, karena kepandaiannya, Boy disenangi oleh teman-temannya. Dia menyadari kondisi fisiknya, maka Boy berusaha agar kemampuannya melampaui keterbatasan fisiknya. Ia pun benar-benar perhatian di kelas dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru-gurunya. Seringkali, disuruh mengerjakan satu tugas dari buku paket, dia malah langsung menyelesaikan sepuluh buah. Dia seringkali sengaja mengerjakan tugas-tugas praktik yang jauh lebih sulit disbanding pilihan teman-temannya yang normal.
Karena kepandaian dan ketekunannya, Boy seringkali dijadikan contoh oleh para gurunya, terutama Kepala Sekolahnya. Dalam upacara bendera misalnya, dia diminta berdiri di samping Kepala Sekolah saat memberi sambutan. Sang Kepala Sekola meminta siswa-siswi yang lain untuk belajar dari Boy. Banyak siswa yang tadinya suka bolos dan angin-anginan berubah dan menjadi lebih tekun. “Tuhan itu memang sangat baik. Dia memberikan kelebihan dalam kekurangan saya, dan saya sangat syukuri itu,” ucap ayah dua anak ini.
Lantas, apa penyebab kecacatan pada tangannya? Boy berusaha mencari. Suatu hari dia mendapat informasi bahwa ada kemungkinan kecacatannya disebabkan oleh obat penangkal kehamilan yang dikonsumsi ibunya.
Untuk menghindari kehamilan, Ibunya mengonsumsi obat. Ternyata obat itu gagal mencegah kehamilan dan sang Ibu hamil dan mengandung Boy. Obat yang diminum ini pun menjadi racun yang menyebabkan kecacatan. “Obat itu memang ditarik dari peredaran, namun ibu saya sudah mengonsumsi, dan ternyata gagal mencegah kehamilan. Diduga itulah yang jadi racun untuk bayi. Mungkin ini penyebab kecacatan saya,” pungkas Boy. (tD/EDL)