Oleh Eleine Magdalena, penulis buku-buku best seller dan kini sedang menempuh studi doktoral Teologi
“Hadir dan memandang Yesus dalam Sakramen Mahakudus memberi rasa tenang dan damai dalam hati.”
Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Gereja dan Ekaristi, mengajarkan: Adorasi Sakramen Mahakudus adalah praktik sehari-hari yang penting dan menjadi sumber kekudusan yang tidak pernah habis. Adalah menyenangkan untuk menghabiskan waktu dengan Kristus bersandar pada-Nya seperti yang dilakukan oleh murid yang dikasihi-Nya, dan untuk merasakan kasih yang tak terbatas yang ada di dalam hati-Nya
St. Alfonsus Liguori mengajarkan: “Dari semua devosi, penyembahan kepada Yesus dalam Sakramen Mahakudus adalah devosi yang terbesar setelah sakramen-sakramen, dan sesuatu yang paling berkenan kepada Allah dan yang paling berguna bagi kita”.
Lanny selalu menantikan hari Jumat pertama untuk mengikuti misa dan adorasi. Tetapi pekerjaan di kantor seringkali membuatnya tidak bisa mengikuti misa sore Jumat pertama. Untunglah baru-baru ini di dekat kantor Lanny mulai ada misa Jumat siang. Kerinduan Lanny untuk melakukan adorasi akhirnya terobati setelah Gereja di parokinya memiliki ruang adorasi abadi.
Betapa senang Lanny karena sewaktu-waktu ia bisa berdoa hening di hadapan Sakramen Mahakudus. Lanny merasakan kelegaan dengan hanya datang kepada Yesus, memandang Yesus dan ia tahu Yesus memandangnya.
Bagi Lanny datang dan menyembah Yesus dalam Sakramen Mahakudus adalah anugerah. Tidak ada kata yang cukup untuk menuangkan seluruh isi hatinya. Dalam diam, ia dapat merasakan Yesus amat dekat kepadanya. Dalam hening ia merasakan cinta Yesus yang lembut dan menyentuh hatinya yang terdalam. Dalam menatap Yesus, ia menerima kekuatan dan rahmat yang ia butuhkan.
Hanya dengan hadir di hadapan Sakramen Mahakudus, Lanny merasakan kesegaran baru dalam jiwanya. Tak terasa ia sering menghabiskan waktu tiga puluh menit sampai satu jam di hadapan Sakramen Mahakudus. Ia bersyukur sekali karena kekayaan dalam Gereja Katolik ini dapat dinikmatinya kapan pun. Ia bersyukur atas Ekaristi yang dapat diterimanya setiap kali misa kudus.
Bagi Lanny, Ekaristi dan kesempatan untuk bisa menghormati Yesus dalam adorasi adalah anugerah sangat indah yang tak tergantikan.
Lain lagi kisah Ratna. Sudah lama ia mengalami sakit pada punggungnya. Sudah pelbagai pengobatan dicoba tetapi belum berhasil. Suatu kali ia mengikuti adorasi yang diadakan setelah perayaan Ekaristi. Saat ia benar-benar merasakan keheningan yang mendalam di hadapan Sakramen Mahakudus, ia merasakan kehangatan pada punggungnya selama beberapa detik. Saat itu ia mengimani bahwa Tuhan sedang menyembuhkan sakit pada punggungnya. Tanpa terasa air matanya mengalir. Ia terharu menyadari betapa baiknya Yesus yang memerhatikan penderitaannya selama ini. Ratna segera bersyukur dalam hati atas sentuhan kasih Tuhan yang menyembuhkannya. Benar saja setelah itu sakit pada punggung Ratna sudah hilang sama sekali.
Cerita lain,Maria selalu merindukan saat berada bersama Yesus dalam ruang adorasi. Hadir dan memandang Yesus dalam Sakramen Mahakudus memberi rasa tenang dan damai dalam hati. Maria sangat terbantu untuk menghayati kehadiran Yesus secara kuat dan mendalam di hatinya melalui adorasi. Ia merasakan kasih, rahmat, kekuatan Yesus yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Tidak jarang ia menangis karena rasa syukur dan cinta mendalam yang ia rasakan. Maria tidak pernah bosan atau lelah berada di hadapan Sakramen Mahakudus karena ia tidak perlu memikirkan rangkaian kata-kata atau segala aktivitas intelektual yang melelahkan pikiran dan jiwanya. Ia cukup hadir dan menikmati kasih-Tuhan. Ia tidak perlu banyak berpikir hanya banyak mencinta. Ini sungguh memberi kenikmatan dan kesegaran bagi tubuh, jiwa dan rohnya.
Kehadiran Yesus yang mencintai begitu nyata. Bukan dengan mata jasmani namun dengan mata iman. Bukan dengan telinga jasmani tetapi dengan telinga hati. Maria memandang dan mendengarkan Kekasih Tuhan.
Bagi Maria, adorasi adalah pertemuan mesra dengan Kekasihnya. Saat-saat yang selalu dirindukannya. Paling tidak seminggu sekali Maria hadir bagi Kekasihnya dalam adorasi.
Bagaimana dengan kita, sudahkah kita mengisi kerinduan hati kita lewat pertemuan dengan Sang Kekasih dalam adorasi? (Eleine Magdalena dalam buku “Kisah Kasih Tuhan”, 2015)